*Chapter 23*

1.1K 90 10
                                    

Pertarungan antara Iris dan Kana seolah tidak ada habisnya. Mereka berdua sudah sama-sama terluka, namun dengan darah iblis di dalam tubuh mereka, luka-luka yang semula terdapat di kulit tubuh pun menghilang tanpa bekas.

"Aestera fiere!"

Iris mengeluarkan sihir api yang berubah bentuk menjadi naga merah yang mengarah pada Kana. Namun wanita perak itu dengan cepat menghindar dan merapalkan mantra es agar naga api itu membeku.

"Sepertinya kemampuanmu berkembang cukup pesat," kata Kana, "Kau benar-benar berbakat, Kak."

"Sudah sewajarnya, karena akulah yang seharusnya menjadi penerus keluarga!"

Iris menyerang Kana dalam jarak dekat. Di tangannya ia menggenggam sebilah pedang yang dengan lihainya ia ayunkan dan nyaris mengenai leher Kana beberapa kali.

"Seharusnya aku yang menjadi penerus keluarga, tetapi karena kau lahir kaulah yang mendapatkannya," ujar Iris, "Aku sangat membencimu, adikku tersayang. Karena itu, matilah demi diriku!"

Serangan wanita itu kini lebih ganas dibanding sebelumnya. Kana harus mengusahakan segala upaya agar tidak mati konyol di tangan Iris. Walau ia mengatakan bahwa Iris berbakat, namun sayang sekali wanita itu tidak mengimbanginya dengan tepat sehingga kini kekuatan Iris tak terkendali.

Ya. Kana bisa melihat bahwa kekuatan Iris sudah mencapai batas. Entah apa yang dilakukan oleh wanita itu, Kana tidak ingin mengetahuinya. Sebagai seorang dari keluarga Vertensia, mencapai batas kekuatan bisa berakibat fatal. Salah satunya adalah kematian, dan sepertinya Iris tidak mengetahui hal itu.

Satu serangan dari Iris menyadarkan Kana. Ia melompat mundur dan mengambil napas.

Bila seperti ini, tidak ada cara lain! Batin Kana.

"Iris, kau tahu mengapa kau diusir dari Wilayah Terlarang bahkan tidak diakui lagi sebagai bagian dari Keluarga Vertensia?" kata Kana.

"Apa aku perlu memerdulikan hal itu sekarang? Kau sebentar lagi akan mati, dan aku akan menguasai negara ini setelah aku membunuh pangeran iblis itu beserta putrimu." Balas Iris.

"Sayang sekali, Iris ..., kau terlambat."

Kana mengangkat sebelah tangannya. Aura sihir berwarna kebiruan menguar dari tubuhnya sembari ia merapalkan mantra.

"Waynd, sollune de mysthe ..., Iartha, sollune de dreste ..., Werdean, sollune de fuirlte ..., Feires, sollune de leffe ..., hiere sonde fo te longe ..."

Iris membelalakkan mata mendengar mantra yang dirapalkan oleh Kana. Wajahnya berubah pucat . Ia mengangkat tangannya, berusaha mematahkan mantra yang diucapkan oleh Kana. Namun ia terlambat selangkah ketika sulur tanaman yang mucnul dari dalam tanah membelit tubuhnya.

"Kau ... keparat!"

Kana menjentikkan jarinya, dua batang pohon muncul secara bersamaan dari dalam tanah dan mengapit Iris di dua sisi.

"Dengarkan suaraku wahai tanah yang ada di bawah kaki ini, dengarkan suaraku wahai angin yang berembus saat ini, air dan api bersatulah menciptakan neraka bagi jiwa yang tersesat di hadapanku ..."

Iris mencoba melepaskan diri dari sulur tanaman yang membelit tubuhnya. Namun sulur itu seakan memiliki jiwa sendiri. Setiap kali wanita itu berhasil memutuskan satu sulur, dua sulur akan membelit tubuhnya, hingga akhirnya pergerakannya benar-benar berhenti. Matanya menatap Kana yang kini berdiri di depannya dengan sorot kebencian.

"Jangan menatapku seperti itu, kau sendiri yang menuai apa yang semula kau tebarkan," kata Kana, "Aku hanya membantumu menuainya lebih cepat."

"Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Kana! Seharusnya kau tidak pernah dilahirkan!"

Poison Princess [End]》✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang