"Please be my eternity. Please call my name. Run away with me." -Tomorrow X Together, Run Away.
***
"Nggak bisa sekarang ngomongnya, Ngga. Nanti aja pas pulang kita ke rooftop," kata Rino.
Angga hanya terdiam sambil mengatupkan bibir. "Oh, gitu. Oke," kata Angga, tidak tahu harus menyahuti apalagi.
***
Jam demi jam berlalu dengan cepatnya. Tahu-tahu sudah waktunya pulang saja.
Beruntungnya, entah bagaimana hari ini juga tidak ada deadline dadakan untuk tim Rino dan tim Angga. Jadi, jam kerja keduanya selesai di waktu yang berbarengan.
Erik sudah tahu tentang apa yang akan Rino katakan kepada Angga. Dia merasa salut juga pada sahabatnya yang labil itu. Kali ini, Rino benar-benar berani. Nekat malah.
"Rino, semangat ya," kata Erik sambil menepuk bahu Rino.
Erik sudah memakai jaket biru dongkernya sambil menyampirkan tas selempangnya di satu bahu. Erik mau pulang duluan.
"Yoi, Rik. Thanks. Lo terbaik," sahut Rino.
Dia tersenyum kepada Erik. Erik meringis lalu ngacir keluar.
Rino melirik ke arah meja Angga. Dilihatnya Angga sedang berbicara dengan Alvin dan Kiki. Angga tidak sadar kalau Rino memperhatikannya.
Tidak lama kemudian, Alvin dan Kiki juga pulang duluan. Keduanya pun menyapa Rino sambil berpamitan. Rino tersenyum kepada mereka berdua.
Dia lalu kembali celingukan memperhatikan meja Angga. Terlihat Angga baru saja selesai berkemas.
Angga lalu mendongak dan langsung berpandangan dengan Rino. Itu membuat Angga berkedip-kedip tanpa ekspresi. Rino memandanginya tanpa berkedip lalu dia berkata pada Angga dari jauh,
"Ayok ke atas," bisiknya sambil mengacungkan telunjuknya untuk menunjuk ke atas, maksudnya mengisyaratkan rooftop.
Rino lalu berdiri dan beranjak dari mejanya.
Angga hanya diam lalu mengikutinya.
***
Rooftop kantor memang didesain dengan cozy. Ada tempat duduknya, dengan dihiasi tanaman hijau dan bunga-bunga di sekeliling area tersebut.
Orang-orang jarang ke rooftop. Biasanya, sesekali saja waktu jam istirahat kalau mereka benar-benar ingin menyendiri, mungkin sambil merokok.
Lagipula, rooftop itu juga tidak tinggi-tinggi amat, karena kantor tersebut hanya berlantai dua.
Namun, ruangan di dalamnya memang amat sangat luas. Jadi, meskipun tidak berlantai sampai tinggi sekali, tapi karyawannya berjumlah banyak.
Rino dan Angga berdiri bersebelahan sambil menyandarkan kedua tangan dan badan mereka, di tembok rendah yang mengelilingi seluruh area rooftop. Mereka melihat ke bawah sambil memperhatikan jalan raya.
Rino lalu mulai bicara begitu saja,
"Ngga, maafin gue, ya. Gue salah udah suka sama lo. Salahnya, gue mau sama lo, tapi nggak berbuat apa-apa buat mertahanin lo. Gue jadi jerk," Rino mengakhiri permintaan maafnya.
Sekelebat Rino teringat Yudha, mantan Angga itu.
Angga lantas menatap langit di kejauhan. Mulai ada semburat oranye dan pink dari matahari yang terbenam pelan-pelan.
"Gue udah maafin lo, No. Gapapa, yang udah terjadi ya udah. Lagian, gue nggak bisa maksain orang lain, buat sepemikiran dan sehati sama gue," kata Angga.
Rino diam sebentar.
Dia lalu mengucapkan sesuatu yang sudah diyakininya, "Gue baru sadar, Ngga. Gue nggak mau jadi orang yang cuma ada di masa lalu lo. Gue pinginnya ada di masa sekarang sampe nanti sama lo."
Angga benar-benar tertegun mendengarnya. Apa yang dikatakan Rino barusan?
Kalau boleh, Angga mau Rino mengucapkannya lagi, dengan lebih lantang, lalu Angga merekam suaranya atau merekamnya dalam sebuah video.
Rino lalu melanjutkan, "Gue emang sempet kabur dari lo, Ngga. Sekarang, gue bakal tetep kabur."
Mendengar itu membuat Angga mengerutkan alis. Dia tidak memahami maksud perkataan Rino.
Ekspresi polos Angga membuat Rino merasa ingin menciumnya saat itu juga.
Namun, kemudian, Rino hanya berkata,
"Sekarang gue bukan kabur dari lo, tapi gue kabur sama lo, Angga."
Oh. Wah.
Kata-kata Rino itu terdengar manis banget. Apa dia sungguhan?
Angga merasa terharu mendengarnya. Dia mengerti maksudnya, Rino mau kabur saja dari segala persepsi orang, dan Rino mengikuti kata hatinya untuk bersama Angga.
Gue bukan kabur dari lo, tapi, gue kabur sama lo.
Itu membuat Angga senyum-senyum sendiri. Sesaat dia lupa kalau dirinya sedang dalam masa melupakan Rino.
Sekarang, bagaimana bisa Angga melupakan cowok itu? Apalagi setelah Rino bilang seperti itu barusan?
Seketika Angga merasa diberi harapan oleh Rino. Namun, dia juga tidak mau berharap apa-apa. Dia hanya menerima harapan itu saja. Sudah. Tidak lebih.
Di saat Angga tidak memikirkan apa-apa tentang hubungannya dengan Rino, tahu-tahu Rino bertanya kepadanya,
"Ngga, kalo kita mulai dari awal lagi, gimana?"
Kedua mata Angga melebar. Dia lantas menoleh ke Rino. Angga memandangi Rino dengan ekspresi kaget yang tidak bisa disembunyikannya.
Rino terlihat serius sambil menatap kedua mata Angga dengan ekspresi meminta jawaban.
Fuck, terserah. Yang udah terjadi, biarlah. Yang bakal terjadi, terjadilah.
Angga mengulang motto hidupnya itu dalam hati. Dia memandang Rino.
Angga lalu bertanya, "Gue bisa percaya sama lo?"
"Bisa banget," jawab Rino yakin.
Sorot mata Angga yang tajam itu terlihat teduh di mata Rino.
"Oke, gue coba percaya," kata Angga kemudian.
"Makasih, Anggrek Biru. Makasih, Ngga," ucap Rino dengan tulus.
Angga cuma mengangguk sambil tersenyum lewat sorot matanya. Rino ikut tersenyum, dia merasakan kelegaan di dalam hatinya.
Dalam hati juga, Rino berjanji pada diri sendiri akan menjadi orang yang lebih baik untuk Angga.
Rino tidak mau mengucapkannya, maunya langsung ditunjukkan lewat sikapnya saja. Dia tidak ingin mengumbar janji.
Kemudian, Rino menggosok-gosok rambut biru Angga dengan lembut. Itu membuat Angga merasa nyaman.
Angga menoleh ke Rino lalu mencubit pipinya. Rino meringis, dia menyukainya.
Keduanya lalu memperhatikan pemandangan jalan raya dari atas situ. Jalanan ramai tapi tidak macet. Sementara di kejauhan, gedung-gedung pencakar langit terlihat estetis.
Segalanya seperti berada di dalam dimensi lain, saat dilihat dari rooftop. Mengagumkan.
Rasanya, sore hari ini tidak akan terlupakan.
-SELESAI-
Makasih ya udah baca cerita ini ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
anggrek biru
General FictionRino dan Angga punya hubungan yang aneh di antara dua orang cowok. Saat baru kenal, Rino merasa kalau Angga, desainer grafis junior itu, sikapnya menyebalkan. Namun, sosok Angga yang berambut biru memang terasa beda, juga misterius. Rino tak bisa me...