~Diskusi dan Presentasi~

229 24 3
                                    

Ini nih, rintangan terbesar bagi seorang Revie Mentari yang tak bisa dihindari dan harus dilalui, yaitu Diskusi dan presentasi kelas. Dengan hati yang deg-degan menanti dengan seksama. Kapan namanya dipanggil dan dikelompokan ke siapa.

Gadis mungil itu menghembuskan napas berat setelah tahu bahwa dia yang Introvert ini berkelompok dengan orang-orang pintar dan ekstrovert.

Dia mulai merasa minder, tak semangat, takut dan gugup.

Dia juga mengutuk kenapa sih harus ada kegiatan seperti ini? Membuatnya tekanan batin saja.

Harusnya ini hal biasa. Tapi bagi anak yang memiliki sifat seperti Revie akan mulai berpikiran negatif serta ketakutan yang teramat.

Berpikir bagaimana nanti saat dia berbicara di hadapan semua teman-temannya.

Apa yang akan dilakukannya?

Takut ditertawakan.

Hingga akhirnya dia lebih memilih pasif saja alias mati dalam kelompok ini.

Tidak berbicara sepatahkata pun apalagi mau berdebat.

Hanya menjadi penonton saja.

Bagi si pendiam, pasif bukanlah pilihannya, melainkan bingung dan malu harus bagaimana.

Menjadi pasif justru akan membuat nilai keaktifan rendah. Tapi mau bagaimana? Dia sudah berusaha semaksimal mungkin minta bimbingan pada anggota lain agar membantunya dalam berdiskusi ini. Mengajarinya bagaimana mengemukakan pendapat serta menyanggah perkataan kelompok lain dengan baik dan sopan tetapi mereka hanya cuek.

"Kalau kamu kesulitan ya nggak usah dipaksain Vie biar kita-kita aja yang melakukannya. Diam aja."

Helloooo... Dia juga mau dapat nilai praktek juga kali. Bukan masalah sulit nggak sulitnya tapi ini adalah sebuah keharusan.

Yaudahlah pura-pura mati aja dia.

Inilah dia benci sekelompok dengan karakter yang begini.

Ada tetapi tak dianggap.

Kadang saat dia mengutarakan sesuatu mengenai pembahasan malah tak didengarkan. Makanya lain berikutnya dia hanya jadi pengamat saja bagaikan benalu dan parasit. Alhasil dia ditegur oleh guru karena menjadi anggota yang pasif. Nilai jadi taruhannya.

***

Revie mulai menyadari di sini bukanlah masalah enak tidak enaknya mengenai strategi tempat. Tapi dialah yang menjadi sumbernya. Lihat saja, buktinya si Miranda dia selalu berpindah tempat duduk. Tidak setiap harinya duduk dengannya. Kadang kalau ada kursi yang kosong karena orang tersebut tidak masuk sekolah pasti anak itu yang akan menempati kursi tersebut sehingga lagi, lagi, lagi dan lagi Revie sendirian.

Apa mereka orang-orang yang pernah duduk dengannya----sebelumnya merasa tertekan dekatan--duduknya bersama Introvet seperti dia?

Tidak asik menjadi patner semeja karena terlalu tertutup dan pendiam?

Makanya mereka pindah ke lain meja.

Bukan kemauannya memiliki pribadi seperti ini. Bahkan dia pingin sekali menjadi seorang yang ekstrovert bebas berekpresi, banyak teman, dikagumi karena sifatnya yang pemberani dan aktif.

Dia mau nyapa orang aja kadang kudu mikir lama sampai akhirnya nggak terlaksana malah hanya berdiam, kikuk saja.

Sesulit itu, ternyata?

Gimana mau bersenda gurau sama orang-orang kalau begitu?

Hmmm.

Ekstrovert itu menyenangkan. Introvert itu menyedihkan.

GloomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang