Rasanya hal yang diucapkan Erik itu menyadarkan Rino begitu saja. Dia merasa tertampar.
Selama ini juga, bukankah Rino selalu jadi bad guy-nya yang memutuskan mantan-mantannya, karena dia tidak mau terluka karena cinta? Tapi, justru dengan caranya yang seperti itu, dia malah membuat orang lain terluka.
Barangkali, dulu dia belum dewasa. Sekarang pun dia masih terus berada dalam proses menuju kedewasaan. Rino tidak mau percaya diri menyebut dirinya sekarang lebih dewasa atau apa. Dia hanya jadi lebih terbuka, dan memahami banyak hal baru.
Rino pun sadar, selama ini sebenarnya dia hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia tidak mau tahu kalau apa yang dilakukannya itu melukai orang-orang yang sayang padanya. Terutama, pasangan dia.
Sepertinya, Rino merasa siap untuk mulai berubah. Bukan, bukan jadi power ranger. Maksudnya, mengubah sikapnya yang selama ini kekanak-kanakan.
Setidaknya, dia ingin mulai mencoba untuk menjadi orang yang lebih baik. Bukan hanya untuk dirinya sendiri. Tetapi, juga untuk orang lain. Orang-orang terdekatnya.
***
Di weekend kali ini, Angga sedang tidak punya acara apa-apa. Minggu lalu dia keluar bersama teman-teman kuliahnya untuk nongkrong santai. Mereka mengobrol ini itu, dan keasyikan tersebut cukup mengalihkan perhatian Angga dari Rino.
Namun, hari Minggu ini Angga sedang di rumah saja. Mamanya keluar untuk pergi shopping dengan Seli. Irma sedang hangout dengan teman-temannya.
Lagipula, waktu itu dia sudah bertemu Irma dan karena Seli tidak ikut, Angga jadi bisa bercerita panjang lebar tentang Rino. Sekarang Angga sedang melamun, sih. Dia merenung. Angga merasa rapuh sekali. Perasaan ini mirip dengan ketika dia berpisah dari Yudha kala itu.
Rasanya, bagi Angga, apa yang ada di antara dia dan Rino itu seperti madu dan racun menjadi satu. Itu manis sekali tapi sayangnya juga beracun. Semakin lama dan makin banyak dia mencicipinya, dia akan mati perlahan-lahan. Benar, itu mematikan.
Sekali lagi, Angga benar-benar tahu kalau Rino itu straight. Namun, kenapa dia terus saja menerjang bahaya itu, dan tetap jalan dengan Rino?
Akan tetapi, kali ini Angga sudah benar-benar pasrah. Mungkin, Angga orang yang tenang dan kalem. Dia juga seringnya mengalah. Namun, jika dia sudah mantap akan satu hal, dia pasti melakukannya.
"Yang udah terjadi, ya udaah. Yang bakal terjadi, terjadilaah," gumam Angga.
Lagipula, kalaupun dipikirkan terus juga tidak ada gunanya. Itu tidak akan mengubah apa-apa.
Oh, buat ganti suasana dan mood, Angga sekarang juga menindik telinganya. Dia merasa Gilang terlihat keren banget dengan tindikannya. Rasanya, Angga juga ingin melepaskan kekesalannya dengan menindik telinganya seperti itu.
Hm, kalau dilihat-lihat lagi, Angga makin terlihat seperti idol saja. Nampaknya mengesalkan kalau dia jadi sekeren itu sekarang.
***
Hari Senin datang lagi. Ah, iya. Datang lagi hari di mana Angga harus bertemu Rino. Mau bagaimana lagi? Mereka juga sekantor. Mau tidak mau, tak dapat dihindari, mereka pasti ketemu tiap hari. Mengingat getirnya hubungan mereka, semuanya sudah terlanjur terjadi juga.
Kalau saja dulu Angga tidak mengikuti perasaannya, dia dan Rino mungkin sekarang berteman biasa saja. Akrab, seperti Angga dengan Alvin, Kiki dan juga Erik. Dekat, tapi tidak melibatkan perasaan yang berlebihan dan tak semestinya.
Sayangnya, Angga tidak begitu. Dia terus saja menuruti perasaannya yang sebenarnya terlarang itu. Padahal dia juga tahu kalau Rino itu straight. Tapi... sudahlah.
Suasananya jauh lebih tenang sekarang. Meskipun Angga masih mencoba berdamai dengan perasaannya sendiri. Setidaknya, kini dia lega karena semua sudah jelas. Dia sudah jujur kepada Rino kalau dirinya menyerah. He has nothing to lose now.
Satu lagi, Angga mungkin jadi lebih geer-an, tapi dia merasa makin pede dengan tindikan barunya. Tadi dia berkaca dan melihat gayanya makin oke saja. Bolehlah narsis sedikit. Supaya hatinya tidak perih-perih amat.
***
Jam istirahat tiba. Rino ingin ke A-Mart untuk mencari camilan. Dia pun pergi sendirian. Saat akan keluar, Rino berpapasan dengan Angga yang juga sedang berjalan sendiri.
Mereka berada di depan kantor dan anginnya berhembus pelan. Itu membuat rambut biru Angga tertiup angin perlahan. Rino merasa... Angga terlihat indah.
Angga menoleh pada Rino, lalu dia tersenyum. Seperti ada anak panah melesat ke jantung Rino.
"Lo makin cakep, Ngga," gumam Rino. Rasanya Angga terkejut mendengarnya, sampai dia berhenti sebentar.
Sial! Angga sedang berdamai dengan perasaannya. Tahu-tahu saja Rino berkata seperti itu kepadanya. Semua ini tidak akan berjalan mulus untuk Angga, dia pun menyahuti Rino,
"Hmm, thanks?" itu saja katanya.
"Lo sekarang tindikan? Keren, Ngga. Cocok," kata Rino lagi.
Nggak ada yang nanya pendapat lo, dan kenapa lo terus muji gue, cecunguk?
Angga hanya bisa mengumpat dalam hati. Dia menatap kedua mata Rino... hm? Angga tidak ingin berlebihan, tapi dia bisa melihat binar mata Rino, persis seperti ketika mereka berada di pantai waktu itu.
"Hmm, thanks, No. Hehe. Gue ke dalem, yaa," kata Angga bermaksud berpamitan. Memang tujuan mereka berlawanan. Rino sedang ingin keluar mencari camilan, dan Angga habis dari luar mau kembali ke dalam.
Rino memegangi tangan Angga, menahannya agar tidak pergi. "Ngga," panggilnya. Suaranya bernada serius. Angga berhenti. Dia menoleh dan menatap Rino.
Rasanya, mereka seperti sedang berada dalam gerakan slow motion di sebuah video musik. Rino melepaskan tangannya dari tangan Angga.
"Ntar pulang kantor, gue pengen ngomong sama lo," kata Rino.
Sumpah Angga merasa jantungnya seperti mau copot. Padahal, dia juga tidak bisa menerka apa yang ingin dikatakan Rino. Tapi, cara bicara Rino benar-benar mirip seperti waktu mereka di pantai saat itu.
Apakah ini pertanda baik? Angga sudah kapok. Dia tidak mau berandai-andai.
"Lo mau ngomong apa, No? Sekarang, kan, gapapa," kata Angga dengan tenang. Berusaha tenang. Kali itu, mereka memang sama-sama mendapat giliran shift pagi. Jadi, pasti pulangnya juga kemungkinan besar bersamaan.
"Nggak bisa sekarang ngomongnya, Ngga. Nanti aja pas pulang kita ke rooftop," kata Rino.
KAMU SEDANG MEMBACA
anggrek biru
General FictionRino dan Angga punya hubungan yang aneh di antara dua orang cowok. Saat baru kenal, Rino merasa kalau Angga, desainer grafis junior itu, sikapnya menyebalkan. Namun, sosok Angga yang berambut biru memang terasa beda, juga misterius. Rino tak bisa me...