Rino merasa senyum Angga menyejukkan. Segala sesuatu tentang Angga itu adem. Memang iya, Angga tersenyum untuk membuat hati Rino adem.
Angga begitu karena dia mau bercerita kalau Kiki sudah punya pacar. Dan, dia sama sekali tidak sedang mendekati Kiki.
"Gue nggak lagi deketin Kiki, No. Tapi, gue rasa lo perlu tau sesuatu, deh. Penting," kata Angga.
Rino mengangkat alis. "Apaan, Ngga?"
"Si Kiki itu udah punya cowok. Gue juga kenal sama pacarnya dia itu," jawab Angga.
Dia menatap kedua mata Rino sambil menunggu reaksinya.
Rino terbelalak. Dia kaget mendengar kata-kata Angga. Rino tidak menyangka kalau Kiki sudah punya pacar.
Selain itu, pacarnya Kiki itu teman Angga? Kok, kebetulan banget. Apa ini, mereka lagi main sinetron?
"Sori ya, lo taunya malah dari gue," kata Angga lagi, merasa bersalah entah kenapa.
Dia sedikit bimbang melihat Rino yang tidak kunjung berkata apa-apa. Tetapi, Angga merasa perlu memberitahukannya kepada Rino.
"Oh. Wah, kejutan banget ini buat gue. Ahaha," kata Rino akhirnya.
Angga mengangkat alis karena Rino terlihat santai.
Apa Rino memang pedekate-nya tidak serius? pikir Angga.
Terkadang ada cowok yang terpicu untuk terus pedekate, meski tahu cewek yang didekatinya sudah punya pacar. Namun, Rino bukan tipe seperti itu. Itu bukan gaya Rino.
"Lo nggak apa-apa, No?" tanya Angga.
"Enggaklah. Emang nggak jodoh kali," balas Rino, meringis.
Angga tersenyum. "Cie yang sok tegar. Tapi gue nggak ada maksud apa-apa ngomong ini ke elo. Gue cuma, nggak pengen lo pedekate tanpa arah, No."
Rino menoleh. Dia menatap kedua mata Angga yang teduh itu.
Anehnya, Rino tidak merasa marah atau sedih atau kecewa, saat tahu kalau Kiki sudah punya pacar. Memang semakin hari aksi pedekate Rino makin tidak jelas pula, antara iya dan tidak.
Rino pun menyahuti Angga, "Pedekate gue emang udah nggak jelas, Ngga. Dan berkat lo, jadinya gue nggak kehilangan arah."
Angga terkejut mendengar kata-kata Rino. Dia tidak menyangka Rino yang tingkahnya konyol itu bisa berkata-kata cheesy, tapi menurutnya berkesan di hati.
"Apaan, No. Jadi gue kayak Google Maps, dong," kata Angga.
"Ya kali," sahut Rino. Angga tertawa.
Begitu saja, Angga seketika merasa nyaman berada di dekat Rino.
Cowok dengan mata berbinar itu membuat Angga merasa ingin mengobrol tentang kehidupan dan kehawatiran. Hal-hal yang mendalam, yang suka muncul di benaknya saat dia melamun.
Angga lalu bertanya, "No, kalo gue cerita tentang masa lalu gue, lo bakal dengerin?"
Rino menatap ke dalam mata Angga. Lantas Rino mengangguk dengan kalem.
"Cerita aja Ngga," kata Rino.
Setelah Rino mengiyakan, Angga bercerita tentang dirinya dan 'mantan-mantan'nya.
Mulai dari Bagas yang ditaksirnya waktu SMP. Kemudian, Gilang yang jadi partner in crime Angga. Lalu terakhir, Yudha yang singgah lama di hati Angga, tapi akhirnya dia pergi juga.
Angga menceritakan semuanya dengan terbuka. Hanya satu yang tidak diceritakan oleh Angga, yaitu bahwa dia gay.
Angga hanya bilang 'mantan calon gebetan waktu SMP', 'mantan temen ena-ena pas SMA', dan 'mantan sungguhan yang meninggalkannya untuk menikah dengan orang lain'.
Rino pun mendengarkan dengan saksama. Dia mengangguk, sesekali terbelalak karena kaget.
Di tengah-tengah momen bercerita, Angga kadang tidak bisa menahan tawa saat melihat ekspresi Rino. Habis, ekspresinya malah terlihat konyol bagi Angga.
Namun, yang paling tidak disangka adalah perasaan nyaman itu. Rasanya seperti saat kita berkenalan dengan teman baru dan tahu-tahu saja klik dengan dia.
Akhirnya, kita bercerita semuanya tentang kita. Hal-hal yang biasanya kita simpan sendiri, rahasia yang tertutup rapat-rapat.
Sesuatu dalam diri orang itu membuat kita merasa bahwa dia orang yang bisa dipercaya.
Dan, semuanya terjadi begitu saja tanpa terencana.
Angga tiba-tiba saja merasakan hal seperti itu terhadap Rino.
Tak berapa lama kemudian, Angga pun selesai bercerita. Dia mengakhirinya dengan mengangkat bahu. Arti angkat bahu itu adalah dia merasa kalau hidup memang tidak bisa ditebak. Tidak ada yang dapat dipastikan.
Rino melongo mendengar semua cerita Angga. Dia lalu menyeruput kopinya.
Angga bercerita tidak hanya untuk curhat. Tetapi, Angga juga ingin Rino tahu kalau Angga pun pernah mengalami patah hati, sama seperti Rino. Jadi, Rino tidak sendiri.
Mendengar cerita Angga, Rino masih cukup terkejut. Rino mengatupkan bibir sambil geleng-geleng kepala.
Angga meringis. "Kenapa, No?"
Rino hanya mengangkat alis sambil terus geleng-geleng kepala.
Angga menyisir rambut birunya dengan jari-jari tangannya. Dia lalu menopangkan dagu pada satu telapak tangannya, sikunya menumpu di meja. Angga memiringkan kepalanya sambil tersenyum menatap Rino.
Gila, pas gini dia emang keliatan manis banget mampus, Rino membatin.
Namun, apa yang diucapkan Rino selanjutnya malah membuat Angga tergelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
anggrek biru
General FictionRino dan Angga punya hubungan yang aneh di antara dua orang cowok. Saat baru kenal, Rino merasa kalau Angga, desainer grafis junior itu, sikapnya menyebalkan. Namun, sosok Angga yang berambut biru memang terasa beda, juga misterius. Rino tak bisa me...