Berbeda

12.3K 641 33
                                    

Maaf, maaf, maaf. Maaf lama banget nggak update😭.

*

Nadya dibuat khawatir karena Steve tak kunjung menampakkan dirinya. Sudah dua jam lebih Nadya menunggu kedatangan suaminya itu. Tidak biasanya Steve tidak memberinya kabar jika lembur. Tapi hari ini sangat berbeda. Nomor ponselnya juga tidak aktif padahal Nadya sudah mencoba beberapa kali untuk menghubunginya.

Nadya dan Bella duduk di meja makan. Sedari tadi mereka hanya membuang waktu untuk menunggu kedatangan Steve yang entah kapan akan datang. Bella juga sudah merasa sangat lapar, lantaran jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.

"Bun, mending kita makan dulu aja. Nanti kalau Ayah pulang malam banget gimana? Kasihan Bunda kalau nggak makan. Pasti Bunda juga lapar, kan?" ucap Bella membuka suara di meja makan.

Di dalam hati, Bella merutuki Ayahnya yang tak kunjung pulang, karena cacing di perutnya sudah memberontak minta diisi. Disisi lain dirinya juga khawatir dengan Ayahnya yang tidak biasa meninggalkan tanpa kabar. Apalagi ponselnya juga tidak aktif.

"Kamu makan dulu aja, Bunda mau nungguin Ayah. Masih jam segini, Bunda belum lapar kok. Oh iya, nanti kalau kamu udah selesai makan, bisa tolong jagain adek dulu nggak?" tanya Nadya.

Menurutnya, jika melakukan suatu hal bersama suaminya dimulai dari hal kecil, khususnya makan bersama, itu akan membuat hubungan mereka semakin harmonis. Nadya tidak ingin melewatkan hal itu bersama suaminya.

Sama masih mampu, Nadya akan terus melayani suaminya, meskipun hanya menyiapkan makan malam, Nadya tidak ingin Steve melakukannya sendiri. Lagipula, ini sudah tugasnya sebagai seorang istri.

Bella mengangguk.
"Boleh, Bunda. Lagian Bella juga belum ngantuk. Jadi masih bisa main sama adek dulu. Hehe.." ucap Bella senang.

"Heh, kok malah main. Adek lagi tidur.Bunda minta tolong jagain kalau adek kebangun, kamu panggil Bunda disini."

Bella menyengir tanpa rasa bersalah. Bergegas dirinya menghabiskan makan malamnya karena memang sudah sangat lapar. Ditambah juga dirinya sudah ingin bertemu dengan adik kecilnya itu.

"Bun, Bella udah selesai, langsung ke atas ya?" ucap Bella meminta izin.

Tidak tega sebenarnya membiarkan sang Bunda menunggu Ayahnya sendirian. Apalagi Bundanya itu terlihat capek dan sedikit mengantuk...mungkin. Ya memang masih jam segini, tetapi raut wajah Bundanya itu tidak bisa berbohong. Mata yang sedikit memerah dan sayu.

Nadya tersenyum lembut kemudian mengangguk. Nadya mengamati punggung Bella yang berlalu setelah dirinya mengizinkan untuk pergi terlebih dahulu.

Nadya beranjak menuju ruang tamu. Dia memutuskan untuk menunggu suaminya di sana. Dengan bersandar di sofa, mungkin bisa mengurangi rasa lelahnya seharian mengurus anak dan juga rumah besar mereka.

***

Steve membuka pintu utama rumahnya. Lampu masih menyala dengan terangnya. Tatapannya tertuju pada sofa panjang di ruang tamu. Di sana terdapat istrinya yang tertidur meringkuk di sofa dengan memeluk tubuhnya sendiri. Steve sadar, istrinya merasa kedinginan karena AC di rumahnya. Apalagi ini sudah hampir tengah malam.

Dengan hati-hati Steve menggendong tubuh istrinya untuk ditidurkan di kamar mereka. Istrinya juga terlihat begitu kelelahan karena menunggu dirinya.

Steve terperangah, di dalam kamarnya, di atas ranjangnya, di sana terdapat dua buah hatinya yang tertidur dengan sang kakak yang memeluk adiknya. Steve menatap mereka sedih-bukan lebih tepatnya terharu.

Setelah menidurkan istrinya, Steve kembali menggendong putrinya menuju kamarnya. Mengecup keningnya sebentar seraya mengucapkan kata maaf. Entah berapa kali.

Setelah bebersih diri, Steve merebahkan dirinya di samping istrinya setelah memindahkan anaknya ke dalam box bayi. Steve memeluk Nadya sayang. Merasa bersalah karena tidak sempat menghubunginya sore tadi.

Keesokan harinya, Nadya bangun lebih dulu daripada suaminya. Tangannya terulur untuk menyentuh rahang suaminya yang ditumbuhi jambang tipis sehabis di cukur.

"Kamu semalam kemana sih, Mas? Aku takut kamu kenapa-napa. Aku nungguin kamu. Kamu pulang jam berapa semalem?" tanya Nadya. Meskipun Steve belum bangun, entah kenapa Nadya sangat ingin mengeluarkan kata-kata itu.

Tidak lama, Nadya mengusap sudut mata suaminya yang menjatuhkan setetes air mata.

"Mas, kamu kenapa?" tanya Nadya lembut.

Perlahan, Steve membuka matanya. Mencium kening istrinya untuk ucapan selamat pagi.
"Maaf, semalem udah buat kamu nunggu. Pasti kamu belum makan, kan? Mas bilangin ya, kalau Mas pulang terlambat kamu makan dulu nggak papa, jangan nungguin Mas. Mas nggak mau kamu sakit, sayang."

Nadya tersenyum tipis.
"Aku nggak papa kok, Mas. Yang penting Mas pulang dengan selamat, aku udah seneng."

Steve meraih tangan Nadya untuk diciumnya.

"Semalem kamu kemana, aku telfon nggak aktif. Aku khawatir, Mas. Kamu nggak papa kan?" tanya Nadya dengan nada khawatir.

"Sayang, aku nggak papa. Sekarang kita bangun, kamu harus sarapan. Kemarin kamu belum makan, sekarang nggak boleh di lewatin lagi. Nanti sakit loh," ucap Steve dengan segudang perhatiannya, membuat Nadya semakin menyayangi suaminya itu.

"Iya, Mas mandi dulu sana, aku bikin sarapan dulu," ucap Nadya.

***

"Ayah semalem pulang jam berapa, kok nggak kasih kabar. Kasihan tau Bunda nungguin Ayah sendirian disini. Nggak tahu sampai jam berapa, soalnya Bella udah ketiduran di kamar Ayah sama Bunda." tanya Bella setelah menyelesaikan makan malam mereka.

Steve mengelap mulutnya dengan tisu.
"Ayah pulang jam sebelas. Kemarin emang nggak sempat ngabarin soalnya hp Ayah habis baterai." jelas Steve.

Bella mengangguk.
"Waktu itu Ayah lembur, ya?" tanya Bella.

Steve yang sedang minum pun seketika terbatuk. Hal itu berpengaruh besar untuk Nadya yang ada di sampingnya. Bagaimana bisa hanya pertanyaan seperti itu Steve sampai terbatuk seperti ini. Nadya menggelengkan kepalanya. Mengadahkan kepalanya untuk menahan agar air matanya tidak terjatuh.

"Ehm.. Iy-Iya kok, semalem Ayah lembur. Maaf nggak ngabarin," ucap Steve gugup. Matanya menatap sang istri dengan tatapan memohon. Steve menggeleng, mungkin nanti dia akan menjelaskan.

Bella mengangguk mendengar jawaban Ayahnya.
"Oh, gitu ya. Lain kali Ayah harus kabarin Bunda ya. Bella nggak tega lihat Bunda khawatirin Ayah kayak semalem."

Steve mengangguk menyetujui ucapan putrinya. Di dalam hati, Steve sangat menyesal karena membuat istrinya khawatir. Ini semua memang salahnya yang tidak memberi kabar.

TBC
*

Buka lapak untuk hujat, dikarenakan sangat ngaret 👉

Tetap vote dan komen meskipun kalian gondok sama aku. Nggak papa, aku terima😭

Maaf banget pokonya, harus di maafin ya hehe..

Spam komen dong, pengin lihat seberapa minat kalian baca cerita ini..

See U❣

PRIA TUA-KU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang