"Dia yang mencari tidak akan menemukan, namun dia yang tidak mencari akan ditemukan." -Franz Kafka
***
"Rino."
"Angga."
Rino mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Angga. Angga menyambutnya dengan kalem lalu balas bersalaman.
Rino tersenyum, sekilas teralihkan perhatiannya pada rambut biru Angga, namun detik berikutnya dia kembali menatap mata Angga yang sedikit tertutup poni birunya.
Angga hanya tersenyum simpul lalu melepaskan tangannya. Dia memegangi tali ransel hitam di bahunya dengan tangan kiri. Lalu kini dia berkeliling ruangan sambil bersalaman dengan anggota tim yang lainnya.
Rino memperhatikan sweater oranye Angga yang berukuran plus size itu, menjuntai mengikuti gerakan langkahnya yang santai.
Hm, ada sesuatu dari Angga yang membuat Rino...penasaran. Rino tidak tahu apa itu, namun detik pertama dia melihat sosok Angga di pintu dan mereka saling memandang, rasanya ada yang beda dari Angga.
Kesannya Angga misterius dan asing. Seseorang yang sepertinya tertutup. Namun, sorot matanya yang tajam terkesan akrab, seakan kamu mengenalnya sudah lama.
"Woi, ngelamun aja," kata Erik sambil menepuk bahu Rino, membuyarkan lamunannya.
"Paan, Rik," balas Rino pendek.
"Si anak baru tuh ganteng banget, ya. Tinggi. Model kali ya, biru segala rambutnya," Erik berbisik.
Rino tertawa pelan, "Biasa aja. Lo juga semir rambut biru, biar ganteng," katanya.
"Gue? Yang ada bikin sekantor muntaber, No," sahut Erik.
"Tumben lo sadar."
"Sialan lo, No."
Lalu Rino dan Erik sama-sama cekikikan.
Sekarang Angga terlihat sedang bersalaman dengan Kiki. Iya, Kiki yang ditaksir Rino mati-matian. Sebenarnya Rino sudah sering mendekati Kiki dan mengirimkan kode-kode, tapi si Kiki malah sedang nyaman di zona pertemanan.
Rino kadang putus asa, tapi tidak ada kata menyerah dalam kamusnya. Pokoknya, dia coba lagi dan coba lagi.
Tapi, Rino melihat Kiki tersenyum malu-malu sambil menyibakkan rambutnya ke belakang telinga dengan satu tangan. Sial. Kelihatan sekali kalau Kiki tertarik pada Angga.
Beda sekali dengan waktu dia bicara kepada Rino, mukanya datar saja, senyumnya seadanya. Seketika itu Rino langsung merasa dapat saingan berat.
"Rik, Rik. Sial kayaknya si Kiki naksir Angga, deh," gumam Rino pada teman satu mejanya itu.
"Hm? Apa iya?" balas Erik asal. Dia tidak memperhatikan karena mulai kembali berkutat dengan desain di layar komputernya.
"Lo nggak liat apa, si Kiki senyumnya centil gitu sama Angga," kata Rino lagi.
"Aduh, biarin No, jodoh nggak ke mana. Kalo dia jodoh sama Angga, ya udah. Eh salah ya," kata Erik, melirik Rino sekilas.
"Lo-"
"Udaah balik kerjain sana. Lo mau lembur sampe subuh, cuman gara-gara sibuk merhatiin Kiki?" potong Erik.
Rino hanya menghela napas. Dia kembali fokus mengerjakan desain slide presentasi yang harus diselesaikan sebelum jam 7 malam.
***
Rino dan Erik adalah teman satu tim, satu meja, dan dulu satu kampus. Dua cowok jurusan Desain Komunikasi Visual itu seperti ditakdirkan selalu bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
anggrek biru
General FictionRino dan Angga punya hubungan yang aneh di antara dua orang cowok. Saat baru kenal, Rino merasa kalau Angga, desainer grafis junior itu, sikapnya menyebalkan. Namun, sosok Angga yang berambut biru memang terasa beda, juga misterius. Rino tak bisa me...