5. Alina Meets Her Daddy?

64.5K 3K 24
                                    

"Aku pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku pulang. Alina sudah tidur?" Ramona melepaskan kardigan yang dia pakai dan berjalan ke arah ibunya yang sedang mengetik sesuatu di laptop. Sudah pukul sepuluh malam ketika Ramona sampai di rumah, jadi dia yakin putrinya sudah tidur.

"Dia sudah lelap sejak jam delapan tadi. Kau sudah makan malam?" tanya Maria berhenti mengetikkan artikelnya. Dia sedang menuliskan tip parenting untuk satu majalah daring.

Ramona mengambil gelas dari kabinet kemudian mengisinya dengan air keran. "Aku tadi sudah makan. Bosku membawakan kami pizza ketika pulang kerja." Setelah Matthias tidur tadi, Alejandro membawakan makan malam untuknya dan juga Manuel. Ramona masih belum begitu paham hubungan antara Alejandro dengan Manuel, tetapi dugaannya ada sedikit ketegangan di antara mereka.

"Kau pasti lelah, kan? Istirahatlah. Besok kau, kan harus kerja lagi. Mudah-mudahan besok bosmu pulang lebih cepat, jadi kau pun bisa menghabiskan waktu dengan Alina.

Memang benar, karena jam kerja bosnya sebagai pengacara pada satu firma hukum yang terkenal di Virginia, maka Ramona harus menjagai Matthias hingga pria itu pulang. Akibatnya putrinya sendiri jadi tidak bisa dia temui. Setidaknya, Ramona bisa mendapatkan uang lembur. Selain untuk kebutuhan sehari-hari—yang dibantu Maria—uangnya akan dia tabung untuk biaya pendidikan Alina nanti. Dia ingin anaknya bisa mengenyam bangku kuliah, tidak seperti Ramona yang hanya sampai lulus SMA. Maria dulu bahkan tidak lulus SMA dulu dan akhirnya mengambil ujian kesetaraan.

"Mom, bagaimana denganmu? Belum ingin tidur?" tanya Ramona.

"Editorku menunggu. Besok pagi artikel ini harus terbit. Kau tidurlah." Maria tersenyum tipis dan melepas kacamata bacanya. "Aku akan menyusul setelah ini."

Ramona mengecup pipi ibunya. "Aku akan membersihkan diri dulu baru tidur. Kau jangan tidur terlalu larut, Mom."

Jam setengah enam pagi keesokan harinya, Ramona sudah bangun. Alina menyusul tidak lama kemudian. Sebelum memulai aktivitas paginya, Ramona bermain dengan putri kesayangannya. Setelah dia pulang kerja, belum tentu Alina masih terjaga. Maka, saat seperti inilah yang bisa dia manfaatkan sebagai waktu berkualitas bersama sang anak.

"Teruskan bermain dengan Alina. Aku yang buatkan sarapan untuk kita," kata Maria sambil menguap saat putrinya berjalan menuju dapur dengan menggendong Alina. "Habiskan waktu sebanyak mungkin dengan anakmu, Ramona. Seharian nanti bisa jadi dia tidak melihat wajahmu."

Bibir Ramona mengecup kening Alina. Dia satu-satunya anak biologis yang bisa dia lahirkan. Persalinannya dua tahun lalu tidak berjalan lancar. Sehingga dokter terpaksa melakukan histerektomi untuk menyelamatkan nyawanya. Ramona tidak keberatan. Dia hanya butuh Alina. Dia bersyukur bisa hidup dan menjadi ibu dari anak yang sesempurna Alina.

"Momma ... Ainna 'sa temu Daddy?" Alina yang belum bisa menyebut namanya dengan benar jadi mengatakan Ainna saat memanggil diri sendiri.

Jantung Ramona rasanya mendadak berhenti berdetak. Lagi-lagi Alina menanyakan keberadaan ayahnya. "Kenapa mau ketemu Daddy? Kan, Alina punya Momma. Alina sayang dengan Momma, kan?"

The Billionaire's Love ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang