Selesai

17.5K 710 54
                                    

Nadya menyingkirkan lengan suaminya yang berada tepat di atas perut buncitnya. Semenjak beberapa bulan belakangan ini, sudah menjadi kebiasaan Steve setiap malam untuk mengusap-usap perut buncit istrinya sebelum tidur. Sudah menjadi keharusan baginya untuk melakukan itu. Nadya yang tahu keinginan suaminya itu hanya mengikuti saja. Bahkan Ia merasa senang karena mendapatkan perlakuan semanis itu dari suaminya.

Kehamilan kedua Nadya ini cukup menyiksa Steve. Pasalnya, disini bukan Nadya yang merasakan morning sickness, melainkan dirinya. Mengingat betapa ingin dirinya memiliki anak lagi selama ini. Pernah juga saat itu Steve sampai dibuat lemas seharian muntah-muntah. Nadya juga merasa kasihan dengan suaminya itu. Untung, kejadian itu tidak berlangsung lama, hanya beberapa minggu.

"Mas, lepasin dulu," Nadya masih mencoba untuk melepaskan pelukan suaminya. Sepertinya suaminya itu tidak mendengarkannya sama sekali.

"Mas."

Steve melenguh merasakan sesuatu yang mengusik tidur nyenyaknya. Matanya mengerjap untuk menyesuaikan cahaya.
"Masih pagi, sayang. Tidur lagi, aja."

"Iya, kamu tidur aja. Aku mau ke kamar mandi dulu."

Steve langsung duduk mendengar perkataan istrinya.
"Ayo."

Steve melepaskan tarikan tangannya pada tangan Nadya begitu istrinya menyerukan pertanyaan.
"Mau kemana, Mas?"

"Katanya mau ke kamar mandi, ayo, Mas anterin," ucap Steve.

"Mas, aku bisa sendiri. Kamu temenin Nathan aja, takut jatuh kalau tidur sendiri."

Memang, mereka selalu tidur bertiga di atas ranjang besar itu karena putranya tidak pernah mau untuk tidur sendiri. Lagian, Nadya tidak tega membiarkan Nathan tidur sendirian. Anak itu masih terbilang kecil untuk tidur sendirian.

"Beneran bisa sendiri, kan?" ucap Steve khawatir dengan istrinya. Mulai hari itu-dimana Nadya dinyatakan hamil-Steve menjadi lebih protektif dan menjaga Nadya, 24 jam. Bahkan saat bekerja pun, selalu menyempatkan untuk menelepon istrinya beberapa kali.

"Bisa, Mas."

Nadya pergi meninggalkan suaminya yang kembali berbaring bersama putranya. Bahkan suaminya itu beralih memeluk putranya dengan sesekali mengecupi pipinya. Di usianya yang menginjak 4tahun, Nathan semakin terlihat kurus daripada saat bayi, yang begitu menggemaskan dengan perut buncitnya. Anak itu juga mulai terlihat jahil karena beberapa kali sukses mengerjai kakaknya.

Nadya kembali dengan senyum mengembang. Terhitung beberapa minggu lagi, anak kedua--dari rahimnya--akan lahir ke dunia. Bukan seperti keinginan Steve, yang menginginkan bayi kembar, melainkan seorang putri kecil.

Steve sama sekali tidak kecewa ataupun marah. Malah, dia sangat menyayangi dan mengistimewakan putri keduanya itu. Baginya, kembar atupun tidak, perempuan ataupun laki-laki, itu bukan masalah. Anaknya adalah anugerah untuknya. Dia tetap akan menjaga dan merawat anaknya sepenuh hati.

Nadya menuruni tangga dengan hati-hati. Steve juga sering mengusulkan untuk berpindah kamar di bawah saja seperti kehamilan pertamanya. Tetapi, Nadya tidak mau, Ia hanya tidak ingin bolak-balik pindah kamar, itu saja.

"Udah siap semua sarapannya, bi?" tanya Nadya. Semenjak hamil kadua, Steve memutuskan untuk mencari pembantu. Dengan ataupun tanpa persetujuan Nadya. Ini semua dia lakukan untuk kebaikan istrinya.

"Sudah, nyonya. Em, dek Nathan mau dibikinin susu sekalian?" tanya bi Sumi, ART baru di kediaman Steve.

Nadya tersenyum. Beberapa kali Ia bilang tidak suka dipanggil seperti itu, tapi bi Sumi tetap teguh dengan pendiriannya.
"Nanti aja, bi, biar aku yang buatin sendiri. Aku mau minta tolong sama bibi, panggilin ayahnya anak-anak. Em, sekalian ke kamar Bella, nggak papa, kan bi?"

PRIA TUA-KU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang