3

291 49 19
                                    

:: Selamat Membaca ::



56, 58. Ini dia rumahnya. Jiyeon mencocokan alamat di kartu nama dengan rumah modern minimalis dua lantai dihadapannya, sekitar lima puluh meter dari gerbang cluster salah satu perumahan di Distrik Yeouido, kawasan central bisnis di Seoul.

Rumah itu tidak terlalu besar. Kalau tidak untuk bujangan, ya setidaknya untuk keluarga kecil. Sepertinya yang ditonjolkan rumah ini adalah halamannya yang cukup luas dan jendela-jendela berukuran besar. Rumahnya tanpa pagar, hanya dikelilingi tanaman perdu sebagai pengganti garasi, ada carport untuk dua mobil.

Berbagai macam tanaman hias tumbuh teratur rapi diantara lapisan rumput subur. Sebagian besar bukan jenis tanaman yang berbunga warna-warni, pilihannya cenderung ke tanaman hijau. Beberapa lili dan mawar putih menambah nuansa kesederhanaan dan ketenangan. Di sudut, kolam kecil berbentuk setengah lingkaran dengan air mancur ditengahnya menghadirkan kesan sejuk dan menyenangkan.

Jiyeon merasa berada di rumah idamannya. Kalau saja dibelakang ada halaman berumput yang cukup luas untuk area bermain dan bersantai, dihiasi tanaman buah yang sewaktu-waktu dapat dipanen saat musim, lengkaplah sudah rumah impiannya.

"Ahgassi, mencari siapa?" Lelaki tua muncul di depan Jiyeon. Senyumnya lebar dan ramah. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, perawakannya sedikit gemuk, rambutnya hampir semua memutih. Wajahnya sedikit mengingatkan Jiyeon pada salah satu aktor veteran.

Jiyeon membalas senyuman bapak tua yang memegang gunting tanaman dan menggunakan sarung tangan itu. "Ini benar rumah Kim Myungsoo? Yang bekerja di PT Canopy Media Network?" tanya Jiyeon.

"Ya, benar. Ahgassi ada perlu apa? Kebetulan Myung... Tuan muda Kim tidak ada di rumah, mungkin masih dalam perjalanan pulang." Kata si bapak yang masih saja tersenyum. Tapi meskipun terus tersenyum, Jiyeon merasa bapak tua itu sedang memikirkan sesuatu, tentang dirinya. Jiyeon merasa dirinya tengah diamati.

"Saya sudah ada janji dengan Myungsoo-ssi, untuk mengambil beberapa barang saya yang terbawanya. Maaf, kalau saya boleh tahu, Bapak apanya Myungsoo-ssi?"

Si bapak memandang sebentar ke gunting tanaman di tangannya, lalu terkekeh. "Hehehe... tukang kebun. Kalau sudah ada janji, silahkan masuk dulu. Mari, mari. Oh, kenalkan, Chun Ho-jin. Tapi pantasnya dipanggil Haraboji saja ya." Kakek Chun mengulurkan tangan.

"Jiyeon." Jiyeon berjalan mengikuti kakek Chun menuju rumah. "Haraboji, taman rumah ini bagus sekali," puji Jiyeon.

"Iya tentu saja, haraboji yang merawat ini. Mari, deureo kaseyo." Kakek Chun membukakan pintu dan mempersilahkan Jiyeon masuk ke ruang tamu.

Sebenarnya Jiyeon sedikit curiga. Dari sikap tubuh dan aura percaya diri kakek itu, sepertinya ia bukan tukang kebun.

Ruang tamu itu tidak besar, hanya berukuran tiga kali empat meter. Sofa sudut berwarna green jungle menjadi pusat pandangan ruangan yang didominasi putih. Berseberangan dengan jendela, terpajang poster bergambar Sungai Han. Jiyeon melihat pencantuman tanggal disudut foto, jadi ada kemungkinan foto itu hasil jepretan si pemilik rumah. Dibawah poster terdapat meja setengah lingkaran berbahan logam dan kaca, dengan mangkuk oranye diatasnya, disebelah mangkuk kuning yang berisi tanaman.

"Jiyeon ahgassi mau minum apa?" tawar Kakek Chun.

"Air mineral saja, haraboji."

"Haraboji buatkan teh saja ya."

Gemericik air mancur di depan terdengar samar, tapi mampu mengisi sepi yang terasa di ruang tamu. Sambil melihat-lihat ke sekeliling, Jiyeon teringat rumahnya dulu. Tiga lantai, enam kamar tidur, empat kamar mandi. Satu ruang tamu besar dan satu ruang keluarga yang jauh lebih besar. Rumahnya dilengkapi dapur kotor dan dapur bersih, ada ruang makan sehari-hari dan ruang makan khusus. Tiga mobil dan dua moge mengisi garasi rumah. Letak rumahnya dekat dengan pusat perbelanjaan, kampus, rumah sakit dan restoran-restoran mewah. Lokasi premium di Seoul.

LOVE LETTER AND JIRISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang