13

185 48 15
                                    

:: Selamat Membaca ::




Hasil penilaian Myungsoo selama beberapa hari berinteraksi, Jaerim memang memenuhi semua kriteria yang disebutkan Krystal tentang lelaki untuk Jiyeon.

Myungsoo belum menemukan hal-hal yang membuatnya keberatan. Dan dari gerak-geriknya, terlihat Jaerim memang melakukan pendekatan pada Jiyeon. Setiap ada kesempatan, dia selalu duduk di dekat Jiyeon. Myungsoo juga sering mendapati Jaerim memandang Jiyeon diam-diam.

"Kenapa ngelihatin seperti itu?" tanya Jiyeon saat mendapati Jaerim bersandar di pintu perpustakaan memandangnya dengan senyuman yang dapat melelehkan mentega. Sudah beberapa menit gadis itu merasa ada yang memperhatikannya, jadi sulit konsentrasi membaca buku.

"Lagi-lagi selalu serius. Apa tidak capek masuk hutan seharian, lalu masih disambung belajar? Sore ini cukup cerah, asyik untuk olahraga. Itu orang-orang pada main badminton di halaman," kata Jaerim menoleh ke arah halaman. Minho dan Seunghyun sedang bertanding melawan Myungsoo dan Park Seojoon.

Jaerim berjalan ke arah Jiyeon, menarik kursi di sampingnya dan duduk. Masih dengan senyuman mautnya. Jiyeon terpaksa menutup buku mengenai beruang hitam yang sedang dibacanya.

"Aku tidak bisa main badminton." Jiyeon membuka kembali bukunya, berusaha meneruskan membaca. Dia memang tidak terlalu menikmati olahraga semacam itu. Olahraganya paling jogging atau bersepeda saja.

"Lalu hobimu apa?" Jaerim melirik catur yang ada di atas kabinet. "Mau main catur denganku tidak"

"Mmm...?" Jiyeon mendongak. Terakhir kali dia main catur dengan ayahnya adalah sehari sebelum ayahnya mendapat surat panggilan dari kepolisian. Sejak saat itu mereka tidak pernah lagi menyentuh papan catur.

"Membacanya diteruskan nanti saja." Jaerim tiba-tiba mengambil buku itu, membuat Jiyeon spontan berusaha mendapatkannya kembali. Tapi Jaerim justru mempermainkannya, sampai Jiyeon harus menggapai-gapai kesana kemari.

"Ih, gitu amat sih. Aku mau belajar, sunbae. Kembalikan bukunya!" seru Jiyeon setengah kesal. Senyum Jaerim berubah menjadi tawa renyah. Orang yang terlihat berwibawa saat memimpin anak buahnya itu, sekarang tak lebih seperti anak kecil yang senang menggoda.

"Satu permainan dulu, baru kukembalikan." Jaerim membuka kancing atas jaketnya dan memasukkan buku itu ke balik jaket, lalu kembali menutup kancingya. "Tenang, dia aman bersamaku. Satu permainan saja tidak apa. Gimana?" Tanpa menunggu respon Jiyeon yang tampak jelas masih keberatan, Jaerim berjalan ke arah kabinet dan membawa papan catur ke meja. Buku yang ada di dalam jaketnya tampak membayang kota, mau tak mau membuat Jiyeon tersenyum geli dalam hati.

"Aku tidak pandai main catur," ujar Jiyeon.

"Aku juga tidak," jawab Jaerim. Sepertinya bohong. "Kamu pilih yang hitam atau putih?" tanya Jaerim.

"Putih," kata Jiyeon.

Jaerim mengalihkan pandangan dari buah catur ke tangannya. "Syukurlah, kulitku lumayan putih," ujarnya. Dia nyengir lebar setelah mengatakan itu.

Mereka berdua menata buah catur di papan yang telah dibuka. Sesekali Jaerim, sepertinya, sengaja salah mengambil, membuat jemari mereka bersentuhan.

"Oke, silahkan dimulai. Ladies first." Jaerim mempersilahkan Jiyeon melakukan langkah pertama. "Mmm... sepertinya kamu bohong bilang tidak pandai main catur," kata Jaerim.

Pertandingan badminton di halaman makin seru kedengarannya. Makin banyak orang berseru mendukung jagoannya masing-masing. Dari lagak Minho yang terlihat pongah, dia dan Seunghyun yang pegang kendali.

LOVE LETTER AND JIRISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang