BAB 10 - KOPI“Hidup itu seperti kopi, pahit. Tapi jika kita tahu cara yang tepat untuk menikmatinya, rasa pahitnya tidak akan terasa.”
Tenang, sebuah rasa yang dirasakan oleh Nesta ketika berada di coffee shop bertema vintage ini. Suasana yang nyaman, musik-musik yang diputar selalu pas dan nyaman didengar, serta racikan kopi yang nikmat, membuat Nesta betah bertahan lebih lama di coffee shop ini.
Namun, ketenangannya kini terganggu oleh laki-laki yang berdiri di depannya dan sedang memasang senyum jahil kepadanya. Lalu tanpa meminta izin terlebih dahulu, langsung duduk di kursi yang berada di depannya.
Nesta hanya memutar bola matanya setelah melihat siapa yang memanggilnya tadi. Laki-laki yang kini sudah duduk di depannya. Ketika hendak berbicara, seorang pelayan yang bernama Gina tadi datang membawa pesanan Nesta. “Kopi arabika spesial buat mbak Nesta.”
“Terima kasih Gina.” Nesta menjawab dengan tersenyum.
“Saya juga pesan kopi arabika, Gin,” sahut laki-laki yang di depan Nesta tadi.
“Mas Rezal.” Gina terkejut dengan kehadiran Rezal yang duduk di depan Nesta. “Kenal sama mbak Nesta juga?”
Rezal terkekeh pelan. “Iya, arabika satu ya!”
“Siap, mas. Tunggu sebentar ya.” Lalu pelayan bernama Gina tersebut langsung permisi pergi.
“Kenal Gina juga? Sering ke sini dong? Kok saya gak pernah lihat?” tanya Rezal.
Nesta hanya diam tidak bersuara. Perempuan tersebut justru menyesap kopi dengan mata yang terpejam. Sedangkan Rezal tersenyum melihat wajah cantik Nesta yang sedang menikmati kopi tersebut.
Nesta membuka matanya lalu meletakkan cangkir berisi kopi tersebut di atas meja. Kemudian menatap laki-laki yang ada di depannya. Sebenarnya dia malas untuk menanggapi ucapan laki-laki tersebut namun, dia tidak ingin mengacuhkan orang yang sedang bertanya dengannnya. “Iya saya kenal Gina. Dan ini coffee shop langganan saya.”
“Ini juga coffee shop langganan saya. Tapi saya tidak pernah lihat kamu.” Setelah Rezal menjawab ucapan Nesta, Gina datang membawa pesanannya. “Terima kasih, Gin.”
“Mungkin waktunya berbeda.” Nesta sebenarnya tidak ingin menanggapi ucapan Rezal lagi. Tapi, entah mengapa mulutnya ingin sekali menjawab ucapan-ucapan laki-laki itu. Apalagi tahu, jika Rezal juga suka datang di tempat ini.
Rezal mengangguk-anggukan kepalanya. “Oh iya... Maybe. Saya datang di sini lebih suka saat pagi hari. Dan kalau malam tidak terlalu sering. Dan, saya lebih suka di lantai atas, tidak di lantai bawah sini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent [Selesai]
Romance#Love and Happiness 1 Cinta? Mendengar kata itu, perempuan bernama Starlyna Nesta Andhara pasti akan tertawa. Sebab, dirinya sudah tidak lagi percaya dengan cinta. Bukan hanya itu saja, perempuan itu juga selalu menjaga jarak dengan kaum laki-laki...