Chance 🌞 : 16

617 62 25
                                    

⚠️Warning : Kata-Kata Tidak Baku!

Suara langkah kaki terdengar menggema di sepanjang lorong. Clint dan Tony otomatis menoleh ke sumber suara, sedangkan Pepper tertidur di pangkuan Tony akibat kelelahan. Mereka semua sedang duduk di depan kamar Natasha, berjaga-jaga apabila wanita atau pria itu siuman.

"Bagaimana keadaan mereka?" Tanya pria yang baru datang tadi, Clint mengernyit.

"Dari mana saja kau? Sejak kemarin aku tidak melihatmu." Pertanyaan yang menyiratkan ketidak-sukaan Clint lontarkan di depan pria itu. Sedangkan yang ditanya hanya memberikan tatapan heran. "Hah? Kenapa kau jadi seperti ini?" Tanya pria itu, Clint melemaskan otot wajahnya yang tegang tadi.

"Tidak, hanya penasaran. Kau menghilang sejak lamaran Steve dan Natasha lalu sekarang baru muncul." Jawab Clint sambil bersedekap, ia menyenderkan tubuhnya di ambang pintu kamar Natasha.

"Maaf, aku lupa mengabari kalian. Keesokan hari setelah lamaran itu, asisten penelitianku yang ada di Washington menelpon. Ada masalah mengenai senjata baru yang sedang kami tangani." Jelasnya panjang-lebar, Clint hanya mengangguk.

"Bagaimana kabarmu, Tony?" Pria itu bingung melihat keadaan temannya yang biasa cerewet menjadi pendiam seperti ini. Apakah sebegitu parah keadaan mereka?

"Ah, maaf. Aku baik saja, Bruce." Tony tersadar dari lamunannya, baru menyadari akan kedatangan Bruce, tetapi ia sama sekali tidak bisa bergerak karena sedikit gerakan akan membangunkan Pepper yang tertidur di pangkuannya.

"Kudengar, mereka kecelakaan?" Tanya Bruce dengan suara yang ia kecilkan, takut memperkeruh keadaan. Ia tahu bahwa semua orang sedang sedih dan khawatir di sini. Tony mengangguk, Clint hanya diam seperti tidak ada yang bertanya. Tak ada lagi yang ia perdulikan kecuali Natasha.

"Can i see them?" Tanya-nya lagi yang diangguki oleh Tony. Bruce pun hanya mengangguk lalu memasuki ruangan Steve.

"Hey, Old Man." Sapanya sembari menutup pintu, perlahan mendekati ranjang tempat pria itu terbaring.

"Ini lucu, kan? Biasanya kau cerewet dan sekarang hanya tidur di sini. Ayolah, bangun dan bersaing lagi denganku." Kekeh pria itu sambil menatap pria yang terbaring tak sadarkan diri.

"Kalau kau tidak bangun dalam waktu dekat, Natasha akan kurebut, nih." Candanya lagi berharap pria itu bisa bangun dan bersaing dengannya.

"Maaf, Capt. Aku - aku tidak bisa melupakannya. Jujur, aku masih sangat mencintainya. Maka dari itu kemarin aku menghilang dari jangkauan kalian untuk menenangkan diri. Sungguh, aku kaget. Aku tidak tahu apakah kau adalah pria yang setia dan baik untuknya." Ia menghembuskan nafasnya lalu melanjutkan perkataanya.

"Aku memang masa lalunya, dan aku menyesal telah mengkhianatinya dulu. Ternyata tak ada wanita yang sepertinya. Kau beruntung, Capt bisa mendapatkan dia. Dia pasti sangat mencintaimu. Tapi entahlah, apakah aku bisa merelakan kalian bersama." Ucapnya lagi sambil menatap Steve dengan ketidak-ikhlasan.

"Baiklah, aku pergi dulu ya. Cepatlah bangun dan hadapi hidupmu." Tutupnya sambil menampakan senyumnya.

Akhirnya pria itu menyudahi percakapan satu orang mereka dan keluar dari ruangan Steve. Ia mengernyit, tidak ada Tony, Pepper, maupun Clint. 'Mungkin mereka sedang makan.' Bruce tersenyum, ini saatnya mengunjungi pujaan hatinya. Ia menarik napas dalam untuk mempersiapkan diri, takut melihat keadaan wanita itu.

Ia pun membuka pintu dan sangat kaget. Keadaan Natasha bahkan lebih parah dari Steve. Ia menyesal, seharusnya ia bisa memastikan wanita itu baik-baik saja. Perlahan namun pasti, ia mulai mendekati ranjang dan menggenggam tangan wanita itu. Ia mengambil kursi di dekat kasur lalu duduk di samping ranjang. Menaruh tangan wanita itu di pipinya dan mengusapnya pelan.

"Really? Nat?" Kata-kata pertama yang ia ucapkan setelah sekian lama terdiam menatap prihatin wanita itu. Kenapa ia bisa lebih parah dari Steve? Ah, ia harus bertanya pada Clint dan Tony nanti untuk tahu lebih lanjut.

"Hei, Nat. Bangunlah, aku rindu. Rindu semua darimu, senyummu, tawamu, kebawelanmu, bahkan bogemanmu." Katanya lalu menjeda.

"Maaf kemarin aku menghilang. Aku - aku hanya belum bisa menerima tentang kau dan Steve. Jujur, aku masih mencintaimu. I can't forget you. I don't know when. Kau sangat menyebalkan, Nat. Kau memenuhi diriku, bahkan akupun sampai gila kau buat. Sungguh." Bruce menyeka setetes air mata yang keluar matanya, lalu kembali melanjutkan percakapan solonya.

"Kapan kau bangun, Nat? Aku rindu tawamu, senyummu, bahkan hadirmu. Dunia terasa hampa tanpa dirimu. Aku kok lebay banget ya, hehe. Maaf ya, Nat. Tapi aku harus melakukan ini. Kau harus cepat bangun ya!" Bruce menyudahi percakapan mereka, mencium kening Natasha sebentar.

"Mana ya, kok lama sekali? Padahal tadi aku sudah lihat dia cium kening Natasha. Ew, padahal kan Natasha sudah milik Steve. Kok berani banget sih dia." Bisik seseorang dari seberang kamar Natasha.

"Iyuh, masa sih? Parah banget itu orang. Ih, gemes deh, minta dipites." Balas orang satunya.

"Iya, Ton. Seandainya aja bisa, tapi nanti malah pecah kita." Timpal Clint kepada Tony yang dijawab anggukan oleh pria itu.

"Eh, dia udah keluar itu!" Bisik Tony agak keras sambil menunjuk ke arah Bruce yang baru saja keluar dari kamar Natasha. Ia menengok ke kanan dan ke kiri, sepertinya mencari keberadaan mereka. Ya, sebenarnya seberang kamar Natasha adalah ruang staff yang seharusnya tidak boleh dimasuki siapapun. Mereka melakukan itu awalnya hanya iseng mau ngintipin si Bruce, tapi malah ujung-ujungnya ngegibahin juga. Astagfirullah.

"Ton, itu dia kenapa senyam-senyum ya?" Tanya Clint sambil memandang Bruce bergidik. Sedangkan Tony ikut-ikutan geli, "Eh iya. Kok gue jadi curiga ya, Clint?" Balas Tony. Mereka masih berbisik.

"Hm, aneh-aneh saja." Jawab Clint. Mereka tetap berjongkok di situ sampai akhirnya Bruce pergi.

"Maaf, Pak. Mohon tinggalkan ruangan ini ya." Suara wanita tiba-tiba terdengar di pendengaran mereka. Asalnya dari belakang. Astaga, ini ruangan kan tadi gelap banget ya, udah gitu kayaknya tidak ada yang keluar-masuk dari tadi.

"Ton, Ton, sumpah. Mbak-mbak, Ton." Clint memejamkan matanya kuat, meremas bahu Tony yang sudah lemas sedari tadi. "Aduh Mbak Kunti, maaf mbak, maaf. Iya-iya kami pergi." Ucap Tony yang juga sudah ketakutan setengah mati.

"Eh, Pak. Abdi jalma anu anjeun terang, masih hirup. Bener-bener goréng di jurig! (Aku ini manusia lho, masih hidup. Parah banget dikatain hantu!)" Timpal mbak itu sewot dengan logat Sundanya. Tony dan Clint serentak menoleh ke arah belakang dan benar mendapati bahwa ia adalah manusia.

"Eh punten. Abdi henteu terang. anyways, éta leres deui sapertos kieu. (Eh maaf. Aku ini enggak tahu. Lagian datengnya pas lagi begini, toh.)" Sahut Tony yang mengerti sedikit bahasa Sunda. Sedangkan Clint hanya cengok mendengarkan mereka.

"Yowes, rapopo. Mohon keluar ya, Pak." Ucap mbak itu sopan yang langsung dituruti kedua orang itu.

"Dasar, ganteng-ganteng kok guoblok." Bisik mbak itu sambil geleng-geleng setelah keduanya pergi meninggalkan ruangan.

-chance 16 : end 🌞.

Hai gais! Miss me? Maaf banget astaga gue ga update berapa minggu ini masyaoloh. Maaf banget yes! I don't know. Tapi bulan kemarin gue bener-bener lagi drop-sedropnya. Udah mana lagi biasa lah ya, orang sibuk niHAHAHA.

Jadi, beberapa minggu kemarin sekolah lagi nanganin proyek besar dan aku jadi panitianya yihii! Kebayang gak tuh betapa pusing dan ribetnya saya. Mon maap juga ya gais kalo kalian kurang mendapat feel dan agak kurang nyaman sama part kali ini. Maaf juga typonya. Maaf belom bisa kasi double update hehehe. Sorry udah buat kalian nunggu lama. Stay enjoy, love you!💜

Salam Romanogers! 🙌🏻😉 Peace Out!✌🤙.

Chance - RomanogersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang