Brakk!
Suara benturan terdengar menggema di sudut ruangan. Tubuh kecil itu ambruk di lantai dan kepalanya tersantuk ujung meja. Meninggalkan seberkas luka kecil di dahinya.
Bulan Purnama si pemeran utama di cerita ini berharap masa remajanya berjalan layaknya kisah Novel. Penuh dengan kebahagiaan.
Menginginkan hubungan persahabatan seperti Laskar Pelangi.
Mendapatkan pasangan romantis seperti Dilan.
Namun, semua itu hanyalah impian. Kehidupan dunia nyata yang kejam membuatnya tertampar begitu keras.
Di sinilah sosoknya berada. Bersama sampah-sampah sekolah yang menghujani tubuhnya.
"Sampah dan dirimu itu adalah sebuah persamaan," sinis seorang gadis tertawa mengejek. "Di sanalah pantasnya kamu berada, Bulan."
Dengan pandangan yang sirat akan luka menatap lurus kepergian mereka. Sebulir air mata mulai jatuh ke pipi. Tak ingin bersedih lebih lanjut. Gadis itu segera mengusapnya dan bangkit. Menyambar tasnya dan keluar kelas setelah membersihkan semua kekacauan yang terjadi barusan.
Kembali ke rumah dengan kondisi seperti ini membuatnya merasa bersalah. Sebab ia harus memasang topengnya lagi dan lagi demi kebaikan seorang.
"Hai, Ayah." Bulan tersenyum lebar.
"Hai, anakku kau sudah pulang? Kenapa telat?"
Bulan mencium punggung tangan sang ayah. "Ada sebuah pekerjaan dari sekolah yang membuat aku pulang telat. Maafkan Bulan, Ayah," jawabnya.
"Ya sudah, tak apa. Cepatlah ganti pakaian sekolahmu. Kita makan siang bersama. Hari ini Ayah memasakan makanan spesial untukmu."
"Ah, Ayah terimakasih. Kau memang terbaik."
"Hei, anakku. Ada apa dengan dahimu? Dan mengapa bau tubuhmu tercium tidak enak?" tanyanya curiga sambil mengendus. "Seperti bau---"
"Ya, Ayah. Maafkan diriku ini yang ceroboh. Tadi sepulang sekolah aku tak sengaja menabrak tong sampah. Jadinya ya begini," ucapnya tersenyum. Senyuman yang sirat akan kebohongan dan rasa penuh bersalah.
"Kau ini. Langsung mandi sana. Lain kali hati-hati. Ayah tak mau kau terluka sayang."
"Baik Ayah. Lain kali akan lebih berhati-hati lagi."
"Anak baik."
***
"Bagaimana dengan sekolahmu Bulan? Baik-baik saja, bukan?"
"Iya."
"Belajar yang rajin ya anakku. Ayah tak menututmu untuk menjadi orang pandai. Punya ilmu pengetahuan yang luas saja Ayah sudah sangat bangga memilikimu. Cukup Ayah saja yang terlihat bodoh. Tidak terlalu tahu tentang dunia pendidikan. Kamu jangan."
Bumi mengusap kepalanya penuh kasih sayang. Senyum tulus terlempar untuk anaknya.
Mendengar kalimat itu membuat air mata Bulan membendung. Sungguh demi apapun ia sangat menyayangi ayahnya ini. Dia seorang ayah sekaligus ibu yang hebat baginya. Tidak ada yang bisa menggantikan sosok Bumi dalam hidupnya. Kepergian ibu kandungnya ke surga membuat keadaan seperti ini. Bulan hanya dibesarkan seorang diri oleh ayahnya.
Bumi adalah sosok ayah yang sangat dibanggakannya. Dia lelaki hebat. Mampu membesarkan, merawat, menyayangi dan melindunginya segenap jiwa.
Kata orang, seorang ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Benar, Bulan sudah membuktikannya sendiri. Baginya, Bumi adalah superhero yang diciptakan untuknya. Ia sangat bangga memilikinya.
"Makan yang banyak. Supaya kau sehat selalu. Ayah tak mau melihat kau sakit." Bumi meletakan berbagai macam lauk-pauk lezat di piring Revie.
Bulan mengangguk patuh sambil memandangi wajah lelah ayahnya. Ayahnya bukanlah seorang lelaki yang berpendidikan tinggi hanya lulusan SD saja. Tapi, beliau mampu menghidupi anaknya dengan mengandalkan tenaga. Ayahnya adalah seorang pekerja buruh. Kadang kalau ada hari libur dia akan kerja serabutan demi mencari uang tambahan lainnya untuk mencukupi kebutuhannya. Biaya hidup itu mahal meski ia bersekolah di tempat biasa.
Kalian jangan mengira bahwa Bulan adalah gadis biasa yang bersekolah di sekolah elit karena bantuan beasiswa. Itu tidaklah benar.
Kenyataannya Bulan gadis biasa yang mempunyai otak biasa juga. Tidak pandai dan tidak bodoh.
Walau keluarganya hidup pas-pasan tetapi ayahnya selalu menyiapkan yang terbaik untuk anaknya. Contoh kecilnya yaitu makanan empat sehat lima sempurna yang tersaji di meja setiap harinya. Ramli ingin anaknya tumbuh menjadi sehat dan bergizi.
"Bulan sebentar lagi Ayah mau berangkat kerja. Kau baik-baik ya di rumah. Jika ada sesuatu yang terjadi berteriaklah dan meminta bantuan tetangga. Dan jangan lupa telpon Ayah," pesan Bumi.
"Iya, Ayah."
Jam makan siang ayahnya sudah habis. Saatnya kembali ke pabrik untuk melanjutkan pekerjaan. Letaknya tak jauh dari rumahnya berada.
Kini saatnya Bulan mencuci piring. Soal makan siang. Ayahnyalah yang masak diwaktu subuh jadi tinggal dipanaskan saja. Masak untuk sarapan pagi, makan siang sekaligus malam. Dia tak mau anaknya memasak dengan alasan agar waktu istirahat dan tidurnya tak terganggu. Biarkan dia saja yang melakukan semua itu. Padahal ayahnya lebih capek sudah kerja dan ditambah mengurusi rumah layaknya wanita. Kecuali jika hari libur barulah ia yang mengerjakannya.
Berdiam diri di kamar adalah kegiatan yang selalu dilakukannya setiap harinya sepulang sekolah. Bulan tidak seperti anak kebanyakan yang akan mengikuti bimbel. Ia cukup belajar mandiri saja di rumah. Selain tak mau menambah beban biaya ia juga tak suka berada di luar rumah terlalu lama. Hal itu membuatnya lelah seolah energinya habis. Ditemani sebuah radio merah muda dan diary kecil sudah mampu membuatnya bahagia.
Bulan mulai mengukir tulisan indahnya di kertas tersebut. Lembaran hidup telah dibuka.
My Diary...
Hari ini kejadian itu terulang lagi dan lagi membuatku sedih. Sedih menjadi bahan tertawaan dan kekerasan yang mereka lakukan. Kalau bisa memilih takdir aku juga tak ingin takdir hidupku seperti ini. Bukannya aku tidak bersyukur namun hati ini perlahan lelah menghadapinya. Satu hal yang membuatku membenci diriku atas kejadian tadi adalah membohongi ayahku sendiri. Bersandiwara bahwa aku baik-baik saja padahal nyatanya tidak. Aku tersakiti secara batin dan fisik. Jika aku mengatakan yang sebenarnya. Aku tak mau ayah menjadi sedih dan akhirnya menambah beban hidup dan pikirannya. Biarkan aku menyimpan kisah pahit ini seorang diri sampai waktu yang akan mengungkapkannya.
-Hidup itu menyenangkan jika berada di lingkungan yang baik- Bulan.
***
Saya kembali hadir bersama kisah ini dengan alur yang baru. Selamat menikmati:)
Salam,
Novie_lix.💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Gloomy
Teen FictionPs: Remaja 15+ ( Terdapat konten kekerasan ) *** Kebanyakan orang berpendapat bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah dan sulit untuk dilupakan. Namun, bagi seorang Bulan Purnama masa SMA adalah masa yang paling menyakitkan dan tak ingin dikena...