9

211 45 21
                                    

:: Selamat Membaca ::



Profesor Kim mengumpulkan rombongan di ruang tamu yang sekaligus menjadi ruang kerja. Tiga meja tertata berikut kursi-kursinya. Di dinding tertempel beberapa poster mengenai Taman Nasional Gunung Jirisan. Peta stasiun riset Munsu juga ada.

Sementara mereka meeting, dari arah luar dan atap rumah terdengar suara ribut monyet berlarian. Kai tidak tenang di tempat duduknya, ingin segera pergi keluar, melihat-lihat tingkah polah berbagai satwa di sekitar rumah.

"Selamat sore. Permisi." Park Seojoon berdiri di depan pintu.

"Oh, silahkan masuk, Seojoon-ssi." Profesor Kim mempersilahkan Park Seojoon masuk. Wah, melihat penampilannya, sepertinya Park Seojoon siap masuk ke hutan. Topi, celana lapangan, kamera, boots, parang, dan tas perlengkapan.

"Ini saya bawakan kaus kaki antipacet, pinjaman dari Tuan Na. Kalau siap, kita bisa masuk hutan sekarang."

"Pacet itu apa, Prof?" tanya Krystal.

"Pacet hewan yang sekeluarga dengan lintah, habitatnya di hutan. Ada dua tipe yaitu pacet tanah dan pacet daun. Dan seperti saudaranya, hewan ini penghisap darah," jelas Park Seojoon.

"Memang disini banyak pacet, ya?" tanya Krystal. Raut wajahnya berubah, sedikit gentar. Kai yang jarang melihat ekspresi Krystal seperti itu, spontan tersenyum.

"Ya jelaslah, MJ, hutan gitu. Memangnya tidak pernah dengar Munsu termasuk surganya pacet?" Kai sengaja meneror, membuat wajah Krystal semakin pucat.

"Tenang saja, Krystal-ssi. Kaus kaki ini cukup ampuh untuk mencegah pacet masuk." Park Seojoon membagikan kaus kaki berwarna cokelat itu pada semua orang. Kaus kaki itu seperti boots yang terbuat dari kain tebal dengan tali pengikat dibagian betis.

"Kita bisa bertemu sepuluh menit lagi di depan, Seojoon-ssi? Biar anak-anak siap-siap dulu," kata Profesor Kim, disambut anggukan Park Seojoon.

Lima belas menit kemudian semua berkumpul di depan Rumah Beruang, dengan dandanan masing-masing. Dari semuanya, Minho paling santai. Dia masih tetap memakai kaos oblong lengan pendeknya, celana lapangan, sepatu trekking, dan kamera. Sebaliknya, Krystal menjadi orang yang paling siaga. Tidak yakin dengan kaus kaki antipacet saja, dia mengenakan dua kaus kaki lain di dalamnya. Kaus lengan panjang turtle neck, jaket antiair, topi, dan tas berisi obat-obatan. Dia bahkan menyiapkan sarung tangan.

"Kamu takut pacet ya?" Kai mulai memancing keributan. "Emangnya waktu daftar mau ikutan penelitian ini kamu tidak mikirin kemungkinan besar kamu akan kenalan dengan vampir kecil dari hutan itu?"

"Diam kau ah!" sembur Krystal.

"Hehehe. Kita bakalan lama lho disini. Enam bulan. Dan tiap hari masuk hutan. Jadi bisa dibilang sembilan puluh sembilan persen kamu bakal kena gigitan pacet. Hiii..." Kai menakut-nakutin.

"Sudah, jangan didengerkan si Kai," bisik Jiyeon, mencoba menenangkan Krystal.

"Kita nanti masuk hutannya sendiri-sendiri, MJ. Seharian. Bayangkan." Dengan telunjuknya, Kai menirukan gerakan pacet di depan Krystal yang berdiri kaku. Seringainya nakal dan licik. Sepertinya puas mengeksploitasi ketakutan Krystal.

"Kai," potong Jiyeon melotot. "Bisa diam tidak?"

"Dia meliuk-liuk, mencium aroma darah, merayap mendekat, menaiki kakimu. Aaarrghh...!" Tahu-tahu Kai berteriak kaget campur kesakitan. Rupanya Krystal menyambar telunjuknya dan menggigitnya. "Gila kamu, main makan tangan orang saja!"

LOVE LETTER AND JIRISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang