20. love me, mom and dad.

2.4K 233 0
                                    

Rumah mewah bukan jaminan untuk Jaemin betah di dalamnya. Rumah yang seharusnya nampak damai dan tentram sekaligus menjadi tempat pulang untuknya justru terasa seperti neraka tak kasat mata. Setiap hari banyak suara bentakan, pukulan, benda pecah, hingga kalimat-kalimat kasar yang menyeret namanya.

Seperti sekarang ini. Jaemin tengah meringkuk di bawah selimut, mendengarkan setiap cacian dan makian yang dilayangkan oleh kedua orang tuanya untuk menyerang, tak sekali dua kali Jaemin juga mendengar suara tamparan yang begitu keras.

Ia tau, di rumah ini bukan hanya hidupnya yang tersiksa. Sebenarnya, sang mama juga tersiksa, tapi wanita itu selalu menutupinya dari Jaemin. Sejak perpisahan lima tahun yang lalu, keadaan rumah sepenuhnya berubah. Tak ada tawa hangat lagi, meskipun memang Jaemin tidak pernah andil dalam kebahagiaan sekecil itu. Namun melihat orang tuanya saling melempar senyum dan tawa, hatinya menghangat. Sebelum semuanya berubah, dan sebelum sang ayah memperkenalkan calon istri barunya dengan sang anak angkat yang sekarang menjadi kakak tirinya.

Sejak itu. Hidup, rumah, kebiasaan, nada bicara, berubah dalam sekejap. Tak ada tawa lagi, tak ada hubungan manis lagi, tak ada orang tua utuh lagi. Rumah Jaemin rusak.

Benar-benar serusak itu sampai tujuan hidupnya berubah. Cita-citanya sebagai astronot semakin tidak terarah, ia terlalu fokus mengais kasih sayang, berharap dilirik walau sekali, berharap dipuji walau sekata, berharap dipeluk walau sedetik saja.

Tapi semuanya berujung sia-sia, untuk kesekian kalinya. Kulit pada wajah, tangan, punggung, dan kaki harus berubah lebam karena amarah ayah, dan perutnya harus menahan rasa sakit saat tidak diperbolehkan makan oleh mama.

Jaemin masih sayang kedua orang tuanya, masih, dan mungkin akan selamanya. Meskipun mereka adalah luka terbesar di hidup Jaemin, dua orang yang mengacak-acak mentalnya dengan sengaja, menekannya dengan patokan nilai tinggi, hasil sempurna, otak cerdas. Tanpa mereka sadari, anak laki-laki yang tengah mereka bicarakan sekarang, sedang melawan penyakit ganasnya sendirian. Jaemin tidak akan memberitahu, atau kedua orang tuanya akan semakin jauh. Jaemin akan diam, sampai kematian sendiri yang memberikan teguran kepada orang tuanya.

"Dia anak kamu! Harusnya kamu didik dia dengan baik!"

"Kenapa cuma aku?! Kamu juga ayahnya!"

Meraih earphone di nakas, menyambungkannya dengan ponsel secepat mungkin. Jaemin kembali tenggelam ke dalam selimut, menutup semua tubuhnya hingga terlihat seperti kepompong.

Hening, padahal di luar sangat berisik. Lagu no longer kesukaannya terputar, membuat Jaemin memejamkan matanya, merasakan bagaimana lagu itu perlahan menyayat hatinya. Memaksa sebuah cairan bening keluar dari kedua mata indahnya.

"Na Jaemin!"

Pemilik nama terjingkat kaget, dengan segera Jaemin melepas earphone di telinganya dan beranjak duduk. Memandangi ayahnya yang berdiri di ambang pintu. Perasaannya mendadak tidak enak.

"A-Ayah ...."

"Sini kamu!"

Tubuhnya ditarik kasar, ponselnya terjatuh di tangga dengan earphone yang sudah tidak tersambung. Musik itu terputar secara jelas dengan volume yang kencang, mengiringi langkah demi langkah terseok Jaemin karena ditarik ke lantai satu.

"Kenapa, ayah?"

"Apa ini?!"

Jaemin tatap mamanya yang duduk di sofa sambil memijat kening. Apa ada hal buruk yang terjadi? Kenapa tiba-tiba ia ditarik kesini?

"Ada apa–"

"Ada apa?! Kamu tanya ada apa?!"

Plakk!

Obliteration : For You, Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang