25. the crown is gone

2.3K 266 12
                                    

Seoul diguyur hujan pagi ini, tidak deras, tapi mampu membuat basah kuyup jika berdiri di bawah langit selama sepuluh menit.

Rintik air yang dingin, jatuh membasahi tanah yang Hanna pijak, gadis itu bergegas masuk ke dalam rumah sakit setelah satu jam yang lalu pulang untuk mengemasi barang.

Hari ini, Jaemin menjalani kemoterapi kedua, sudah dua jam laki-laki itu menjalani kemoterapi, tapi sampai Hanna kembali ke rumah sakit pun kemoterapi belum selesai.

Memang prosesnya sepanjang itu, yang bisa ia harapkan hanya, semoga laki-lakinya baik-baik saja.

Duduk di salah satu kursi tunggu, gadis dengan rambut sepunggung itu melirik kesana kemari, tumben sekali rumah sakit sepi.

Berbekal novel kesukaannya yang belum sempat dibaca karena terlalu banyak hal yang terjadi belakangan ini. Atensi si gadis ia taruh lamat pada novel, tak mengindahkan sekitarnya lagi.

Larut dalam cerita genre romance kesukaannya, Hanna diam-diam menghayal, bisakah ia menjadi tokoh utama gadis di dalam novel ini sedangkan Jaemin menjadi tokoh utama laki-lakinya?

Mereka begitu bahagia. Si gadis yang selalu dipeluk, dikecup, dijaga, bahkan dilindungi pagi, siang, dan malam oleh sang laki-laki. Hanna mengerucutkan bibirnya, iri karena tidak bisa seperti itu.

"Pengen dijagain juga ...."

***

Namun, ada dua genre dalam kehidupan. Entah romance atau justru sedih, sama seperti novel, pembacanya harus siap menerima semua alur yang dibuat, atau harus siap jika dibuat iri seperti Hanna tadi.

Sekarang, ia duduk di samping bangsal Jaemin, syukurlah laki-lakinya menjalani kemoterapi dengan lancar. Dibutuhkan waktu beberapa jam untuk Jaemin menjemput kesadarannya.

Tak terasa, sudah hampir satu hari penuh Hanna di rumah sakit, tidak menelfon orang rumah, atau sekedar memberi informasi dimana dirinya berada. Jadi sekarang ia berniat menelfon Kim Doyoung, selaku pemegang kekuasaan tertinggi di rumahnya.

"Kamu diluar?"

Hanna melangkahkan kakinya melewati lorong-lorong rumah sakit, "iya, nih."

"Kemana sih?"

"Temenin Jaemin kemoterapi."

Rahasia besar itu tidak lagi ia sembunyikan dari sang kakak pertama, toh Doyoung juga sudah tau.

"Oh ... sebenarnya kakak juga nggak di rumah, Jisun barusan pamit mau jalan sama Mark dan pulang malam, rumah lagi nggak ada siapa-siapa."

Meraih satu botol minuman di dalam lemari pendingin yang tersedia di kantin rumah sakit, gadis itu menjepit ponselnya di antara telinga dan bahu.

"Ini, kak. Terimakasih." Ucapnya kepada penjaga kantin seraya menyodorkan uang.

Tangannya kembali memegang ponsel agar tidak jatuh, bagaimanapun juga ponsel itu mahal.

Daripada dibuat membeli ponsel, lebih baik ditabung untuk biaya hidup di Australia, meskipun hidup bersama orang tuanya, Hanna tetap tidak ingin menjadi beban.

Ia jadi teringat tentang Australia ....

"Kak Doyoung."

"Apa?"

"Tentang kuliahku di Australia ...."

Jeda serta kalimat yang tertahan di tenggorokannya ingin ia urungkan, tapi terlanjur sudah saat Hanna mengatakan itu, Doyoung tak akan membiarkannya menggantung kalimat begitu saja.

"Kenapa? Kamu batalin?"

"Ih, nggak, ya!" Sergahnya cepat.

"Kakak tau rencana aku kuliah kesana waktu udah lulus, tapi sekarang aku takut."

Obliteration : For You, Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang