17

184 36 22
                                    

:: Selamat Membaca ::




"Kita ngapain diminta kumpul di Rumah Kera, ya?" tanya Kai pada ketiga temannya dan Profesor Kim yang sedang berjalan menuju Rumah Kera.

Tidak ada yang dapat menjawab. Tapi Kai tidak membutuhkan jawaban itu tatkala mereka tiba di Rumah Kera. Bukan belasan orang yang ada di sana yang menjadi perhatiannya, tapi tiga karung besar yang tergeletak dibawah tangga menuju teras Rumah Kera.

"Selamat datang, Profesor Kim dan para mahasiswa Departemen Biologi Universitas Nasional Seoul tercinta. Senang sekali Profesor dan teman-teman bersedia hadir di tempat kami dalam rangka uji nyali." Jaerim menyalami mereka satu per satu.

Krystal dan Jiyeon saling pandang. Uji nyali?

"Konon menurut kabar, ada Hantu Mangga berkeliaran di stasiun riset Munsu. Reputasinya sudah menyebar dan sangat menggelitik kami untuk membuktikan kebenarannya. Untuk itulah saya mengundang Profesor dan teman-teman untuk menikmati pesta mangga malam ini. Siapa yang paling banyak menghabiskan mangga, maka dialah hantu mangga sejati. Bukan sekedar mitos." Tanpa ditutup-tutupi Jaerim melirik ke arah Jiyeon dan tersenyum penuh arti.

"Pisau, mana pisau? Tidak perlu lama-lama, mari kita mulai saja pestanya." Minho heboh mengeluarkan mangga-mangga itu dari karung seperti orang kalap.

Jaerim dan anak buahnya, Myungsoo dan teman-temannya, Profesor Kim bersama mahasiswanya, serta orang-orang dapur serentak bergerak untuk berpesta mangga. Canda tawa mewarnai keakraban.

"Mana, katanya doyan mangga? Dari tadi satu buah saja belum habis," sindir Jaerim kepada Jiyeon yang asyik menikmati mangga. "Ini, aku pilihkan yang harum dan manis. Cobalah." Jaerim menyodorkan mangga yang sudah dibelahnya.

"Habis uang berapa untuk beli tiga karung mangga, Jaerim? Royal sekali." Krystal mencoba mangga yang diperuntukkan bagi Jiyeon itu. Sesuai yang dikatakan Jaerim, memang harum dan manis.

"Tidak elok bicara uang kalau sedang makan. Lagipula, untuk mendapatkan maaf dari seseorang, apalah artinya tiga karung mangga. Tiga truk mangga pun akan kuturuti." Senyum Jaerim tersungging. Pandangannya tak lepas pada Jiyeon. Perempuan itu hanya membalas dengan senyuman kecil, lalu sibuk lagi makan mangga. "Jadi, aku sudah dimaafkan atas insiden rafting belum?"

"Sudah," jawab Jiyeon mengerjap beberapa saat, merasakan nikmatnya daging mangga yang empuk, harum, manis, dan sedikit asam itu di lidahnya.

"Lega. Kalau begini aku bisa pergi dari sini dengan hati tenang," kata Jaerim. Laki-laki itu menunggu respon Jiyeon, siapa tahu gadis itu akan bertanya kemana dia akan pergi. "Besok aku harus ke Gurye. Jam lima keluar dari stasiun riset. Jadi malam ini aku ingin berpamitan," kata Jaerim setelah tidak ada tanggapan.

"Yah, cepat amat, kenapa sudah mau pergi." Yang menanggapi pengumuman Jaerim adalah Krystal. Jiyeon sepertinya masih tenggelam dalam kenikmatan menyantap mangga.

Walaupun itu tidak sepenuhnya benar.

Dari sudut matanya, diam-diam Jiyeon memperhatikan Myungsoo beberapa kali menoleh ke arahnya. Dia berharap laki-laki itu mau menghampiri dan ikut mengobrol, setidaknya sebentar. Tapi agaknya Myungsoo menjaga jarak. Entah dari Jiyeon, entah dari Jaerim. Dan entah kenapa Jiyeon tidak menyukai jarak yang begitu saja tercipta diantara mereka.

Terlebih lagi saat Myungsoo menjauh dari keramaian untuk menerima telepon. Jiyeon menduga itu dari Ara yang cantik. Kecemburuan merayapi hati Jiyeon. Tapi segera dilenyapkannya karena dia tidak punya hak apapun terhadap laki-laki itu.

"Ternyata seperti itu cara kerjanya. Tidak banyak bicara tapi tahu-tahu menghabiskan mangga," bisik Jaerim pada Krystal. Perempuan berambut keriting itu tertawa mendengar analisis Jaerim terhadap perilaku Jiyeon.

LOVE LETTER AND JIRISANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang