14

3.1K 326 33
                                    

"Kau masih hidup?" Ucap Jihyo senang dan memeluk erat sahabatnya.

"Ne, aku tidak apa-apa." Balas gadis di depannya dengan lesu.

Jihyo melepaskan pelukannya dan pandangannya beralih menelusuri tubuh gadis di depannya itu. Mencari luka yang kemungkinan harus secepatnya diobati. Tiba-tiba saja dia mengernyit heran. Ada sesuatu yang aneh disini.

"Apa kau memang orang yang bersama dengan Dahyun saat kecelakaan itu terjadi?"

"Kenapa kau menanyakan itu? Aku yang menjemputnya kemarin dan mobil itu juga milikku. Rem nya ternyata bermasalah hingga membuat mobil kami jatuh ke jurang. Tapi untungnya aku sempat terlempar keluar dan langsung berpegangan pada sebuah akar besar hingga aku tidak sampai jatuh ke dalam seperti yang terjadi pada Dahyun."

"Aku percaya dengan hal itu. Tapi ada sedikit keanehan. Pakaianmu masih terlihat utuh. Sedangkan di tempat kejadian, polisi menemukan dua helai pakaian berbeda." Jelas Jihyo membuat Nayeon menatapnya tidak suka.

"Apa sebenarnya kau ingin aku mati?!" Bentak Nayeon kasar dan berlalu pergi.

"Atau mungkin pakaian itu hanya milik Dahyun saja?" Gumam Jihyo. "Nayeon! Tunggu! Maafkan aku." Lanjutnya berteriak mengejar Nayeon yang sudah berjalan cukup jauh.

.
.
.

Rasa sakit dan bingung bercampur jadi satu dalam hati dan pikiran Sana. Pandangannya tak pernah lepas dari ponselnya sejak kemarin ia mendapat kabar tentang apa yang Dahyun alami. Ia masih sangat penasaran dengan si pengirim pesan yang memakai nomor Dahyun. Disisi lain ia juga sangat heran dengan dirinya yang tak ingin menangis setelah kepergian Dahyun ini. Apa yang dia pikirkan? Ia masih mencoba memahami apa yang sedang terjadi.

Tak selang berapa lama ponsel itu berbunyi. Tertera nama Ny. Kim dilayar. Ragu? Jelas. Takut? Memang. Ia sama sekali tidak memiliki keberanian mengangkatnya. Tapi, dia harus bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi. Ny. Kim butuh penjelasannya, dia juga pasti terpuruk oleh keadaan ini yang kemungkinan berakar darinya.

"Ha-halo Ny. Kim?" Sapanya dengan gugup.

"Dimana kau sekarang?!" Balas sang lawan bicara yang terdengar meninggikan suaranya.

"Maafkan saya Ny. Kim. Maaf, saya tidak bermaksud mengingkari janjiku padamu. Tapi ini semua karena terpaksa saya-"

"Hentikan Sana! Saya sangat kecewa denganmu." Potong Ny. Kim. "Kau adalah satu-satunya penyebab yang membuat saya tidak akan percaya pada siapapun lagi." Lanjutnya dengan terisak lalu memutuskan panggilan itu sepihak.

Sana terdiam, nafasnya tercekat. Dadanya sesak. Rasa penyesalan terus berdatangan di dirinya.
"Ini semua memang salahku." Ucapnya dengan tatapan kosong.

Drrt... drrt..
Lagi, getaran itu berhasil membuyarkan lamunannya.

From : Dahyun

"Rasanya aku ingin tertawa sekeras mungkin! Tapi percuma, kau juga tidak akan mendengarnya."

"Siapa kau?!"

Sana mulai geram. Ia merasa jika itu bukanlah Dahyun. Dan dia berusaha untuk mempermainkan dirinya.

"Kemarin Momo bilang jika Dahyun belum ditemukan. Atau mungkin, ponsel Dahyun di pegang oleh seseorang yang telah menemukannya?" Tanyanya pada diri sendiri.

"Nayeon? Dia adalah orang yang bersama dengan Dahyun kala itu. Tapi apakah dia? Aishh... ini sangat membingungkan. Aku akan tahu jawabannya jika kembali ke Korea dan memastikan itu sendiri. Tapi bagaimana caranya? Rasanya sangat sulit lepas dari Eunha." Ucap Sana frustasi mengacak rambutnya pelan.

Tak lama kemudian, sebuah ide muncul di pikirannya. Dia bisa meminta bantuan kepada Momo untuk menyelidiki setiap kejanggalan yang ia rasakan saat ini. Apalagi, Momo juga butuh sekali pekerjaan untuk bisa dengan cepat membeli jokbal. Beruntung Sana masih memiliki sedikit uang yang dalam sekali kerja di rasa cukup untuknya.

"Momo! Aku butuh bantuanmu." Ucapnya dengan serius.

"Bantuan apa? Tapi-"

"Ini penting, ku mohon."

.

Jihyo menghampiri Nayeon yang terduduk lemas di bangku yang sudah disediakan. Mereka saat ini memang masih berada di sekitar tempat kejadian. Dan terlihat juga olehnya Nayeon yang merasa gelisah.

"Nayeon? Maafkan aku. Aku tidak bermaksud berpikir yang tidak-tidak tentangmu." Ucap Jihyo duduk di sebelah Nayeon.

"Aku sangat senang kau masih hidup. Dan kau juga pasti masih trauma dengan hal ini ini. Tapi tenang saja, aku akan tetap menenangkanmu. Dan ku berharap Dahyun juga masih hidup. Sama sepertimu. Aku merindukannya..." lanjut Jihyo memeluk Nayeon dengan menangis.

"Pergilah, aku ingin sendiri." Balas Nayeon dingin.

"Tap-"

"Pergilah.." potong Nayeon dengan penekanan.

"Baiklah, kalau kau butuh sesuatu atau mungkin tiba-tiba merasa sakit ditubuhmu. Cepat beritahu aku." Ucap Jihyo yang mendapat anggukan dari Nayeon.

"Kenapa mereka bisa menghilang?" Batin Nayeon kesal. "Aargh...!"

.

"Sudahlah, Jihyo. Dia butuh ketenangan sekarang. Jangan mengganggunya lagi." Ucap Daniel melihat Jihyo datang menghampirinya dengan wajah murung.

"Aku mencemaskannya. Salahkah jika seperti itu?" Balas Jihyo dengan wajah memelas.

"Aku tahu, kau sama sekali tidak salah, Jihyo. Tapi untuk sekarang lebih baik kau bersama denganku saja. Aku juga akan terus disini sampai ada kabar selanjutnya mengenai sahabatmu yang satu lagi." Jawab Daniel memeluk Jihyo lembut.

.

Bel pintu sedari tadi terus berbunyi. Namun, orang didalam seakan enggan dan sangat malas untuk membukanya ketika mengetahui siapa dia.

"Sana, keluarlah! Aku ingin mengajakmu mencari cincin untuk pernikahan kita. Sana!" Teriaknya dari luar.

Sana memutar bola matanya malas, telinganya benar-benar panas mendengar teriakan gadis tersebut. Kaki pun dengan terpaksa berjalan melangkah menuju ke arah pintu.

"Kenapa kau lama sekali membukakanku pintu?" Omel Eunha pada Sana yang hanya menatap datar dirinya.

"Aku tidak bisa keluar hari ini. Kepalaku sangat pusing. Bisakah besok saja?" Balas Sana dingin.

"Kau sakit? Apa perlu ku panggilkan dokter atau ke rumah sakit sekarang?"

"Aku akan istirahat saja."

"Kalau begitu aku akan merawatmu disini."

"Tidak. Besok saja kau kembali lagi. Aku ingin istirahat."

"Tapi kau sudah makan?"

"Sudah, Eunha. Jangan menggangguku." Sana mencoba menahan emosinya yang sudah memuncak.

"Baiklah, tapi kau-"

Brak!!

Sana menutup pintu itu dengan kasar membuat Eunha tertegun.

"Dia selalu membuat darah ku naik." Gumam Sana kesal dan melempar tubuhnya ke kasur. "Huft... saat ini aku harus fokus dulu terhadap kasus Dahyun."













Tbc.
Btw, udah ketebakkah siapa yang megang ponsel Dahyun? Seharusnya sih udah, kan?
Au ah bodo... males mikir!!!

Jangan lupa vote & comment.

Stuck On You (SaiDa)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang