Ramona mengerjapkan mata berulang kali. Tidak memercayai bahwa dia terbangun di dalam dekapan Manuel. Jarak tubuh mereka begitu dekat, sampai-sampai dengkuran halus pria itu menyapu rambut di puncak kepala Ramona. Sementara itu, Ramona tidak melihat keberadaan putri mereka. Padahal, Alina yang menjadi alasan Ramona dan Manuel pagi ini terjaga di satu ranjang. Gadis kecil itu semalam terbangun dan meminta ayah dan ibunya untuk menemani kembali tidur.
"Manuel ...," bisik Ramona mencoba untuk membangunkan dengan pelan. Pria itu tidak memberikan reaksi, tetap saja terlelap dengan nyenyak. "Hei, bangun!" Ramona mencoba lagi, kali ini suaranya lebih keras. Kali ini, badan Manuel bergetar. Namun, bukannya terbagun, lelaki itu justru memeluk badan Ramona dan semakin mempererat dekapannya.
Pipi Ramona perlahan-lahan berubah warna menjadi kemerahan. Dia merasakan jantungnya mulai berdetak dalam ritme yang lebih cepat. Kali ini, tidak lagi berbicara dengan pelan, Ramona berseru lebih keras sambil kedua tangannya mendorong Manuel menjauh. "Bangun, Tukang Tidur!"
Langsung saja, mata Manuel terbuka dan dia sepenuhnya terjaga. Pria itu mengucek mata dan terkejut melihat Ramona yang wajahnya terlihat merona. "Jam berapa sekarang?"
Ramona buru-buru bangun dan mengintip jam di nakas. "Jam enam tiga puluh tujuh. Aku mau mencari Alina," jawabnya kikuk, memalingkan wajah dari Manuel karena sadar pipinya sudah merah menyala.
Dengan secepat kilat, Ramona meninggalkan kamar Manuel untuk menemukan keberadaan sang putri. Mulutnya menghela napas lega saat didapati Alina sedang bermain dengan boneka-bonekanya di ruang bermain. "Alina kenapa bangun pagi sekali?"
"Momma sini! Ikut main!" ajak Alina dengan ceria. Ibunya geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat anaknya sudah bersemangat padahal masih sangat pagi. Dia menemani Alina selama lima belas menit bermain sebelum Manuel memberi tahu bahwa sarapan mereka bertiga telah dibuatnya.
Di hadapan Manuel, Ramona duduk dengan rikuh memotong-motong panekuknya dengan garpu. Dia melirik kepada pria itu dan tersenyum lantaran melihatnya sedang mengatakan sesuatu yang membuat Alina tersenyum lebar. Senyumnya langsung terhapus saat Manuel mendadak menatapnya.
"Aku lupa menanyakanmu semalam," kata pria itu. Dia sebenarnya memiliki pertanyaan untuk Ramona, tetapi karena didapatinya wanita itu menangis, dia sampai lupa. "Sebenarnya, aku dan Kayla mendiskusikan di mana pernikahan kami sebaiknya. Aku ingin pernikahan sederhana dengan keluarga dan teman dekat yang menghadiri. Kayla tidak keberatan, tetapi dia berharap pernikahan kami dilaksanakan di Maladewa. Katanya, itu pernikahan impiannya."
"Dan kau ingin pernikahan diadakan di Amerika saja?" Manuel menganggukkan kepala. "Aku tidak yakin, aku orang yang tepat untuk kautanyai soal ini," jawab Ramona jujur.
"Bagaimana denganmu?" tanya Manuel.
"Apanya?"
"Kau punya pernikahan impian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Love Child
RomanceBuku pertama The Billionaire Series Ramona Martinez menjadi seorang ibu di usianya yang masih sangat muda. Tidak ada seorang pun selain dirinya yang tahu bahwa ayah dari anaknya bukanlah pria sembarangan. Keluarga pria ini secara turun temurun memp...