Hari ini perburuan dimulai. Tetapi Mikail memiliki rencana sendiri.
Sedari pagi di saat semua orang tengah bersiap-siap untuk pergi berburu, Mikail dan rombongannya sudah membereskan tenda mereka. Para bangsawan tampak siap dengan pakaian berkuda mereka dan para pelayan menyiapkan segala keperluan yang diperlukan nantinya oleh majikan mereka memperhatikan dengan tertarik apa yang dilakukan oleh Mikail dan rombongannya. Leia duduk di salah satu batang pohon yang tumbang, ia menatap aktivitas orang-orang yang sibuk sejak pagi sambil menyusun botol-botol berisi ramuan herbal buatan Nanny dalam sebuah tas kulit.
"Lacia,"
Leia hanya diam mendengar panggilan itu. Dia tahu siapa yang memanggilnya, tetapi Leia terlalu malas untuk sekedar membalas panggilan tersebut.
Lucius menatap Leia yang terus menyibukkan diri dengan menyusun botol-botol ramuan. Dia kemudian duduk di samping gadis yang tidak menghiraukannya itu, "Aku berbicara padamu, Lacia,"
"Namaku Leia, Yang Mulia Pangeran," balas Leia kemudian, "Bukan Lacia. Apakah itu nama seseorang yang kau kenal?"
Permainan kata yang dimainkan Leia membuat Lucius menyipitkan matanya. Leia tidak peduli. Dia selesai menyusun botol-botol ramuan dan berdiri hendak meninggalkan Lucius ketika pemuda itu mencekal tangannya.
"Ikut aku,"
Leia belum sempat mengatakan apapun ketika Lucius menariknya menjauh dari perkemahan. Pemuda pirang itu merasa mereka sudah cukup jauh dari perkemahan dan melepaskan cekalannya pada tangan Leia, yang langsung mengelus pergelangan tangannya yang memerah.
"Sebenarnya kau mau apa, Pangeran Lucius? Apa belum cukup kau menyiksaku?" kata Leia tajam.
"Aku tidak pernah menyiksamu," balas Lucius, "Aku hanya mau kau kembali ke Kerajaan Silvista."
"Dan mengorbankan diriku menjadi tumbal agar kau menjadi raja? Tidak, terima kasih. Kau pikir aku tidak tahu apa saja rencana yang dipikirkan oleh Ratu Iris dan Lady Irina?" kata Leia, "Bersyukurlah karena Mikail hanya memotong tangan Lady Irina yang terkena racunku, bukannya membunuh gadis itu karena berusaha membuatku celaka."
"Tapi kau sendiri bisa menarik racunnya," kata Lucius mulai kesal, "Kenapa kau menjadi seperti ini, Lacia?"
"Jangan sebut aku dengan nama itu," Leia menyipitkan matanya, "Lacia yang kau kenal sudah tidak ada lagi. Aku pernah mengatakan padamu, bahwa yang ada di hadapanmu ini bukanlah Lacia la Midford, tetapi Leia Vertensia."
"Kau tetap Lacia. Kau punya tanda lahir kerajaan dan kau juga—"
"Aku tak peduli!" balas Leia marah, "Kalian yang membuangku, kalian yang menginginkan aku mati. Kenapa aku harus peduli bila aku sendiri sudah tidak diinginkan di kerajaan ini? Kau lupa, Pangeran Lucius, yang menginginkan kematianku adalah raja dan ratu kerajaan ini. Mereka menginginkanku mati hanya karena aku memiliki racun di dalam tubuhku.
"Katakan, Pangeran Lucius, apa aku salah jika sekarang aku menganggap kerajaan ini adalah duri dalam tubuhku?"
Leia menatap Lucius dengan tatapan benci. Lucius tidak membalas perkataan Leia sama sekali.
"Jika tidak ada lagi yang ingin kau katakan, aku akan kembali." Leia berbalik dan melangkah meninggalkan Lucius.
"Aku tidak pernah membencimu, yang kubenci hanya racun yang ada di tubuhmu," kata Lucius, "Seharusnya aku yang memiliki racun itu, bukannya kau."
Leia menghentikan langkahnya, "Sayangnya aku yang mendapatkannya dan aku tidak akan memaafkan kerajaan ini."
Leia kembali melangkah, kali ini benar-benar merasakan perasaannya memburuk. Dia benci jika harus diingatkan bahwa dia berasal dari Kerajaan Silvista, dan bagaimana orang-orang di kerajaan ini melihatnya. Leia membencinya. Sangat, sangat membenci masa lalunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison Princess [End]》✔
FantasiLacia la Midford adalah seorang putri, namun ia ditakuti dan disegani karena kemampuannya sebagai ahli racun, orang-orang menyebutnya sebagai Putri Racun. Namun, apa kemampuan itu membuatnya disayangi oleh keluarganya? Jawabannya, tidak. Keluarganya...