11

3.2K 335 16
                                    

Sebuah taksi berhenti di pinggiran jalan yang tidak terlalu ramai kendaraan.

"Kenapa berhenti?" Tanya Dahyun dari kursi belakang.

"Maafkan saya, sepertinya mesin taksi ini ada yang tidak beres." Ucap sang sopir taksi dengan merasa bersalah.

"Apa? Lalu bagaimana?" Kaget Dahyun pasalnya ia berencana untuk pulang setelah ini dan mengingat hari pun juga sudah mulai petang membuatnya mulai takut.

"Tenang saja, saya sudah memberitahu teman sesama sopir taksi juga. Dia akan kemari dengan membawa montir. Dan selama taksi ini diperbaiki kau bisa melanjutkan perjalanan dengan taksi teman saya nanti."

Dahyun mengangguk. Sopir itu keluar dan mencoba mengecek apa yang sebenarnya bermasalah pada taksi ini. Sedangkan Dahyun memilih tetap berada di dalam dengan perasaan tegang. Ia melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul 5 sore. Cahaya matahari sebentar lagi akan hilang dan berganti dengan gelapnya malam.

Gelap, Dahyun sangat membenci kondisi itu. Apalagi jika ia terus berada di tempat ini yang kemungkinan akan sepi jika matahari benar-benar sudah tenggelam nanti.

20 menit kemudian datanglah taksi lainnya. Tanpa banyak menunggu lagi Dahyun bergegas keluar.

"Cepat jalan, aku tidak punya banyak waktu!" Perintah Dahyun yang mendapat anggukan pelan dari seseorang di kursi kemudi.

"Kenapa kau tegang sekali? Apa ini pertama kalinya kau naik taksi? Atau mungkin kau menahan mual?" Tanya sopir itu bertubi-tubi.

"Bukan urusanmu." Jawab Dahyun dingin.

"Ini urusanku karena sekarang kau adalah penumpang disini. Jika kau kenapa-kenapa aku juga yang akan disalahkan nanti."

"Kenapa kau banyak bicara? Fokus saja menyetir, aku ingin cepat pulang."

"Ayolah Dahyun, aku hanya ingin mengobrol dengan temanku yang nakal ini."

Dahyun tersentak, ia mencoba melihat siapa orang di depannya ini.

"Jihoon? Benar kan?" Ucap Dahyun terkejut.

"Hmm... memang nya siapa lagi?" Balas namjan bernama Jihoon itu datar.

Jihoon merupakan teman sekelasnya di sekolah. Namun, karena sifat Dahyun yang suka membolos jam pelajaran, ia hampir tidak akrab ataupun saling berbicara dengan teman sekelasnya. Termasuk namja ini.

"Lo kerja?"

Jihoon mengangguk.
"Ini adalah satu-satunya pekerjaan untuk membantu kedua orang tuaku membayar biaya sekolah gue."

Dahyun terdiam. Dirinya tak perlu memikirkan biaya pendidikan yang sudah menjadi tanggungan eommanya. Tapi, yang ia lakukan justru menyia-nyiakan kerja keras itu.

"Sudahlah jangan dipikirkan. Rumah lo dimana?" Tanya Jihoon menghidupkan suasana kembali.

"Lo lurus aja, belok kiri, lalu belok kiri lagi nanti disitu ada gang sempit lo mending putar balik aja karena mobil gak bisa lewat sana. Sehabis itu belok kanan terus belok kiri kemudian lurus deh. Nah, rumah gue pas di dekat minimarket depan." Jelas Dahyun membuat Jihoon mengerutkan alisnya.

"Kalau rumah lo deket minimarket berarti tinggal lurus aja kan? Gak perlu pakek belok-belok segala. Belibet tau gak gue dengerin lo."

"Santuy, arah gang sempit itu juga ada rumah gue kok. Tapi bukan saatnya gue ke sana, makanya putar balik." Jawab Dahyun.

"Lo punya 2 rumah?"

"Bisa dibilang iya. Satunya rumah, satunya kuburan. Lapaknya udah ada cuma gue belum di buatin." Balas Dahyun santai.

"Mau gue turunin disini?"

"Ani... bercanda doang Hoon, baperan amat sih jadi orang." Cegah Dahyun.

"Tapi jujur ya Hoon, lo itu ternyata asik kalau diajak ngobrol kayak gini. Gue pikir lo itu orangnya pendiem, kalem, secara lo kan anak pinter." Dahyun mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Dan gue pikir lo itu anaknya feminim, anggun, secara lo kan cewek. Normal kan kalau begitu. Tapi ternyata bad girl parah."

"Jadi maksud lo, gue gak normal?"

"Bercanda Hyun, baperan amat jadi orang."

Dahyun mendengus kesal. Ia lebih memilih untuk bungkam dan enggan membuka suara lagi.

"Ini rumah lo kan?" Tanya Jihoon ketika sampai di rumah Dahyun.

Dahyun mengangguk.
"Gomawo, Hoon." Ucap Dahyun sambil memberikan sejumlah uang yang sesuai dengan argo lalu keluar.

.

Ceklek

Pintu terbuka. Dahyun berjalan perlahan menuju kamarnya dengan membawa barang yang sudah ia beli disaat pergi tadi. Di kamar ia bergegas menaruh barang itu di suatu tempat agar tidak di ketahui siapapun terutama Sana. Setelah merasa aman, ia bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

30 menit berlalu, Dahyun keluar dari kamar mandi dan terkejut ketika melihat Sana duduk di ranjangnya sambil menatap tajam ke arah dirinya yang masih memakai piyama.

"S-Sana?" Sapa Dahyun gugup.

Sana bangkit perlahan mendekat ke arah gadis berkulit putih itu masih dengan tatapan tajamnya.

Dahyun mundur seiring Sana yang mulai mendekat. Tapi sedetik kemudian cengkeraman tangan Sana menahan dirinya untuk melangkah kembali.

"Kenapa kau tidak kembali tadi? Kau pergi kemana sebenarnya?" Tanya Sana ketus.

"A-aku pergi karena ada urusan mendadak." Jawab Dahyun dengan sedikit terbata-bata.

"Tidak bisakah kau memberitahuku?! Aku lelah mencarimu Dahyun! Kau seenaknya meninggalkanku dan membuat diriku kebingungan. Apa kau tak tau betapa cemasnya diriku?" Ucap Sana meninggikan suaranya.

"Untuk apa aku kembali jika kau sudah bersama dengan orang lain. Aku tidak ingin menganggumu saat itu, makanya aku memilih untuk meninggalkanmu."

Sana menghela napas. Ia mundur dan berbalik seakan enggan untuk menatap mata Dahyun lagi.

"Aku tidak bisa melanjutkan ini. Ku rasa sampai disini saja aku berurusan denganmu." Ucap Sana serius.

"Maksudmu?"

"Aku akan mengundurkan diri dan memutuskan untuk berhenti bekerja." Ucap Sana.














Tbc.
Jangan lupa vote & comment

Stuck On You (SaiDa)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang