Gara - Gara Cilok

19.2K 885 9
                                    

"Assalamu'alaikum,"

Salam gadis itu saat memasuki rumahnya.

Tidak ada sahutan. Bella melanjutkan berjalan ke dalam rumahnya. Tujuan pertamanya sekarang dapur karena sudah sangat haus dan kepedasan. Dengan membawa plastik cilok ditangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menenteng sepatu untuk diletakkan di rak.

"Hah, pedass."

Setelah menuangkan air es ke dalam gelasnya, Bella menarik kursi untuk duduk. Ayahnya selalu bilang jika makan ataupun minum itu anak perempuan harus dengan duduk. Sebenarnya itu berlaku untuk semua, tidak hanya perempuan saja.

Walaupun kepedasan, Bella tidak mau berhenti makan, karena itu adalah salah satu makanan kesukaannya.

Di plastiknya hanya tinggal tiga cilok lagi. Bella menusukkan satu untuk dimakannya. Tetapi kehadiran seseorang membuat kegiatannya tertunda.

"Kamu ngapain?"

Steve bertanya sambil berjalan kearahnya dengan Nadya di sampingnya.

Bella heran, pukul 13.30 ayahnya sudah di rumah. Bukannya ayahnya itu pulang sore?.

"Ayah di rumah, nggak kerja?" tanya Bella.

"Ayah pulang makan siang. Kamu ngapain disitu, bibir merah banget, kamu makan apa?" tanya Steve penasaran karena melihat bibir putrinya yang merah karena kepedasan.

"Cilok yah. Hahh.."

Bella menuangkan lagi air ke dalam gelasnya yang kosong. Meneguknya hingga tandas.
Steve dan Nadya yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.

"Sampai kayak gitu. Pedes banget?" tanya Steve.

"Banget yah. Tapi enak,"

Dasar Bella. Sudah se pedas itu, masih mau melanjutkan makannya. Steve merasa ngeri sendiri.

"Bunda mau."  seru Nadya.

"Nggak, sayang." larang Steve.

"Mau Mas. Enak kayaknya."

"Kamu nggak lihat Bella kepedesan kayak gitu. Mas nggak mau ya kamu kenapa-napa."

"Bella, bunda mau." pintanya pada Bella.

"Yahh, tapi tinggal satu, bunda." Bella menunjukkan ciloknya yang sudah tandas, tinggal satu biji.

"Mas.." Nadya menatap suaminya dengan tatapan memohon. Sungguh Nadya ingin merasakan cilok itu.

"Itu pedes sayang."

"Yang nggak pedes ada kok yah, bilang aja sama abangnya jangan yang pedes." ujar Bella.

"Yang nggak pedes ya?" Steve menunggu jawaban Nadya.

Nadya menggeleng, lalu mengangguk.
Menurut saja, daripada tidak boleh sama sekali. Bisa mati kepingin.

"Kamu belinya dimana?"

"Di sekolah tadi." jawab Bella dengan santai.

"Hah?! Masa ayah harus ke sana sih?"

Tanya Steve ngawur. Ya jelaslah dia harus ke sana. Mana mau abangnya yang ke sini? Konyol memang.

"Iyalah ayah, gimana sih. Kalau nggak mau, suruh abangnya ke sini aja."

"Gimana caranya?" Heran Steve.

"Ya ayah ke sana dulu, bilang sama abangnya suruh ke sini. Terus ayah pulang sama abangnya. Nah, beli aja kan deket, depan rumah. Haha.." Bella sudah sangat ngakak dibuatnya sendiri. Bisa-bisanya ayahnya itu dibohongi oleh anaknya sendiri. Pernyataan bodoh.

Bella langsung pergi dengan membawa tasnya, meninggalkan gelas kotornya di meja.

Steve hanya melongo.

Nadya menahan tawanya dengan susah. Suaminya itu sangat lucu saat seperti ini.

"Anak Mas lucu." tawa Nadya akhirnya pecah.

"Sayang,"

Nadya menghentikan tawanya, menatap Steve dengan lekat.

"Mas, beliin."

"Masih pengin?" tanya Steve.

"Iyalah Mas, kan belum diturutin."

---

"Nggak usah pedes bang."
"Yang pedes!"

Ucap Steve dan Nadya saat Abang ciloknya bertanya.

Yah, Steve memutuskan untuk ke sekolah Bella, dan beruntungnya, abang ciloknya itu belum pergi. Sekolahnya sudah sepi, tapi masih banyak yang berjualan di depan sekolah. Mungkin  kelas 7 dan 8 yang masih melakukan pembelajaran.

"Apaan sih, katanya tadi nggak pedes." protes Steve. Pasalnya istrinya itu sudah membohonginya. Yang katanya tidak pedas tidak apa-apa, tapi sekarang malah menginginkan yang pedas.

"Hambar Mas kalau nggak pedas."

"Kan bisa pakai kecap aja."

"Nggak suka kecap."

Memang benar, Nadya tidak pernah menyukai kecap. Apapun makanan yang ada kecapnya, Nadya tidak mau memakannya. Rasanya aneh jika memakai kecap. Nadya lebih suka yang pedas.

"Kamu bohong lagi sama Mas. Tadi bilangnya nggak pedas."

"Mas.." Nadya memohon kepada Steve.

Abang cilok yang melihat pasangan itu berdebat hanya bingung dan tidak tahu harus apa.

"Emm, gimana Mas. Pedas apa nggak?"

"Pedas dikit aja tapi." ucap Steve.

Abang ciloknya meracik dengan cekatan. Setelah membayar, Steve kembali ke dalam mobilnya bersama Nadya.

"Pelan- pelan makannya sayang."

"Enak. Mas mau?" tawar Nadya.

"Mas nggak suka pedas." tolak Steve.

"Pedasnya dikit, nggak kerasa banget kok."

Nadya menyodorkan cilok yang sudah ditusuknya kepada Steve. Steve menerimanya, dipikirnya tidak pedas.

"Minum sayang. Pedas banget."

"Nggak Mas. Biasa aja kok." ucap Nadya sembari menyerahkan botol kemasan air minum yang tingga setengah.

"Jangan di habisin Mas. Aku minumnya apa?" rajuk Nadya, karena minumnya sudah di tandas kan oleh suaminya.

Tidak dipungkiri jika lama kelamaan Nadya juga merasakan pedas menjalar pada lidah dan bibirnya. Jika hanya satu saja memang belum terasa pedasnya, tapi kalau sudah banyak akan sangat berasa.

"Hah.. pedas Mas."

Nadya mengibas-kibaskan tangannya di depan mulutnya.

"Tuhkan. Tadi katanya nggak pedes."

"Mas itu loh, minumnya malah di abisin. Hahh.."

"Aaaaa pedas Mas!" ucapnya heboh.

"Yaampun sayang, iya kita mampir di toko depan."

"Cepetan Mas!"

"Makanya toh kalau dibilangin itu jangan bandel. Pedas juga kan."

"Mas marah-marah terus bikin tambah pedas!"

Steve terkekeh dalam hati, istrinya kini sangat lucu sekali. Tapi tidak tega juga melihatnya kepedasan dengan bibir dan muka yang memerah.

"Gaspol Mas!"

TBC
*

Dikit ya?🤣

Jangan lupa vote dan komen jugaa...

See U❣

PRIA TUA-KU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang