Revie tidak diizinkan lagi oleh Ramli untuk datang ke sekolah. Nanti dia datang saat USBN atau UNBK saja, itupun ujiannya akan dilakukan di ruang guru. Tidak ingin hal-hal buruk terjadi lagi.
Guru privat bertambah lagi untuk mengajari Revie dalam menghadapi ujian nanti.
Ribet sih, tapi mau bagaimana lagi? Murid di sekolah itu bahkan mendemo guru untuk mengeluarkan Revie dari sekolah. Mereka bilang takut pada Revie. Itu semua karena masalah di kantin. Tentunya karena Jinga yang melapor pada pihak sekolah. Karena kelas duabelas, Revie tidak bisa didepak begitu saja. Apalagi ujian sudah dekat. Jalan satu-satunya ya begini.
Selain itu, di sekolah. Namanya tercatat di buku hitam sebanyak dua kali. Pertama karena insiden lemparan basket ke wajah Rudi. Kedua penyerangan brutal terhadap Jinga. Dia langsung dijadikan sebagai pelaku tindakan kejahatan itu padahal banyak orang yang menyaksikannya. Revie tidak seperti itu kalau tidak diusik.
Menurut cerita Belle sih, gitu. Tapi menurutnya sendiri dia tidak merasa melakukan dua kejahatan fatal itu.
Tapi dia tetap disalahkan karena sudah melukai orang sampai masuk ke rumah sakit. Lebay sekali memang si Jinga itu. Kalau dibandingkan dengan perlakuannya di sekolah terhadap Revie itu jauh lebih mengerikan.
Dua hari di rumah sakit. Tidak ada satupun yang menjenguknya kecuali keluarga tentunya. Bahkan mantan sahabatnya pun tidak.
Revie yakin jika dia mulai sekolah. Harinya akan semakin memburuk dan parah. Rebahan sambil mengambar adalah aktivitasnya saat ini. Walau sakit dan kekurangan vitamin membuat tubuhnya lemah, sholat lima waktu tak pernah tinggal. Selain karena kewajiban, satu yang amat disukainya yaitu dapat mengaduh kepada Allah, Tuhannya. Mengenai nasibnya yang begini.
"Sayang ini dimakan ya," bujuk Bella duduk ke sisi ranjang memperhatikan kegiatan anaknya.
"Iya Mah."
"Sekarang makannya. Mamah suapin."
"Nanti aja Mah nanti aku makan kok."
"Nanti, nanti. Nggak boleh. Sekarang makan." Bella mengarahkan sesendok nasi ke mulut Revie yang rapat.
"Nanti ajalah."
"Sekarang," balas Bella tak mau kalah dari anaknya jika itu menyangkut kesehatannya apalagi dalam kondisi sakit seperti ini. Jangan harap lolos. Pujian dan bujukan tidak akan mampu.
"Mamah cantik nanti aja ya makannya."
"Nggak. Sekarang. Titik."
Revie mencebikan bibirnya terpaksa membuka mulut.
"Nah gitu dong," seru Bella tersenyum puas membuat Revie menelan makanannya dengan susah payah. Rasanya pahit. Tidak enak di makan.
***
"Siapa dia Pah?" tanyanya heran melihat seorang nenek yang memasuki kamarnya dengan membawa sebotol air, garam serta dupa.
"Dia yang akan menyembuhkan kamu."
"Memangnya aku sakit apa?"
Karena insiden kemarin. Bella menceritakan semuanya termasuk Revie yang suka menjerit, menjambak rambut, menangis, tertawa, merusak barang. Ramli memutuskan untuk mendatangi orang pintar ke rumahnya.
"Sini nak."
Revie meringkuk ke tepi kasur menjauh dari wanita tua yang mendekat ke kasurnya.
"Nggak. Aku nggak mau."
"Revie nggak papa. Jangan takut sayang."
"Tapi dia mengerikan." Melihat penampilan wanita tua itu yang mengenakan kebaya serta kain model kuno dengan rambut yang disangul membuat bulu kuduknya meremang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gloomy
Teen FictionPs: Remaja 15+ ( Terdapat konten kekerasan ) *** Kebanyakan orang berpendapat bahwa masa SMA adalah masa yang paling indah dan sulit untuk dilupakan. Namun, bagi seorang Bulan Purnama masa SMA adalah masa yang paling menyakitkan dan tak ingin dikena...