Semenjak kelas dua belas ini Revie tidak pernah ke kantin sekolah lagi hanya untuk membeli makanan. Setiap harinya dia dibekali sesuatu oleh Bella, Mamah tirinya.
Yang sangat menyayanginya.
Dia tidak keluar kelas kecuali saat mau pulang, ke toilet, atau pergi ke lapangan karena mau upacara, olahraga, apel atau ada sesuatu yang mendesak, yang harus membuatnya keluar.
Bukan karena dia betah di dalam kelas. Bukan!
Malah dia tertekan tapi apa boleh buat.
Dia hanya risih saja berada diantara banyaknya orang-orang.
Jika ada waktu kosong. Dihabiskannya untuk sekedar membaca atau menulis mata pelajaran lain. Kalaupun dia bosan, dia akan bermain ponsel. Memainkan game Homescapes, membaca cerita di wattpad, dan membuka Instagram. Serta menggambar asal di belakang buku tulisnya, di lembaran kosong.
Dia berkeinginan menjadi seorang desainer ternama kelak.
Entah itu terwujud atau tidak.
Hingga dia yang sekarang sedang bermain ponsel terkejut ketika mendengar teriakan seseorang. Hal biasa kalau memang kelas ini selalu ribut ketika tidak ada guru yang mengajar. Tetapi lengkingan ini bukan hanya biasa saja tetapi seperti bercampur amarah yang besar.
Revie mencari sumber suara itu yang ternyata dari ambang pintu kelas. Terlihat seorang cewek memaki-maki dua cewek lain. Dari obrolannya Revie bisa menangkap bahwa si Jingga menyuruh dua orang lain membelikan makanan dan minumannya ke kantin. Dia mencaci dua orang itu yang tidak becus membelikan sesuatu untuknya, langsung deh dimarahinya.
Sok penguasa sekali dia.
Menyuruh seenaknya.
Ketika dituruti dan ternyata tidak sesuai dengan kemauannya dia malah marah tidak jelas.
Revie merasa iba melihat dua cewek itu yang dimarahi abis-abisan oleh mulut Jinga yang super duper toa dan kasar itu.
Ingin rasanya menolong dan membelanya dari amukan Jinga tapi apalah daya dirinya ini.
Hanya semut.
Mana bisa melawan anjing yang mengong-gong itu.
Sebenarnya dia juga merasakan hal yang sama dengan dua cewek itu. Dia juga kadang disuruh-suru di kelas ini. Bukan hanya Jinga saja tapi teman lainnya juga ikutan. Meski tetap keseringan si Jinga yang memerintah.
Tapi mereka semua secara halus, seperti minta digambari, minta nyontek, minta bantuan ketika membuat sebuah produk kerajinan.
Tidak dengan Jinga dia selalu berbicara kasar. Sama siapapun yang menurutnya lemah tidak berani melawan.
Seperti Revielah contohnya.
Iya-iya saja kalau disuruh.
Bodoh! Tau nggak sih.
***
Saat jam pelajaran olahraga tiba. Revie belum keluar dari kelasnya. Dia mau menyimpan ponselnya dengan aman dulu ke dalam tas.
Di depan, dia melihat dua cewek itu lagi bersama Jingga. Kembali terulang. Tidak tau duduk permasalahannya apa. Lagi dan lagi Jingga memarahi serta membentaki keduanya.
Revie menyaksikannya. Matanya membola sempurna ketika melihat dua orang itu dipukul dahinya dengan kuat oleh Jinga dengan botol minuman digenggaman gadis itu. Revie merasakan salah satu diantaranya menangis sesengukan mendapat perlakuan itu.
Entah kerasukan setan apa. Revie maju ke depan mendekati mereka. Dengan keberanian yang entah datang darimana. Seorang Revie Mentari si gadis pendiam menepis tangan Jinga yang hendak menyirami keduanya dengan air hingga botol itu terlempar ke bawah membasahi lantai.
Jinga langsung menoleh ke samping dengan tatapan beringas. Membuat Revie gemetar. Dia juga bingung kenapa bisa seberani ini?
"Kamu kenapa sih sama mereka? Selalu memarahinya dan ini kamu malah memukul serta mau menyiraminya? Apa salah mereka?" tanya Revie kemudian dengan sisa keberanian yang dimilikinya sembari menatap manik mata Jinga yang tersulut emosi melihatnya.
"Bukan urusan kamu! Sok jagoan! Kamu juga sama dengan Mereka!" bentaknya.
"Kalian ini--" perkataan Samuel terhenti ketika melihat suasana kelas yang auranya mencekam. Dia heran dengan situasi ini. Niatnya datang ke sini mau menyuruh yang masih di dalam kelas untuk segera ke lapangan karena guru olahraga sudah datang.
"Apa?!" bentak Jinga pada Samuel.
"Ke lapangan sudah mau dimulai tuh. Ada Paknya juga. Siap-siap aja di hukum nantinya."
Jinga langsung keluar kelas setelah menatap benci Revie dan dua orang tadi dengan jijik.
"Udah jangan nangis ya," bujuk Revie menenangkan.
"M-makasih."
"Nggak perlu bilang gitu."
Revie merangkul bahu cewek itu. Dia melirik celana olahraganya yang setengah basah akibat air tadi.
Setibanya di lapangan. Revie dan dua temannya dimarahi serta mendapatkan hukuman lari mengelilingi lapangan sebanyak tiga putaran karena telat. Sedangkan Jinga gadis itu beralasan sedang sakit, jadi tidak dihukum sekarang dia di bawa ke UKS oleh salah satu teman dekatnya.
Mana ada orang sakit bisa memarahi serta memukul orang lain dengan keras.
***
Revie yang memasuki kelas terdorong ke depan ketika merasakan seseorang menyengol punggungnya dari belakang dengan kuat menggunakan sentuhan bahunya.
"Sok jagoan sih!" cibir Jinga mendengus---mengejeknya lalu gadis itu berlalu begitu saja.
Revie hanya diam saja. Dia segera berjalan ke kursinya. Saat melewati kursi Jinga.
"Aduh," dirinya meringis, merasakan ada sesuatu yang terlempar di belakang tubuhnya.
"Hahaha."
Revie mendengar suara tawa seseorang. Siapalagi kalau bukan Jinga. Dia yakin pasti ulah orang ini. Di lihatnya ke bawah ternyata Jinga melempari gumpalan kertas padanya. Dipungutinya sampah itu, berbalik dia membuang sampah itu pada tempatnya.
"Anak rajin," komentar Jinga tersenyum miring.
Revie tidak memperdulikannya dia mengambil pel untuk mengeringkan genangan air dilantai tadi, ulah si Jinga dan dirinya. Ya, Jingga yang memegang dan dirinya yang menepisnya.
Jadi dia yang harus membersihkannya sebelum guru berikutnya memasuki kelas.
Jinga mana mungkin mau membersihkannya. Kerjaannya hanya menyuruh orang saja bisanya.
Jadwal piketnya saja tidak pernah dilakukannya apalagi ini.
Jinga bangkit dari duduknya dia mendekati Revie. Dengan senyuman devil-nya dia menginjak-injak tempat yang sudah di pel oleh Revie. Kemudian tanpa dosa dia keluar kelas. Revie yang melihatnya hanya menghela napas.
Yang waras mengalah sajalah, batinnya menghibur diri.
***
Salken,
Novie_lix.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gloomy
Teen FictionPs: Remaja 15+ ( Terdapat konten kekerasan ) *** Kebanyakan orang berpendapat bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah dan sulit untuk dilupakan. Namun, bagi seorang Bulan Purnama masa SMA adalah masa yang paling menyakitkan dan tak ingin dikena...