Rasanya, apa yang diucapkan ayah Rino barusan membuat jiwa Rino terhantam.
Selayaknya semua orang tua normal di muka bumi, tentu mereka ingin melihat anaknya menikah dan hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Itu tidak terkecuali ayah Rino.
Rino tahu ayahnya juga berpikiran terbuka, sama seperti dia. Apalagi, ayahnya juga orang seni.
Tapi, saat-saat yang sedang dilalui Rino saat ini terlalu membingungkan. Bagi dia sendiri saja sudah memusingkan, bagaimana kalau dia harus cerita kepada ayahnya juga.
Sambil melamun, Rino juga teringat Angga. Cowok itu memang lebih muda darinya, mereka berbeda usia dua tahun saja. Tapi, rasanya Angga yang quirky itu orangnya dewasa.
Rino penasaran tentang apa yang akan dilakukan Angga dalam situasi seperti ini.
Apakah orang tua Angga juga sering menanyakan hal yang sama? Lalu, sudahkah Angga coming out?
Seingat Rino, waktu itu Angga pernah bilang, kalau dia bercerita tentang dirinya yang suka cowok, hanya kepada Ruth dan Irma, kakaknya.
Berarti, keluarganya benar tidak tahu, kan?
Rino pun kembali melirik ayahnya yang sedang menghabiskan butir-butir nasinya yang terakhir di piring. Rambutnya mulai beruban satu-dua helai.
Rasanya seperti ada luka di hati Rino saat melihat ayahnya yang sudah mulai menua itu.
Dia tidak mau mengecewakan ayahnya, dan ibunya jika beliau masih hidup. Ya, ibunya yang masih terus dikenang oleh Rino. Dalam kebimbangan, Rino berpikir untuk menjauh dulu saja dari Angga.
***
Tanpa terasa hari-hari berlalu hingga Sabtu datang lagi. Satu minggu terlewati setelah obrolan Rino dan ayahnya saat makan malam ketika itu.
Di kantor, Rino berusaha bersikap biasa saja kepada Angga. Namun, Angga yang peka merasa Rino sedikit berubah, dia jadi lebih kaku.
Meski demikian, Angga tidak bertanya apa-apa kepada Rino. Itu karena Rino tetap ramah dan bercanda tawa dengan Angga.
Hanya saja, kamu pasti bisa merasa kalau seseorang yang sangat dekat denganmu, sedang menunjukkan sikap yang berbeda, kan? Meski dia tidak bilang apa-apa.
Akhirnya, Rino mengajak Angga makan di McDonald's di hari Sabtu ini.
***
Jam makan siang membuat restoran fast food itu ramai. Namun, tidak sampai kepenuhan pengunjung juga. Masih ada kursi kosong untuk Rino dan Angga.
Setelah sama-sama pesan beef burger, kentang goreng dan Pepsi, mereka duduk dengan santai. Sambil menikmati makan siang itu, Rino menceritakan obrolannya dengan ayahnya waktu itu. Angga mendengarkan dengan saksama.
Angga pun jadi sadar kalau ternyata sikap Rino yang sedikit kaku itu, disebabkan oleh hal ini. Dia hanya diam mendengarkan, sambil sesekali mengangguk. Meski mulai merasakan firasat tidak enak, Angga tak mau berasumsi apa-apa juga.
"Gitu, Ngga. Terus, gue mau nanya sama lo," kata Rino.
Angga meneguk Pepsinya. Dia lalu menoleh kepada Rino. Rasanya, ada angin semilir berhembus di hati Rino saat menatap kedua mata Angga yang teduh itu.
"Hm? Nanya apa?" tanya Angga dengan suaranya yang dalam.
Rino diam sebentar. Dia mengabaikan perasaan sedih dan kesal yang sebenarnya dirasakannya, dan ganti bertanya pada Angga.
"Kalo, gue butuh waktu buat, jaga jarak dari lo gimana? Biar gue bisa mikir."
Sepintar-pintarnya Angga menebak semua cerita Rino, dia tetap kaget mendengar pertanyaan Rino barusan. Jujur Angga merasa sedih. Dia pun kecewa namun bisa apa.
Itu membuat Angga terdiam lama tanpa menjawab Rino. Angga sangat menyukai hubungannya dengan Rino saat ini. Dia pun tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Rino.
Saking dekatnya, hati Angga sepertinya mulai jatuh. Angga jatuh hati pada Rino. Bukan sekedar suka-sukaan saja.
Tapi, kenapa di saat begini takdir malah berkata lain? Angga merasa marah pada takdir. Entahlah.
"Maksud lo, lo butuh waktu buat ngejauh dari gue, biar lo sendiri dulu?" ulang Angga.
Kata-katanya lebih lugas. Namun, nada bicaranya tetap kalem seperti biasanya.
Mendengarnya membuat Rino terkesiap. Mau memprotes omongan itu tapi yang dikatakan Angga benar.
"Hm, kurang lebih kayak gitu, Ngga," jawab Rino.
"Gue mau kita tetep temenan kayak biasanya. Tapi, coba nggak pake perasaan yang lebih dari itu?"
Di situlah Angga merasa hatinya seperti retak.
Sungguhan, cowok macam apa Rino ini?
Angga mau menyebutnya labil, namun siapa yang tidak begitu, kalau dia straight dan tahu-tahu bisa merasa tertarik pada cowok?
Mau marah juga rasanya tidak berhak karena Angga dan Rino tidak pacaran.
Lagipula, waktu itu Angga juga meminta Rino jujur, ketika perasaannya tiba-tiba berubah. Mau tidak mau Angga merasa respect dengan kejujuran Rino.
Akan tetapi,
tadinya langitnya cerah, bahkan sedang tidak ada awan. Namun, tiba-tiba saja suasana hati Angga membuatnya merasa dirundung mendung. Mendung yang sangat gelap.
Angga seakan bisa menebak arah semua perbincangan ini. Pada akhirnya, mereka akan berpisah juga. Sudah jelas.
"Nggak pake perasaan lebih dari temen, No? Oke. Kalo itu buat lo, gue gapapa," jawab Angga.
Dia seperti bisa mendengar retakan yang lebih keras di hatinya.
Sejujurnya, Rino merasa dirinya seorang jerk. Waktu itu, Rino terang-terangan mengaku kalau dirinya merasa dia dan Angga lebih dari teman. Sekarang, yang dia minta sebaliknya. Apa maunya?
Rino tidak mengerti bagaimana dia bisa terjebak dalam situasi ini.
Sebenarnya, pemikirannya sederhana. Dia bukan ingin memacari cewek, namun Rino hanya sangat takut mengecewakan ayahnya.
Apalagi, semakin dia dekat dengan Angga dan terus bersamanya, bisa-bisa dia jatuh cinta sungguhan pada cowok itu.
"Beneran lo gapapa, Ngga?" tanya Rino memastikan.
Angga tersenyum penuh simpati. "Gue kenapa-napa, sih. Tapi, kayak yang gue bilang. Kalo itu buat lo, gue gapapa."
Rino hanya diam memandangi Angga.
Angga pun menatap kedua mata Rino, yang hari ini tidak berbinar seperti biasanya.
***
Rasanya Angga bisa kacau kalau tidak curhat ke Ruth. Keesokan harinya, Minggu, mereka berdua ketemuan di Kedai Kopi D, yang sudah jadi langganan sejak zaman kuliah. Angga sudah bercerita semuanya barusan.
"Anggrek, gue sejujurnya juga nggak bisa komentar banyak. Soalnya posisinya Rino, kan, dia ini aslinya straight. Dia pasti syok pas sadar kalo dia bisa suka sama cowok. Terus, pas dia lagi nyoba ngeyakinin dirinya sendiri, bokapnya ngomong gitu."
Kata-kata Ruth seratus persen benar, menurut Angga. Dan itu juga yang membuat hati Angga makin teriris. Perih rasanya. Angga lalu meneguk kopinya biar lebih rileks sedikit.
"Semuanya bakal baik-baik aja, kok, Nggrek. Gapapa," kata Ruth sambil menepuk-nepuk lengan Angga.
Kehangatan Ruth membuat Angga tersenyum. Senyuman penuh luka.
"Mungkin, gue jatuh cinta beneran sama Rino. Habis, gue ngerasa nggak rela kalo dia nglepasin gue, Ruth," gumam Angga sambil setengah melamun.
Ruth hanya bisa memandangi sahabatnya itu dengan tatapan penuh keprihatinan.
***
Maunya Angga benar-benar menjalani hubungannya dengan Rino, persis seperti yang Rino minta saat mereka makan siang bersama di McDonald's. Berteman tanpa melibatkan perasaan yang lebih dari itu.
Namun, makin hari sikap Rino semakin berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
anggrek biru
General FictionRino dan Angga punya hubungan yang aneh di antara dua orang cowok. Saat baru kenal, Rino merasa kalau Angga, desainer grafis junior itu, sikapnya menyebalkan. Namun, sosok Angga yang berambut biru memang terasa beda, juga misterius. Rino tak bisa me...