Jarvis dan Friday

852 135 7
                                    

Saat Chaewon berhasil membawa pulang Yena, pas itu gak langsung serta-merta diomelin karena Seokjin kayaknya lagi seneng.

Bapak mereka itu gak jelas. Kadang marah sendiri kadang seneng sendiri.

Tapinya hari itu juga Jihoonㅡyang emang notabenenya orang yang lagi ada masalah sama anaknya itu, dipanggil untuk menghadap langsung sama Seokjin.

Malam itu juga, Seokjin menghadapkan dua remaja yang lagi kemusuhan tersebut. Seokjin gak mandang walaupun salah satunya dari remaja itu anaknya sendiri. Kalau salah ya harus ngaku salah.

Chaewon dan Yuri nontonin aja sambil makanin rengginang di pojokan.

"Jadi kalian ini berantem kenapa?"

"Jihoonnya duluan, Pak."

"Yenanya nyebelin, Om."

Seokjin menghela napas. Tenang, masih pertanyaan pertama. Gak boleh emosi, mereka masih remaja. Anak-anak yang masih imut~~

"Coba saya denger dari pihak Jihoon?"

Jihoon yang malem itu pake sweater warna merahㅡmatching sama baju Yena, mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Itu... Yena..."

Isi kepala Jihoon ambyar. Kalau dipikir-pikir lagi sih, Yena gak pernah buat salah. Sebelumnya kenal juga enggak, paling sesekali pas-pasan waktu warung babeh masih buka, tapi yang namanya gak suka tetep aja gak suka.

Benci pada pandangan pertama.

"Noh kan gak bisa jawab. Gua pernah buat salah apa sih sama lu? Gua punya dosa? Sini ngomong langsung!" tanya Yena bertubi-tubi sampe badan sama bibirnya maju-maju menyudutkan Jihoon.

"Yena kamu anak siapa sih, kok kayak kesurupan gituh?" Seokjin sebagai penengah berusaha menenangkan Yena, menahan badannya biar gak lebih maju. "Muka kamu ngeselin kali makanya Jihoon gak suka. Ya Jihoon, ya?"

"Ah? I-iya Om," jawab Jihoon, terlihat tampangnya kayak yang bingung sama keadaan.

"Anak Bapak sebenernya siapa sih?!"

"Cincin Mamah kamu ilang katanya, beneran?" tanya Seokjin seolah gak denger keluhan anaknya.

"Beneran, Om. Bukannya saya mau menuduh atau apa, tapi ilangnya pas saya lagi sama Yena."

"IH kayak setiap waktunya sama gua aja," celetuk Yena di tengah-tengah dengan intonasi nyebelin parrah. Demi apapun Jihoon kalau gak punya sopan santun pasti udah jambak rambut cewek itu.

"Hoon, Om tau kamu marah, tapi marahnya kamu gak harus nyakitin orang." Seokjin saat itu tiba-tiba berubah jadi sosok yang kebapaan. Tepatnya sok kebapakan.

"Noh denger!"

"Yen, bukan berarti kamu juga bisa asal terjang aja. Bapak gak pernah mendidik kamu jadi cewek bar-bar."

Seketika Jihoon menyindir lewat tatapan super sinis.

Dua remaja di depannya saling sengit, Seokjin menghela napas lagi. Kali ini disertai senyum merana seorang bapak.

"Para kesaksian bisa beri sedikit saran untuk jalan keluarnya?" tanya Seokjin, menoleh kebelakang demi Chaewon dan Yuri.

"Kalo menurut Yuri sih, Jihoon cuma tertarik aja sama Yena. Tapi kurang peka jadinya ngira itu perasaan benci," kata Yuri yang lagi ngemilin rengginang di samping kakaknya. Mereka daritadi duduk samping dispenser saking sempitnya rumah.

"Bukan benci, gak suka. Lagian siapa juga yang tertarik sama Marsupilami macem dia??"

"HEH terlalu miskin buat beli cermin; apa gimana?"

JO YURIZ: Bukan KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang