Dua puluh sembilan.

60 4 0
                                    

Part ini sudah direvisi. Happy reading ^_^

****

Bolehkan suatu hari nanti gue mikirin Lo?

****

Keadaan sangat canggung diantara mereka berdua, bahkan sudah sepuluh menit bersama belum ada satu kalimat pun yang terucap dari mulut mereka. Sepertinya mereka masih hanyut didalam pikirannya masing-masing.

Jika saja Nanda boleh egois, ia ingin sekali melarang Radit pindah. Rasanya berat sekali jika harus berpisah jauh dengan cowok itu. Meski sekarang ia tak ada lagi hubungan dengannya.

"Nda.."

Nanda menoleh saat namanya dipanggil, bahkan saat itu juga ia tersadar akan lamunannya, "Ada apa?"

"Gue..gue mau ngomong tentang kita."

"Kenapa, bukannya lo bilang hubungan kita sudah berakhir. Gue gak masalah kok, selama bisa buat lo bahagia," ucap Nanda tersenyum.

Sebenarnya ada perasaan tak rela saat ia mengucapkan kata-kata tadi. Tapi apa boleh buat, ia tak bisa mengakuinya didepan Radit.

"Iya gue tau hubungan kita udah berakhir. Tapi meski begitu bukan berarti lo gak bisa jadi temen gue kan."

"Ten..tentu aja kita berteman. Gak ada istilahnya mantan jadi musuh."

Nanda memilih untuk menunduk dari pada harus menatap mata Radit. Sementara Radit ia terus menatap Nanda meski cewek itu terus menundukkan kepalanya.

"Nda.."

"Hm.."

"Lo sakit?"

Nanda menggelengkan kepalanya, masih enggan mengeluarkan suaranya, "Terus kenapa lo nunduk. Apa marah sama gue."

Perlahan Nanda mengangkat kepalanya, meskipun berat tapi ia harus melakukannya, "Gue gak ada hak buat marah dan gue juga gak marah."

"Ini hari terakhir gue disini dan gue gak mau debat dengan lo. Gue harap lo bisa ngerti. Tujuan gue disini cuma mau ngasih ini, ini buat lo."

Radit memberikan sebuah gelang yang terlihat sederhana namun bagus. Gelang itu berwarna merah dengan beberapa pernak pernik yang membuatnya terlihat bagus juga indah. Nanda suka dengan gelangnya tapi entah kenapa ia sama sekali tak tertarik untuk mengambilnya, mungkin karena gelang ini adalah pemberian dari Radit untuk terakhir kalinya.

"Maaf gue cuma bisa kasih itu buat kenang-kenangan dan maaf juga karena harganya gak seberapa. Gue, gue pamit dulu."

Nanda terus memandangi gelang pemberian Radit. Sampai akhirnya ia menyadari bahwa Radit telah pergi dari hadapannya. Menyadari Radit tak ada dihadapannya membuat Nanda bergegas untuk mencarinya dan ia juga tak lupa membawa gelang yang sempat Radit kasih. Setelah kalang kabut mencari cowok itu akhirnya Nanda menemukannya. Ya cowok itu belum terlalu jauh sehingga Nanda masih dapat mengejarnya.

"Radit!"

Merasa namanya dipanggil membuat Radit menghentikan langkahnya. Namun tak membuatnya untuk membalikan badannya.

"Bolehkan suatu hari gue mikirin lo!"

"Itu hak lo, gue gak bisa ngelarang."

Setelah mengucapkan kata itu, Radit kembali melanjutkan jalannya meninggalkan Nanda yang masih mematung. Tanpa disadari Nanda mengeluarkan cairan bening dari matanya. Cairan yang sejak tadi ditahannya dan sekarang cairan itu benar-benar menerobos keluar dengan sendirinya. Ya, Nanda menangis sambil menatap gelang pemberian Radit.

PACARAN??? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang