Revie melewati ruang tamu begitu saja setelah mengucapkan salam. Tas sekolahnya diseret. Tertunduk lesuh menatap lantai rumah.
Bella dan Belle serta ketiga tamu yang lain terkesiap melihat kedatangan gadis berseragam abu-abu itu.
"Vivie." panggil Bella menegurnya.
"Revie," panggilnya sekali lagi dengan suara cukup besar karena tidak mendengar sahutan dari anaknya.
Anak gadisnya itu melambaikan sebelah tangannya. "baik-baik aja Mah," sahutnya pelan.
Bella memandang Belle yang menghendikan bahu.
Tamu jauh itu memandangi punggung Revie yang menjauh dengan tatapan tidak suka.
"Itu anak tiri kamu ya Bella? Sombong amat main nyelonong saja. Nggak tau sopan santun. Kasihan kamu pasti susah ngedidiknya," celetuk wanita berkonde yang menepuk paha Bella.
"Dia anaknya baik kok. Mungkin sedang badmood bawaan sekolah. Maklum ABG mah suka gitu. Labil." Bella tersenyum cangung.
Revie mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Sedari tadi air matanya terus mengalir. Dia naik ojek tadinya, tidak ingin dijemput. Tidak mau Abangnya melihat kondisi buruknya saat ini.
Duduk berhadapan dengan cermin, meja riasnya.
Wajah memarnya, tampang kusutnya, bajunya berantakan dan beberapa ada yang tersobek, tangannya yang memerah serta bekas cakaran di dagunya.
"Hiks..."
"Hiks... Hiks..."
"Kenapa sih mereka jahat sama aku? Apa salah aku?"
"Apa karena aku terlalu cupu dan bodoh?"
"Atau karena pribadiku yang Introvert?"
Tangisan semakin menjadi kala moment tak mengenakan terputar diotaknya.
Revie memukul-mukul meja rias itu dengan kedua tangannya yang terkepal kuat.
Matanya sembab.
Hidungnya memerah.
Tubuhnya lelah.
Hatinya tercabik.
Mengingat semua perlakuan semua orang-orang padanya.
Dua cewek itu.
Sahabatnya.
Pengkhianatan.
Semua hal buruk itu.
Dia benci.
Sangat benci!
Diperlakukan layaknya boneka.
Dia juga manusia.
Punya hati yang dapat merasakan kesedihan.
"Hiks..." Revie menangis sesengukan.
Sampai lengan dan bajunya pun ikut basah karena air matanya sendiri.
"Apa selama ini aku kurang baik?" tanyanya parau.
"Apa aku terlalu sombong karena tak pernah menyapa kalian sebelum disapa duluan?"
Hei! Revie bukan berniat ingin seperti itu. Tapi dia kesulitan untuk memulai percakapan lebih dulu.
"Apa aku orangnya terlalu kaku? Dingin? Datar? Jutek? Cuek?"
"Apa aku orangnya terlalu pendiam atau kurang pergaulan?"
"Apa aku orangnya tak mengasyikan?"
Revie menatap nyalang pantulan dirinya.
"Kalau kalian mengira bahwa aku adalah orang yang tak pernah marah itu SALAH BESAR!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gloomy
Teen FictionPs: Remaja 15+ ( Terdapat konten kekerasan ) *** Kebanyakan orang berpendapat bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah dan sulit untuk dilupakan. Namun, bagi seorang Bulan Purnama masa SMA adalah masa yang paling menyakitkan dan tak ingin dikena...