bab 22

3.8K 423 5
                                    

Erik terlihat syok. Dia memandangi Rino dengan tatapan apa-lo-udah-gila. Lalu Erik menanyakan hal yang konyol kepada Rino.

"LO NGAPAIN? Lo mabuk sama Angga? Habis minum?" tanya Erik.

Rino mengatupkan bibir. "Enggak, Rik."

"GIMANA CERITANYA?" tanya Erik lagi.

"Lo jangan ngegas, dong, Rik."

"Gimana gue nggak ngegas, bego."

Rino diam sebentar. Dia menyeruput es jeruknya. Dia lalu memandangi rokok dan korek api punya Erik di meja. Erik memang merokok, tapi Rino tidak. Lalu, Rino kembali menatap Erik.

"Itu ya, terjadi gitu aja," jawab Rino seadanya.

Erik mengerutkan alis. Wajahnya menunjukkan ekspresi tidak percaya sekaligus kesal.

"Terjadi gitu aja?" ulang Erik.

"Bentar, ini apa ada hubungannya sama waktu lo nanya-nanya soal gay itu?"

Rino mengangguk. "Iya, Rik."

"Lo ciuman aja? Atau," Erik bertanya, antara gatal dan penasaran.

"Ya iya, Rik. Lo mikir ke mana? Haduh," gerutu Rino. Erik jadi meringis.

Meski begitu, Erik sangat peka. Dia merasa sebenarnya ada cerita panjang di balik semua ini. Namun, tampaknya Rino belum siap untuk menceritakan semuanya.

Tetapi, Erik tetap saja menanyainya. "Lo mau cerita, nggak, nih?"

Rino menghela napas. Dia masih merasa tidak yakin kalau menceritakan tentang Angga yang seorang gay pada Erik. Entah kenapa rasanya Rino ingin menjaga privasi Angga itu.

Kalau Angga sendiri tidak open, bukankah berarti dia memang tidak terbuka soal orientasinya itu?

Rino akhirnya menjawab Erik, "Sebenernya iya, sih, Rik. Gue pengen banget cerita ke lo. Tapi, buat sekarang yang gue bisa ceritain, cuman, gue nggak yakin gue itu straight atau, yah."

"Fuck. Serius, No? Ini, lo kebawa suasana gitu, apa lo habis ke gay bar X itu sama Angga?" tanya Erik, tidak bisa menahan penasarannya.

Ada gay bar X yang terkenal di kota itu.

"Enggak, enggak. Gue nggak ke tempat gitu. Gue bakal ceritain nanti, Rik. Yang barusan itu anggep aja spoiler," kata Rino.

"Lo kira pilem? Ya udahlah. Gue cuma bisa oke kalo lo gitu," kata Erik pasrah.

Rino tersenyum datar sambil menatap sahabatnya itu. Erik memang pengertian.

***

Sesampainya di rumah, Rino merenung. Akhir-akhir ini dia makin jarang bertemu ayahnya karena keduanya sama-sama sibuk.

Lagipula, sedekat-dekatnya hubungan mereka, rasanya memang tidak harus keduanya menghabiskan waktu bersama tiap hari kapanpun bisa bertemu.

Bisa dimaklumi, masing-masing sudah punya kesibukan sendiri. Ditambah lagi, mereka juga masih tinggal satu atap. Soal ketemu itu gampang.

Tetapi, di tengah malam ini Rino jadi melamunkan Angga. Dia merasa bersalah sudah mengata-ngatai Angga gampangan. Kok, dia jadi kasar, ya?

Lagian, lo siapa gue, No? Pacar juga bukan.

Uh, itu menyakitkan sekali, kalau dirasa-rasa lagi. Rino kesal pada dirinya sendiri. Dia ingin dekat dengan Angga. Rino mau Angga tahu kalau dia peduli kepada Angga. Rino ingin Angga paham bahwa dia ingin melindungi Angga.

Sebagai teman?

Entahlah.

Rino merasa dia bisa gila kalau begini terus. Akhirnya, dia membuat keputusan gila sekalian.

anggrek biruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang