bab 4

5.8K 690 18
                                    

"Lo masuk dulu, deh," kata Rino. Dia lalu membuka pintu ruang tamunya.

Angga mengangkat alis lalu mengikuti Rino masuk. Rumah itu gelap seisinya karena tidak ada orang. Jadi, tadi tidak ada yang menyalakan lampu.

Rino langsung menyalakan lampu ruang tamu terlebih dulu. Saklar itu berada di dinding, bersebelahan dengan foto keluarga Rino bertiga dengan ayah dan ibunya.

"Itu bokap nyokap lo?" tanya Angga dari belakang Rino.

Rino sedikit kaget karena tidak tahu Angga berada di situ, setelah menyusul masuk tadi.

"Iya, Ngga," jawab Rino sambil memutar badan.

Angga sedang berdiri di depannya. Namun, dia terlihat asyik mengamati foto keluarga Rino.

Rino bisa melihat mata Angga yang rasanya tajam sekali. Itu mata apa pisau, pikir Rino.

"Itu foto kapan, No? Muka lo kayak masih polos," Angga tersenyum tanpa mengalihkan pandangan dari foto tersebut.

Rino sepertinya malah terlalu asyik memperhatikan poni biru Angga. Menyadari Rino seperti bengong, Angga menoleh kepada Rino. Angga lalu memiringkan kepalanya.

"Lo ngeliatin apa? Rambut gue?" tanya Angga.

Rino langsung mengerjapkan matanya. Sial, Angga itu geer-an sekali. Sayangnya, dia benar juga.

"Iya itu foto pas gue awal kuliah, dan lo geer banget, sih," jawab Rino kesal. Angga meringis.

Rino lalu beranjak untuk menyalakan seluruh lampu rumah.

"Lo duduk Ngga. Gue mau nyalain lampu-lampu," kata Rino lagi.

"Oke," balas Angga lalu duduk di sofa.

Angga tersenyum sendiri mengingat ekspresi Rino saat menjawab pertanyaannya tadi. Manis.

Selang beberapa saat kemudian, Rino membuat dua gelas kopi untuknya dan Angga. Barusan Rino memberikan segelas kopi ke Angga.

Rino kemudian duduk di sofa dekat Angga tapi tidak bersebelahan. Sementara, Angga meneguk kopi panas yang dibuatkan Rino. Lalu, Angga menaruh gelasnya di atas meja.

Mereka berdua duduk-duduk di ruang tamu. Rumah Rino memang minimalis tapi modern. Semua interiornya simpel dan nyaman.

"Nyokap gue udah nggak ada, Ngga. Pas gue SMP," kata Rino, menjawab pertanyaan Angga yang tadi saat akan masuk rumah.

"Oh, sori No. Gue nggak tau. Boleh tau beliau kenapa?" balas Angga.

"Nyokap sakit waktu itu. Ya, udah takdirnya. Gue sama bokap doang sekarang," kata Rino.

Angga menatap Rino penuh simpati. Rino menyadarinya dan jadi sedikit kikuk. Ada sesuatu dalam tatapan Angga yang membuat Rino selalu merasa aneh.

"Lo masih sering keinget nyokap lo, ya?" tanya Angga tiba-tiba.

Kedua mata Rino melebar. "Iya, sih. Kadang," jawabnya.

"Dan kayaknya lo nggak punya sodara, No?" tanya Angga lagi.

"Iya gue anak tunggal," jawab Rino sambil tersenyum.

Angga mengangguk. "Nggak sepi lo?" tanyanya.

"Gue udah biasa, Ngga. Jadi ya, biasa aja, sih," kata Rino.

Dia meletakkan cangkir kopinya di meja. Angga melakukan hal yang sama.

Sesaat mereka berdua hanya diam. Angga terlihat mengecek hp-nya. Wajahnya terlihat serius, terkadang menyipitkan mata sambil scroll-scroll layar hp. Sesekali dia menyisir rambut birunya asal dengan jari-jari tangannya.

anggrek biruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang