BAB 16 - PANAS

1.6K 140 5
                                    

BAB 16 - PANAS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


BAB 16 - PANAS

Hancur, itulah yang Nesta rasakan ketika mendengar kabar bahwa butik miliknya kebakaran. Tubuh perempuan berambut panjang dan bergelombang tersebut langsung lemas seketika. Namun, ponselnya dia pegang sangat erat.

“Kebakaran?” tanya Nesta dengan suara lirih dengan air mata yang terus mengalir.

Gabby terdengar masih menangis, tapi mencoba menjelaskan kepada Nesta. “Iya, Ta. Maaf... Tadi pagi ketika kita baru datang, tiba-tiba terlihat api yang sudah mulai besar di gudang tempat penyimpanan bahan. Kita tidak tahu bagaimana bisa api tersebut muncul.

“Tadi pagi? Ini sudah jam satu siang, kenapa baru sekarang menghubungi saya?” tanya Nesta dengan suara meninggi.

Kita semua di sini panik, Ta. Bingung memadamkan apinya. Untung saja pemadam kebakaran segera datang, jadi tidak merembet sampai ke depan.

Air mata Nesta semakin mengucur deras. Lalu dengan suara berat dia bertanya kepada Gabby, “lalu bagaimana sekarang?”

Gudang yang paling belakang ludes semua. Maaf hanya bisa menyelamatkan beberapa gulungan kain saja. Karena pihak pemadam kebakaran melarang kita mendekat.

“Kenapa masih sempat menyelamatkan? Yang digudang isinya sembilan puluh persen kain, Gab. Yang pasti mudah terbakar. Kalau kalian kenapa-kenapa bagaimana?” Nesta diam sejenak lalu melanjutkan ucapannya. “Tidak ada korbankan?”

Alhamdulillah tidak ada, Ta.

“Yaudah. Terima kasih, Gab. Maaf ya merepotkan kamu. Nanti kabari saya lagi ya! Assalamu'alaikum.”

Nesta meletakan ponselnya di meja makan. Lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Tangisnya semakin pecah sejadi-jadinya. Revaldy yang tadi bingung dan hanya dia akhirnya mendekati Nesta lalu menarik Nesta ke dalam pelukannya.

“Butik, kebakaran Mas.” Nesta mengadu kepada kakak sepupunya dengan sesenggukan.

Revaldy mengusap punggung perempuan tersebut, agar lebih tenang. “Sssttt.... tenangkan diri kamu. Yakinlah semua akan baik-baik saja.”

“Nesta tidak pantas bahagia ya, Mas? Kenapa cobaan berdatangan terus di kehidupan Nesta. Nesta capek mas. Dari dulu, Nesta selalu bertemu dengan air mata terus.” Nesta melepaskan pelukannya, lalu menundukan kepalanya.

“Huss... Tidak boleh ngomong seperti.” Revaldy mengangkat kepala Nesta. Lalu memegang kedua pundak perempuan itu. “Semua pantas bahagia. Allah tidak mungkin memberikan ujian yang tidak bisa dilalui hamba-Nya.”

Iridescent [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang