[BHW27] You dare me

3.1K 536 54
                                    

Ethan tersenyum ketika melihat Elaine tiba, ia berlari keluar dari kamarnya untuk memeluk Elaine. Beberapa pelayan terkejut melihat pangeran kecil berlari dengan lincah menuruni anak tangga dan tiba tepat ketika Elaine membuka pintu, sebuah senyuman terukir di wajahnya yang tampan.

"Welcome home, Ma!" ucapnya dengan semangat dan bertingkah mengemaskan, tentu membuat Elaine luluh. Sebuah pelukan menjadi hadiahnya dari tentu saja ia membalas pelukan tersebut.

Ethan tidak mendengar suara Elaine, ia merasa pelukkan terasa semakin erat. "Are you alright, Ma?"

Elaine mengangguk kecil dan mengelus rambut Ethan dengan lembut. "How about you? Kenapa jam segini masih berkeliaran?"

"Aku baru saja menyelesaikan tugas melukis," jawab Ethan dengan kedua tangannya masih merangkul di pundak Elaine. "Kenapa kamu baru pulang? Papa terlihat sangat khawatir."

"Bagaimana kalau malam ini aku menemanimu tidur?" tanya Elaine yang mengalihkan pertanyaan Ethan, dan tentu saja Ethan tak akan curiga dengan sikap yang sedang disembunyikan Elaine.

Dengan antusias seorang anak, Ethan menarik Elaine menuju kamarnya. "Let's go!"

"Elaine!" panggil seseorang yang langsung memeluk Elaine dengan erat, tentu saja orang itu adalah suami Elaine yang terlihat khawatir. "Kenapa tidak mengabariku? Biar aku menjemputmu."

Melihat Edric yang terlihat khawatir membuat Elaine tidak sanggup marah, bahkan ini semua murni kesalahannya. Ia pun tersenyum. "Aku bisa pulang sendiri, Edric."

"Bagaimana pestanya? Apa dia menyusahkanmu?" tanya Edric yang menyingkirkan tangan Ethan yang masih menggandeng Elaine, bahkan tanpa merasa bersalah menjauhkan putranya dengan ibunya.

"Papa!" panggil Ethan kencang karena merasa bahwa Edric berniat menggagalkan rencananya untuk tidur dengan Elaine. "Kau bisa bertanya besok. Hari ini biarkan aku bersama mama." Tanpa mendengar ucapan Edric, Ethan langsung menarik Elaine menaiki tangga menuju kamarnya.

"Hey Ethan! Kau mengajakku perang ya? Kembalikan istriku." Teriak Edric yang tidak terima bagaimana anaknya menjadi menyebalkan dan menguasai Elaine.

〰️⚜〰️

Elaine memandang wajah Ethan yang terlelap dalam pelukannya, rambutnya yang lembut dan halus serta wajah tanpa dosa membuatnya betah menatap lebih lama putra kesayangannya walaupun tercetak jelas wajah Edric pada Ethan. Tiba-tiba ia terpikir dengan ucapan Vannia, wanita itu mengakui bahwa dirinya sedang hamil. Elaine mengutuk kebodohannya karena langsung meninggalkan pesta tersebut tanpa meminta bukti apapun, tentu saja itu karena ia sendiri syok karena mendengar bahwa Vannia hamil walaupun sebelumnya Edric pernah berkata semua wanita yang tidur dengannya sudah diberi obat.

Tiba-tiba pintu kamar Ethan terbuka, sebuah kepala muncul dengan wajah memelas menatapnya. "Tidak ada masalah kan?" tanya Edric dengan nada khawatir namun terdengar pelan.

Elaine tersenyum tanpa berniat melepas pelukan Ethan. "Iya baik-baik saja, malam ini aku akan tidur dengan Ethan."

Sejak sepakat untuk memulai semua dari awal, Elaine mulai tidur satu ranjang dengan Edric meskipun masih terasa canggung tapi Edric mampu mengatasinya dan tidak melakukan sesuatu diluar batas kepadanya. Dan malam ini dengan tiba-tiba ia tidur di ruang putranya terasa aneh bagi Edric, bahkan tidak biasa Elaine tersenyum lebar.

"Tidak bisakah kamu pindah? Ethan sudah terlihat sangat nyenyak." Edric kembali membujuk Elaine.

Elaine memandang Ethan, tangannya masih bergerak mengelus rambut putranya. "Hey Edric, bagaimana kalau Ethan memiliki adik?"

Mendengar ucapan Elaine, Edric terkejut dan wajahnya terlihat senang. "Kamu berniat hamil lagi? Baiklah ayo kita buat -"

"Bukan," jawab Elaine cepat dan menoleh ketika menyadari Edric sudah melangkah pelan menghampirinya. "Maksudku, adik tiri."

Langkah Edric terhenti, wajahnya berubah bingung. "Maksudmu adopsi? Kenapa kamu berniat mengadopsi? Apa aku kurang sehat ya?"

Elaine terkekeh pelan, lalu menarik selimut dan mencoba memejamkan mata. "Selamat tidur, pangeran."

〰️⚜〰️

"Selamat pagi, Pangeran Edric."

Pagi yang akhir-akhir ini menjadi pagi paling indah tiba-tiba kembali rusak ketika ia melihat Lady Vannia tersenyum cerah dengan anggun berdiri di depan pintu ruang kerjanya, bahkan wanita bangsawan itu terlihat sangat bersemangat. Ia menegakkan tubuhnya dan menyadari semalaman ia menghabiskan waktu untuk bekerja karena Elaine memilih tidur dengan Ethan, dan pagi ini ia melihat seseorang yang tidak seharusnya menjadi orang pertama ia lihat ketika matahari terbit.

"Kau? Untuk apa ke sini?" tanya Edric dengan tatapan tajam, tak lama pintu kerjanya terbuka yang menampilkan seorang pelayan asing dengan kereta makanan.

"Lady Hedwich menyuruhku untuk tinggal di istana dan melayanimu." Vannia menuangkan teh dan memberikannya kepada Edric. "Aku ingin membuktikan bahwa aku lebih mencintaimu dibandingkan istrimu."

Sebelah alis Edric terangkat, wajahnya terlihat tidak suka ketika Vannia terlihat santai melayaninya selayaknya suami istri. Bahkan dulu ia tidak pernah meminta wanita yang pernah tidur dengannya melayaninya seperti seorang istri, ia lebih suka mereka menghilang setelah menerima hadiah. Pintu ruang kerjanya kembali terbuka dan kini sosok Elaine muncul dengan wajah santai, melirik ke arah Vannia dan kembali menatap Edric yang sudah menatapnya penuh tatapan bingung.

"Mulai saat ini, Lady Vannia akan tinggal di istana ini sampai dia melahirkan." Kata Elaine yang membuat Edric berdiri.

"Apa maksudmu Elaine?" tanya Edric dengan kencang, ia benar-benar tidak mengerti.

"Aku harap kamu bertanggungjawab atas apa yang kamu perbuat, Pangeran," Elaine menatap Edric dengan tatapan dingin, seperti diri Elaine yang dulu. "Lady Vannia mengandung anakmu dan itu artinya kamu harus membuatnya sebagai istri keduamu."

Edric tertawa sejenak lalu melirik Elaine dengan tajam. "Kamu sangat ingin aku memiliki istri selain dirimu ya Elaine? Jadi hanya ini perjuanganmu untuk mendapatkanku?"

"Pangeran, jika anda tidak menikahiku, tidak apa-apa," Vannia mencoba menenangkan Edric dengan memegang lengannya. "Aku terima menjadi selirmu secara resmi."

Tiba-tiba Elaine tertawa kencang, wajah dingin dengan tatapan tajam tadi tiba-tiba hilang dan berubah menjadi tatapan menjijikan yang tentu saja mengarah kepada Vannia. Lalu menarik lengan Edric dan merangkulnya erat. "Kau pikir aku rela kau menjadi istri kedua Edric? bahkan menjadi selir? Maaf Lady Vannia, aku tidak senaif itu." katanya dengan wajah yang benar-benar menakutkan. "Bahkan aku bisa saja membuatmu keguguran agar kau tidak mengusik keluargaku."

Vannia terkejut mendengar dan melihat secara langsung bagaimana wajah Elaine saat ini seperti seorang penjahat, dan seperti rumor yang pernah ia dengar bahwa Lady Hedwich seperti seorang psikopat. "A-apa maksudmu? Aku sedang mengandung anak dari Pangeran Edric dan aku bangsawan terhormat di negeri ini."

Elaine tersenyum miring. "Lalu aku takut? Edric mencintaiku dan aku pun begitu. We will support and care for each other and stay together as a couple."

"Pangeran Edric! Percayalah aku sedang mengandung anakmu." Kali ini Vannia terlihat meminta bantuan pada Edric, namun pria itu cukup terkejut mendengar ucapan yang tegas dari Elaine bahkan rasanya ia ingin memeluk istrinya.

"Lady Vannia," kali ini Edric melangkah maju, meminta Elaine untuk mundur dan meredakan emosinya. "Aku akan sangat menghargai jika kau membawa buktinya, aku akan menanggung segalanya sampai anak itu lahir."

"Aku ingin kau menikahiku!" teriak Vannia dengan frustasi. "Tidak ada satupun pria yang berani menyentuhku selain anda!"

"Itu tidak mungkin," jawab Edric. "Aku calon pewaris tahta yang harus memiliki satu istri sah dalam hidupku, bahkan aku tidak diperbolehkan memiliki selir."

"Ceraikan Lady Hedwich! Dia sama sekali tidak mencintaimu kan? Bahkan kau tidak pernah menyentuhnya sejak menikah."

4. Be His Wife [On-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang