Delapan belas

91 5 0
                                    

Part ini sudah direvisi. Happy reading^_^

***

Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa disini seolah aku yang salah?


***

Setelah kejadian semalam, banyak siswa menatap Nanda seolah kekacauan di acara party Mila adalah kesalahannya. Bahkan sejak tadi telinganya selalu mendengar suara siswi yang menjelekkan namanya.

Sebenarnya Nanda ingin pergi ke kantin namun ia memutuskan untuk berada dikelasnya. Bella paham dengan situasi sekarang dan akhirnya memilih pergi ke kantin sendiri.

Bahkan didalam kelas sekalipun Nanda merasa tak nyaman. Fakta bahwa teman sekelasnya ternyata ikut menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Nanda sempat membatin, apakah sebuah kesalahan jika dirinya pacar Radit. Padahal hubungan mereka sudah lama terjalin dan itu sejak SMP, jauh sebelum Nanda masuk ke sekolah sekarang. Kenapa orang mengklaim berdasarkan hal sekarang, bukan mencari tau terlebih dulu.

Ah, sial kenapa harus sekarang ia mendapat panggilan alam. Dengan berat hati Nanda meninggalkan kelasnya. Sangat tidak lucu jika ada berita seorang siswi SMA mengompol dikelas karena menahan pipis.

Lama didalam kamar mandi, akhirnya Nanda memutuskan untuk keluar. Nanda lama karena sejak tadi mengkawatirkan orang-orang yang menatapnya. Bahkan ia sudah selesai sejak sepuluh menit yang lalu. Nanda ingin menghindari tatapan aneh mereka. Kalau dipikir-pikir, memangnya apa yang terjadi setelah ia dan Radit pulang dari acara party itu, kenapa banyak yang menatapnya sinis.

Tepat saat Nanda membuka pintu kamar mandi, tiga siswi berdiri di depannya sambil melipat kedua tangannya di pinggang.

Nanda berusaha mengacuhkannya dan keluar begitu saja. Tapi sepertinya ketiga orang itu ingin mencari masalah dengannya. Terlihat saat salah satu dari mereka menahan lengannya begitu kuat, lebih tepatnya mencengkram.

"Apaan sih lo!" pekik Nanda sambil menghempaskan tangannya dengan kasar.

Ketiga orang itu menatapnya remeh, membuat Nanda muak melihatnya. Baiklah cukup sampai disini rasa takutnya, Nanda mulai jengah melihat orang-orang menatapnya seperti itu. Untuk saat ini sikap temperamennya harus keluar demi kebaikannya.

"Ck, gue heran kok Radit mau sama cewe beringasan kayak lo. Padahal Mila jauh lebih baik dari lo."

Nanda terkekeh dengan ucapan orang tersebut. Membandingkan dirinya dengan Mila. Ck, asal mereka tau Mila tidak sebaik yang orang pikir. Sungguh akting yang bagus.

"Jadi lo jegat gue cuma mau bandingin gue sama Mila. Ck, dibayar berapa lo sama Mila sampai mau berurusan sama gue."

Ke tiga orang itu hanya diam menatap Nanda tanpa bersuara. Tidak ada pergerakan dari orang dihadapannya, Nanda memutuskan pergi. Sudah Nanda tebak dalang dari semua ini adalah Mila, sebenarnya apa yang di pikirkan cewek itu. Nanda jadi yakin Mila lah orang yang mendorongnya malam itu.

***

Masa bodoh dengan tatapan-tatapan itu, Nanda memilih terus berjalan seolah tak terjadi apapun. Tujuannya hanya ingin cepat sampai di rumah.

Sebenarnya Bella terkejut melihat Nanda bersikap biasa lagi, tidak ada lagi rasa takut atau tidak percaya diri. Bella senang dengan itu tapi juga sedikit khawatir, takut jika sifat lama Nanda yang arogan, cepat marah itu muncul lagi.

"Lo ngapain natap gue mulu sih, jangan-jangan lo mau kayak mereka semua."

Lamunan Bella buyar mendengar suara Nanda yang ketus seperti itu. Ya, sifat yang Bella takuti semakin terlihat. Tapi semoga saja tidak, ayolah Bella kenapa jadi negatif seperti ini.

"Lo sensian amat sih. Gue kan cuma liat sebentar doang, abisnya lo aneh. Tadi gak mau keluar kelas sekarang malah ngajak buru-buru keluar kelas. Awas aja sifat lama lo kambuh lagi."

Nanda meringis mendapat omelan dari Bella. Tapi sungguh melihat Bella marah seperti itu membuatnya sedikit pusing, mengingat Bella kalau sudah marah seperti ibu-ibu yang tidak mendapatkan diskon. Sangat cerewet.

Nanda hanya bisa menghela nafas sambil melanjutkan jalannya. Mengabaikan Bella sejenak, pikirannya masih berfikir keras tentang hal yang terjadi setelah ia pergi kemarin.

Mendengar helaan nafas Nanda membuat Bella sedikit tenang, setidaknya Nanda bisa mengendalikan emosinya.

Hanya Bella yang tau bagaimana sifat asli Nanda yang sebenarnya. Bagaimana Nanda yang sedang emosi, bagaimana sifat Nanda yang arogan dan cepat marah. Bella tau semua dan hanya Bella juga yang dapat mengubah sifat jelek itu menjadi Nanda yang penyabar, Nanda yang tidak arogan ataupun kasar. Hanya Bella yang bisa membuat Nanda berubah meski entah dengan cara apa, itu alasan mengapa Bella sangat berarti di hidupnya.

Nanda menghentikan langkahnya, menatap satu objek yang membuatnya membeku, tentu saja hal itu mengundang rasa penasaran pada Bella. Melihat Nanda berhenti membuat Bella juga harus menghentikan langkanya. Bella mulai mengikuti arah pandang Nanda.

Ia sedikit terkejut melihat Radit tengah berjalan menuju UKS sambil menggendong Mila dengan ala bridal. Sepertinya Mila pingsan lalu dibawa oleh Radit menuju UKS. Tapi pertanyaannya kenapa harus Radit?

"Nda."

Nanda melirik Bella  "Jadi pulang gak?" tanya Bella seolah-olah tak tahu dengan apa yang terjadi.

Nanda tersenyum dan mengangguk. Keduanya mulai berjalan meninggalkan area sekolah yang sejak tadi ingin Nanda inginkan. Sebenarnya terlintas dibenak Nanda tentang kejadian tadi, tapi sudahlah lupakan saja tidak penting juga untuk diingat. Mungkin Radit memiliki alasan untuk itu. Dan mungkin ia akan menanyakannya nanti, mungkin.

Lama menempuh perjalanan akhirnya Nanda sampai dirumahnya. Sama seperti biasanya, hanya ada kesunyian yang menyapanya.

Kakaknya selalu saja pergi saat dirinya pulang. Nanda benar-benar lelah, kepalanya bahkan sejak tadi berdenyut kencang. Seolah ada batu yang menghantamnya. Tubuhnya sejak semalam terasa tidak enak, mulai dari pegal sampai terasa dingin. Untungnya ia bisa mengabaikan rasa aneh itu.

Nanda membaringkan tubuhnya di atas kasur. Membiarkan pakaian sekolahnya menempel ditubuhnya. Bahkan dirinya enggan mengubah posisi tidurannya. Sampai ponselnya berdering, mau tak mau Nanda mengubah posisinya.

Nanda meraih ponselnya kemudian menatap nama yang tertera di layarnya. Ia menghela nafas pelan, tidak ada niatan mengangkat, Nanda menaruh kembali ponselnya. Entahlah, mengingat kejadian tadi membuatnya malas untuk bicara.

Suara ponsel itu terus bergema berkali-kali. Hingga ketiga kalinya, akhirnya suara dering itu berhenti. Mungkin Radit lelah menelponnya karena tak kunjung mendapat balasan.


Nanda membiarkan rasa kantuknya memenuhi dirinya. Matanya terasa berat dan ingin segera di pejamkan, mengistirahatkan sejenak. Benar saja belum sampai sepuluh menit dia memejamkan matanya kini kesadaran sudah sepenuhnya terenggut menjadi alam mimpi.














Tbc....

PACARAN??? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang