Tujuh Enam....

701 118 3
                                    

"Chae, Yujin belom masuk juga yak?" tanya Yena akhirnya setelah diem-dieman sekian lama.

Chaewon yang lagi nunggu loading Episode itu otomatis nengok. "Hooh."

"Samperin ke rumahnya ayo." badan Yena tegak lalu nengok ke arah Chaewon, semangat. "Ayo daripada bosen."

"Dia cerita gak sama Yena?"

"Cerita apaan?"

"Cerita kenapa dia gak masuk."

Yena ngeliat langit-langit rumah, tanda lagi mengingat-ingat. "Dia bilang cuma mau ngomong sama Abangnya."

"Gak mungkin itu doang kan, sampe gak ada keterangan gitu."

"Setau Yena nih yak," kata Yena makin semangat. "Dia kan dilarang sekolah disini, tapi tetep maksa."

"Lha terus?"

Seketika Yena cerita panjang lebar soal bagaimana sikap Yujin kalau sama keluarganya di Jakarta. Mereka ngobrol lama seakan lupa lagi slek. Namanya juga saudara, pasti gak bakal bisa lama-lama marahan.

"Keterlaluan sih, mana dia juga lagi ulang tahun. Orang mah biarin gek anaknya mau apa, lah udah bisa ngasilin duit sendiri," kata Yena masih semangat.

Emang yang namanya Yena kalau udah ngomongin orang mah paling semangat.

"Yha mungkin buat bocahnya juga kan walaupun badan gede gitu dia keitungnya masih kecil."

"Yaudah ayo samperin aja."

"Yena tau rumahnya?"

"Tau." Yena manggut-manggut. "Tapi emang bocahnya lagi disini? Siapa tau di Jakarta."

Lalu hening karena Chaewon terlalu fokus sama hape. Yena tungguin beberapa saat masih aja begitu.

"Chae?"

"Ada dia, ada."

Yena mendekat ke arah layar hape Chaewon. "Langsung dichat dong."

"Tunggu bocahnya Jibeom dulu, pada pengen ikut juga."

"Lha semua bocahnya ikut dong?"

Chaewon manggut-manggut sebagai jawaban. "Pada gabut gak ikut ke acara Wonyoung."

Setelah nunggu lagi sampe Jibeom manggilin dari luar, mereka berdua langsung berangkat menuju rumah Yujin.

Itu tumben banget pada lagi mau jalan, biasanya bangun dari duduk ngelepas game juga malesnya setengah mati.

"Itu lu gimana sama Yunseong?" tanya Bomin yang saat itu motornya kebetulan lagi ditumpangin.

"Hah muka lu gosong?"

Bomin senyum walau pengen menghujat. Udahlah, percuma ngomong saat di jalan apalagi pake motor. Yang ada jadi tukang keong.

Dan selama di perjalanan ada aja rintangan kayak Yena yang lupa ngasih tau gangnya. Jibeom belok gak pake sen, diklaksonin sama bapak-bapak.

Duh, Chaewon mau ngeluh tapi gimana ya.

"Akhirnya sampe yampun," celetuk Chaewon lega karena hampir setengah jam duduk. "Rumahnya harus lewati lautan sebrangi lembah."

"Kak Chaewon!" pekik Yujin bahkan sebelum orang yang dipanggil turun dari motor. Kayaknya ini anak semangat cuma karena Chaewon. "Eh kok rame."

"Yujin bocah gendeng, kemana aja anak sekolah bukannya sekolah," kata Yena tanpa permisi langsung duduk di bangku depan rumah.

"Ayo Kak, di dalem aja biar adem, disini panas."

Chaewon menghitung jumlah bocah yang dibawa Jibeom, totalnya ada tujuh orang. Enaknya gimana, diserahkan ke Jibeom selaku ketua. Pokoknya jangan ikut masuk, nanti sumpek.

"Berarti boleh sebat ya?" tanya Hyeop. Chaewong manggut aja karena males ngelarang.

Saat Chaewon masuk rumah Yujin, BEUH gak ada bedanya sama gudang. Untung bersih walaupun berantakan sama baju yang belum dilipat.

"Tumben banget pada mau nengok. Kan gua gak sakit."

Yena mendengus setelah meminum habis es-nya. "Lu sakit sih bukan, tapi gak jelas hidupnya. Kalo mau pulang ke Jakarta kan bisa izin."

Beneran Yujin pengen ngelempar muka Yena pake daleman tapi entar songong dianya.

"Percuma ijin, Kak. Lagian ntar juga bakal keluar."

"Keluar gimana? Sayang ah, itu duit pendaftaran jadi kebuang-buang," imbuh Chaewon. "Yang bener, Jin. Ngomong aja gapapa."

"Hooh, ngomong aja. Siapa tau kita gak bisa bantu," kata Yena dan seketika kepalanya langsung ditoyor dari belakang.

Yujin senyum kalem sebagai respon. "Kak Yena udah tau kali; Abang gua gak ngebolehin sekolah disini. Ini juga rencananya mau pindah ke Jakarta."

"Emang ngapa si? Padahal sama aja, dih."

Beda sama Yena yang mulai ngegas, Chaewon masih berekspresi kalem. "Kenapa? Alesannya apa?"

"Katanya kalo disono gua ada yang jagain daripada disini sama Teteh," jawab Yujin seadanya. Kayaknya bocah ini kalau sama Chaewon nurut banget. "Lagian biar deket modelling, katanya. Ah, gak tau, gua pengen berenti modelling aja lah."

"Lah jangan lah, sayang duitnya."

"Jadi disini tinggal cuma sama Teteh?" Chaewon yang nanya.

"Iya, sama Teh Eunbi. Bang Sewoon tuh taunya gua gak diurus disini, makanya keukeuh banget biar gua disono." Yujin ngomong sambil sesekali berdengus kesel seakan melampiaskan lewat ekspresi.

"Lagian Bekasi kan rame, temen lu semua disini. Gua tau lu gak mau di Jakarta, pasti gak ada temen," celetuk Yena sambil geleng-geleng kepala. "Kalo Bekasi bisa, kenapa harus jauh-jauh ke Jakarta."

"Gapapa, coba biar gua yang ngomong sama Abang lu. Siapa namanya? Sewool?"

"Sewoon."

"Chae penyakit pikunnya parrrah," celetuk Yena agak ketawa. Perasaan daritadi nyeletuk mulu. "Tapi serius mau ngomong sama Abangnya?"

"Ya serius. Sekarang balik lagi ke Yujinnya, Jakarta atau Bekasi?" Chaewon ngeliatin Yena dan Yujin bergantian.

"Bekasi lah, kota kelahiran," celetuk Yena.

Sok tau banget IDIH.

Bocah yang ditunggu-tunggu malah keliatan strees sendiri. Yujin tuh kayak yang pengen milih tapi takut kena omel.

Abangnya galak.

"Gapapa, Jin. Ntar kalau diomelin biar gua yang kena omel, kan gua yang ngomong," kata Chaewon. "Gua tau lu maunya disini."

Emang deh, gak salah kalau semisalnya orang suka Chaewon. Sosok malaikat tak bersayap.

"Tapi foto bareng ya, biar gua bisa pamer ke Suyun."

Tapi ya, yang namanya fans akan selamanya jadi fans.

JO YURIZ: Bukan KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang