Malam ini Revie habiskan waktunya untuk mempersiapkan diri mengikuti perlombaan desain. Dia harus belajar lebih luas lagi. Kreatifannya harus keluar. Jangan terpendam. Itu penting untuk hal ini.
Revie menonton chanel di youtube yang menayangkan mengenai desain. Semacam perlombaan yang beberapa tahun lalu. Dari sana dia bisa belajar. Yang kurang tahu menjadi tahu.
Beberapa lembar kertas berserakan di atas kasurnya. Pensil 2b, pensil warna, penghapus, penggaris ikut serta meramaikan. Dan juga kotak sampah kecil yang penuh dengan gumpalan kertas akibat gambar desain yang menurutnya tidak bagus.
Posisi badannya tengkurap dengan kedua kaki yang disilangkan. Pensilnya diketukannya ke dahi. Berusaha memunculkan ide dari otaknya yang tetiba konslet.
Tema desain yang akan diikutannya adalah kayak khas daerah pakaiannya. Jadi harus ada yang berbau lokal banget gitu.
"Apa aku campurin aja ya yang khas derah tapi gayanya kayak anak milenial gitu. Jadi asik dipakenya walaupun kek adat gitu pakaiannya."
"Tapi apa ya?"
"Gimana?"
"Ngedesainnya?"
"Pola gambarnya?"
Untuk lomba ini model serta make up nya harus sediain sendiri. Butuh modal banyak.
Terus modelnya pake siapa dong?
Yang cantik, tinggi, modis, dan terpenting percaya diri tampil dipublik.
"Aihh siapa ya?"
"Kalau nyewa model banget pasti mahal. Aku nggak punya uang banyak."
"Minta sama Papah. Ini aja semuanya pake uang Papah."
"Minta sama Abang Wawan? Babang Raffi? Atau Babang tengil si Rey?"
"Aduh ngerepotin banget si akunya."
Iseng Revie mengmati pintu kamarnya yang dibiarkan sedikit terbuka.
"Mah, Elle pergi bentar ya. Ada urusan penting," teriak Belle melewati kamar Revie.
Revie mengerjap, "Aha! Belle aja jadi modelnya."
Matanya berbinar. Semua kriteria ada di diri Belle.
Semoga saja dia bersedia.
Amiiin.
***
Setelah mengantri mendapatkan sepiring batagor dan segelas es teh manis. Revie memilih duduk di kursi panjang seorang diri.
Biasanya makan bekal di kelas kali ini tidak membuat teman semeja dan teman kelasnya mengernyit.
Hal sekecil itu saja tak luput dari perhatian mereka.
Katanya jijik berteman dengan anak idiot, cupu dan kuper kayaknya tapi kenapa semua yang dilakukannya diperhatikan oleh mereka.
Iya, diperhatikan untuk diejek.
Pasti itu mah.
"Sedap banget ya makan sendirian tanpa bagi-bagi," komentar Jinga yang datang duduk ke sampingnya begitupun temannya Jinga.
"Kamu mau juga Jin?" tanya Rita.
"Iyalah."
Tanpa meminta izin Jinga memakan batagor punya Revie dengan santai membuat si empu mengeraskan rahangnya. Geram dengan tingkahnya yang seenak jidat.
Satu tangan Revie terkepal kuat. Sorot matanya tajam.
Prankk. Revie menepis piring dari tangan Jinga kemudian jatuh ke bawah, pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gloomy
Teen FictionPs: Remaja 15+ ( Terdapat konten kekerasan ) *** Kebanyakan orang berpendapat bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah dan sulit untuk dilupakan. Namun, bagi seorang Bulan Purnama masa SMA adalah masa yang paling menyakitkan dan tak ingin dikena...