S2 - Suami Idaman Katanya?

8.8K 527 33
                                    

"Kamu beneran nggak papa ditinggal?" tanya Steve saat akan berangkat bekerja. Tadi pagi, istrinya itu sempat mengeluh karena sakit perut. Sempat menawarkan akan menemaninya di rumah saja dan batal berangkat bekerja. Tapi, istrinya itu malah menolak dan menyuruhnya tetap berangkat. Alhasil, kini Steve menuruti istrinya itu.

"Beneran, Mas. Aku nggak papa kok. Lagian, kan ada mama kalau aku butuh apa-apa tinggal minta aja."

"Ya udah, Mas berangkat ya. Kamu baik-baik di rumah. Jangan makan yang aneh-aneh ya."

Nadya mengangguk patuh.
"Iya, Mas. Kamu hati-hati ya di jalan."

"Iya, Mas berangkat ya. Inget, jangan ngajak anak-anak ke Taman. Biasanya si Nathan suka ngeyel. Tetep di rumah. Kalau mau apa-apa tinggal bilang sama Mas, nanti Mas langsung pulang."

Nadya tersenyum geli mendengar ucapan suaminya yang melarang ke Taman. Ia tahu suaminya takut jikalau dirinya bertemu dengan Rio. Padahal Steve tahu, Rio temannya masa kecil dulu.
"Jangan kayak gitu. Kerja yang bener, cari uang yang banyak. Aku janji nggak ke Taman lagi. Jangan cemberut, masih pagi ini."

"Pinter. Mas jadi makin makin makin cinta sama kamu."

"Bisa aja ngalusnya. Jadi berangkat nggak?"

"Salim dulu," Steve mengulurkan tangannya di depan istrinya yang langsung disambut dengan senang hati. Kemudian sebagai balasan, Steve mengecup kening istrinya.

"Hati-hati ya Mas."

"Iya, sayang."

Setelah kepergian Steve, Nadya memilih pergi ke dapur untuk mengambil air hangat. Sepertinya hari ini memang saatnya dirinya datang bulan setelah telat 1Minggu dari periodenya.

"Bunda..."

"Eh, udah bangun, Nak?"

"Mau susu," pinta Nathan kepada sang bunda. Matanya masih terlihat sayu, mungkin masih mengantuk.

"Duduk dulu, bunda bikinin. Mau rasa apa?"

"Mau yang putih bunda."

Nadya segera membuatkan seperti yang diminta oleh putranya. Setelah selesai, Nadya memberikannya.
"Ini, minum dulu."

Nathan yang tadinya merebahkan kepalanya di tumpukan kedua tangannya, kini mendongak.
"Makasih bunda."

"Masih ngantuk ya?" tanya Nadya. Tangannya mengusap-usap kepala putranya yang basah keringat.

Nathan mengangguk setelah meletakkan gelas susu yang tinggal separuh itu.
"Ayah kemana, janji mau ajak kakak kerja kemarin."

Nadya meringis. Putranya sadar jikalau ia hanya dibohongi oleh ayahnya. Tidak tahu saja jika dirinya telah menjadi korban kecemburuan sang ayah karena tidak diperbolehkan pergi ke Taman lagi.
"Ayah ada urusan mendadak. Tadi udah bangunin kakak tapi nggak bangun juga. Akhirnya ayah pergi sendiri, deh."

"Lhooo ... Kenapa nggak tungguin kakak bangun. Kalau gitu mau ke Taman lagi aja. Nggak mau sama ayah, boongin kakak."

Nadya terkekeh. Baru saja dirinya dilarang keras oleh sang suami, kini anak mereka malah ingin ke Taman lagi.
"Jangan ke Taman mulu, ah. Perut bunda sakit, di rumah aja, ya?" bujuk Nadya.

"Bunda sakit kenapa?" tanya Nathan polos.

"Bunda sakit perut, Nak. Jadi nggak boleh jalan-jalan dulu. Kita di rumah aja ya, nanti telepon oma sama opa mau?"

"Nggak mau. Nanti pasti yang dicari dek Keyla bukan kakak. Kita main aja, jangan telepon ya bunda?" ucap Nathan. Setelah itu, bibirnya mencebik. Memang terakhir mereka telepon dengan mama Anne dan Papa Haryo, yang dicari adalah cucunya yang paling kecil, Keyla. Hal itu membuat Nathan manyun sepanjang hari. Sudah ada dia dan sang bunda yang menerima telepon, tapi omanya itu malah mencari adiknya.

PRIA TUA-KU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang