08

3.5K 367 11
                                    

"Pelan-pelan, tubuhmu pasti masih sakit bukan?" Ucap Sana sambil menahan tubuh Dahyun yang mencoba berjalan sendiri.

"Lepaskan, aku bisa melakukannya." Kekeh Dahyun kemudian berbaring di ranjangnya.

Sana mengernyit bingung. Ia merasa Dahyun terlihat kesal sejak Ia mengajaknya pulang tadi. Tanpa banyak berpikir Sana memilih duduk sambil menatapnya intens.

Dahyun yang sejak tadi mencoba membenarkan posisinya mulai risih dengan sikap Sana yang Ia rasa terlalu berlebihan. Ia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut agar tidak memikirkan hal itu lagi. Tak lama kemudian bunyi decitan ranjang terdengar ketika Sana beranjak dari tempat duduknya. Dahyun bernafas lega. Tangan terangkat mengusap dadanya perlahan sambil berusaha menormalkan detak jantungnya kembali.

Sesaat kemudian bunyi decitan itu kembali terdengar seperti ada seseorang yang mencoba berbaring di sampingnya. Ia secara spontan membuka selimut yang menutupi wajahnya berniat melihat siapa dia. Dan benar saja, wajahnya tepat berhadapan dengan Sana yang tengah tersenyum kepadanya.

Dahyun terduduk kaget melihat Sana yang sangat menakutkan menurutnya.
"Aaww!" Pekik Dahyun kesakitan memegang punggungnya.

"Kenapa kau duduk?! Berbaringlah lagi." Perintah Sana.

Dahyun dengan cepat menggeleng.

"Wae? Bukankah kau kesakitan sekarang?" Heran Sana.

"K-kau menjauh dulu dariku." Ucap Dahyun gugup.

"Wae?"

"K-kau mengangetkanku tadi. Aku masih sangat takut." Ucap Dahyun.

"Oh, mianhae. Baiklah, sekarang kau tidur lagi." Sesal Sana bangkit dan tidak mendekati Dahyun.

Dahyun pun menurut. Namun, bayangan wajah Sana tadi benar-benar menganggu pikirannya.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Sana bingung dengan wajah Dahyun yang mulai pucat.

"Tidak." Jawab Dahyun datar.

Sana terbelalak dan mulai mendekati Dahyun untuk mengecek kondisinya.

"Ah tidak! Jangan mendekat! Maksudku, aku Tidak apa-apa." Pekik Dahyun kembali.

Langkah Sana terhenti, Ia menatap sekilas Dahyun lalu menghela napas kasar.

"Jika kau butuh bantuan, panggil saja aku."

Dahyun mengangguk.
Setelah mendapat anggukan darinya Sana pun mulai keluar dari kamar.

"Horror." Gumam Dahyun pelan.

.

"Jennie!" Panggil seseorang berlari menghampiri gadis itu.

"Ada apa?" Balas Jennie.

"Bisakah kita melakukan rencana selanjutnya?" Ucapnya.

Jennie mengangguk.
"Apa dengan melakukan ini semua, kau senang?" Tanya Jennie.

"Sangat. Karena tujuanku sejak dulu adalah menyiksanya secara perlahan."

"Aku akan menuruti semua yang kau mau. Karen aku mencintaimu." Ucap Jennie.

"Aku pun sama, Jennie."

"Tapi ada seseorang yang menghambat rencana kita."

"Siapa?"

"Aku lupa siapa namanya. Yang jelas, dia adalah pelindungnya sekarang."

"Ku rasa aku tau siapa yang kau maksud."

"Lalu bagaimana sekarang?"

"Musnahkan saja keduanya." Entengnya.

"Baiklah, ayo kita pulang bersama."

"Mianhae aku tak bisa. Masih ada beberapa keperluan yang harus ku kerjakan."

Jennie mendengus kesal.
"Aku janji besok akan pulang bersama."

"Ku pegang janjimu."

Dia mengangguk atas perkataan Jennie.

"Maafkan aku, Dahyun. Aku jauh lebih senang melihatmu menderita."

.

22.57 kst

Sudah hampir 1 jam Dahyun mengobrol dengan eommanya. Cukup aneh, padahal selama mereka masih bersama berbicara 5 menit sudah yang terlama menurutnya. Memang jika seseorang telah jauh dari kita, kita baru menyadari betapa pentingnya komunikasi antar sesama. Dan itu adalah hal yang dialami Dahyun.

Dahyun saling bercerita tentang kejadiannya tadi. Namun, Ia tak mau memperpanjang masalah dan lebih memilih untuk melupakannya. Mungkin orang itu hanya khilaf(?).

"Kemana Sana, eomma mencoba menghubunginya tetapi tidak diangkat." Tanya Ny. Kim.

"Aku tidak tahu, sejak tadi aku di kamar. Dan hanya ahjumma yang kemari dengan membawa makanan untukku."

"Sebentar, biar ku panggil dia saja." Lanjut Dahyun.

"Sana! Sana aku membutuhkanmu!" Teriak Dahyun memanggil Sana.

Tak ada jawaban,

"Ahjumma! Bisakah kau kemari?"

Sesaat kemudian seseorang yang baru saja dia panggil.

"Dimana Sana?"

"Hmm, kenapa mencariku? Butuh bantuan?" Tanya Sana yang langsung berdiri di hadapannya.

"Ahjumma bisa kembali dan beristirahat." Lanjutnya dan mendapat anggukan kemudian pergi.

"Eomma yang mencarimu. Kenapa kau tak mengangkat panggilannya." Ucap Dahyun sembari memberikan ponselnya kepada Sana.

"Halo Ny. Kim. Maafkan aku karena ponselku menghilang saat di sekolah tadi."

"Benarkah itu? Kalau begitu belilah yang baru, aku akan membiayainya."

"Tidak perlu, aku masih bisa menggunakan ponselku yang satunya. Walaupun hanya bisa digunakan untuk mengirim pesan dan panggilan."

"Kau yakin?"

"Tentu."

"Baiklah, tolong kau jaga, Dahyun."

"Ne, maaf jika tadi aku ceroboh."

"Lain kali kau harus lebih bertanggung jawab. Dan aku pun juga tidak menyalahkanmu atas kejadian ini."

"Terima kasih."

Pip'

Sana mengembalikan ponsel Dahyun usai menutupnya. Langkah kaki berjalan berbalik lalu duduk di sebuah sofa dekat dengan letak pintu kamar Dahyun.

"Bisakah kau cerita, siapa sebenarnya yang membuatmu seperti ini?"

Dahyun terdiam menatapnya sekilas lalu membuka suara.

"Aku tidak tahu, dia memukulku dari belakang hingga aku pingsan. Dan mana mungkin aku mengetahui wajahnya." Jelas Dahyun serius.

"Apakah ada saksi?"

"Saat itu aku sedang berbicara dengan Jennie. Tak lama kemudian seseorang memukulku."

"Seharusnya Jennie tahu siapa dia."

"Aku pun juga berpikiran hal yang sama. Tapi ya sudahlah, aku tak mau memperpanjang masalah ini dan melibatkan Jennie."

"Kau masih membelanya? Aku yakin dia punya niat buruk padamu!" Tegas Sana.

"Lakukan apa yang terbaik buatku, dan jangan sampai kau sakiti dia."

Sana mendengus kesal. Tangannya mengepal kuat, Ia tak terima jika Dahyun tetap membela gadis itu sekalipun dia bersalah.

"Untuk sekarang, aku harus mengubah pandangan Dahyun tentang Jennie. Gadis itu sangat tidak baik untuknya." Batin Sana.









Tbc.
Jangan lupa vote & comment

Stuck On You (SaiDa)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang