8

212 46 8
                                    

:: Selamat Membaca ::



"Waah..." Empat mahasiswa Profesor Kim berdiri di tepi sungai yang memisahkan desa Munsu dengan stasiun riset. Wajah mereka penuh kekaguman memandang sungai Seomjin yang membentang. Jernih dan segar.

Mereka tiba di Gwangpyeong sekitar pukul tiga. Setelah dua jam berada di kantor Jirisan untuk mengurus izin dan lain sebagainya, mereka langsung berkendara ke Munsu selama setengah jam.

"Asyik... bisa renang tiap hari deh," seru Kai senang.

"Mancing ah," ujar Minho. "Kulihat banyak kedai jual ikan bakar. Berarti pasokan ikan lumayan. Sip... sip... sip..."

"Wow, bisa arung jeram nih," ucap Krystal tak kalah antusias. Hanya Jiyeon yang tampak kalem, tidak merencanakan apa-apa.

"Bisa, bisa. Kami ada rekan yang menyediakan jasa arung jeram di desa. Kalau mau mendaki puncak Jirisan juga bisa. Pokoknya disini bisa bertualang sepuasnya," ujar Kim Jungtaek, staf Taman Nasional yang mengantar mereka ke stasiun riset.

"Hei... hei..., kalian ke sini untuk riset, bukan plesir." Profesor Kim membubarkan angan-angan indah mereka. Gayanya saja terlihat tegas, padahal dalam hati Profesor Kim sudah berpikir mau memancing juga. "Ayo siapkan tas-tasnya. Perahu sudah datang."

Di seberang sana, perahu kayu dengan pengendalinya, meluncur membelah arus. Melihat ukuran perahunya, kemungkinan butuh dua kali penyebrangan, baru beres mengangkut semua barang dan penumpang.

Stasiun riset ini dikhususkan untuk penelitian atau keperluan tertentu, jadi tidak sembarang orang dapat masuk, harus ada izin dari Taman Nasional. Lokasinya terpisah dari desa oleh sungai, memberikan suasana kondusif bagi satwa yang tinggal didalamnya, terutama beruang hitam asia liar dan semi liar agar tidak terusik.

"Selamat pagi, Tuan Kim," balas tukang perahu. Kim Jungtaek menyalaminya terlebih dahulu. Mereka bicara dalam bahasa lokal sejenak, baru Yoon Heeseok memperkenalkan anggota rombongan.

"Perkenalkan, ini tukang perahu. Namanya Yoon Heeseok, tapi biasanya akrab dipanggil Yoon Ahjussi. Heeseok-ssi, ini kawan kita dari Seoul. Profesor Kim Sooroo, Kai, Minho, Jiyeon, dan Krystal. Mereka mau penelitian disini, tolong dibantu. Mereka akan tinggal selama enam bulan. Tapi siapa tahu mungkin malah ada yang menetap. Masih pada single, betul?" Kim Jungtaek bertanya setengah bercanda setengah serius sambil memandang mahasiswa Profesor Kim satu per satu.

"Rencananya saya cinlok sama dia, Kim Ahjussi," kata Kai sambil menunjuk Jiyeon. Ampun orang ini, batin Jiyeon. Ia sampai menginjak kaki Kai karena gemas. Kim Jungtaek tertawa.

"Cuma lima orang, Tuan? Saya dengar ada enam. Kemana yang satu lagi?" tanya Yoon Heeseok.

"Menyusul sebentar. Lagi ngobrol di tempat Tuan Shim. Ayo, barang-barangnya diangkuti dulu," kata Kim Jungtaek.

Satu per satu ransel dan tas dimasukkan ke perahu. Betul saja, tidak bisa diangkut sekaligus. Kai dan Krystal naik duluan ke perahu, berikutnya Minho dan Kim Jungtaek. Jiyeon dan Profesor Kim harus tinggal. Kai sebenarnya ingin turun lagi, tapi karena terlanjur ada di ujung depan, mau melangkahi tas-tas itu kok menyusahkan. Jadi terpaksalah ia ikut kloter pertama.

"Kunanti dirimu di seberang, Jiyeon," seru Kai saat perahu mulai jalan. Jiyeon pura-pura tidak dengar.

"Wah, masih ada yang disini, saya kira saya sudah ditinggal." Tiba-tiba terdengar seruan dari belakang. Myungsoo. "Arusnya sedang jinak hari ini, bagus untuk menyebrang."

"Cantik-cantik begini, sungai Seomjin pernah memakan korban. Kalau waktu hujan deras beberapa hari di hulu sana, kadang air membludak dan arusnya tambah kencang. Sering tukang perahu tidak berani jalan karena berbahaya. Bahkan disini pernah banjir juga. Orang-orang di stasiun riset tidak bisa kemana-mana selama beberapa hari. Sampai kekurangan bahan makanan dan harus dikirim dari udara lewat kawat," kata Profesor Kim.

LOVE LETTER AND JIRISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang