ㅡ✨13 회

3.8K 613 25
                                    

Taeyong terisak sembari terus menjauhi Jaehyun. Meski ada perasaan tak rela untuk melepaskan pria itu, namun ia berusaha agar tak jatuh lebih dalam lagi kedalam permainan sang atlet. Disatu sisi ia memercayai ucapan Jaehyun, tapi saat mengingat percakapan rekan setim Jaehyun disisi lapangan tadi Taeyong cukup yakin jika hal itu kemungkinan benar adanya.

Bukankah seorang pembohong memang pandai mengucapkan kalimat penenang yang begitu manis?

Sesampainya dihalaman rumah, Taeyong menghapus kasar air matanya. Berdeham pelan sebelum memutar knop pintu depan. Dalam hati ia berharap semoga Ibu dan Ayahnya telah terlelap. Ia belum siap menceritakan hal yang dialaminya kepada dua orang tercintanya itu.

Rasa bersalah pun menggerogoti dadanya, bersamaan dengan denyutan perih akibat perbuatan Jaehyun padanya selama ini. Ia telah membohongi orang tuanya, dan sepertinya dosa dari hal itulah yang membuat Taeyong pun dibohongi oleh Jaehyun. Karma memang bisa datang dalam sekejap mata tanpa diduga duga, fikirnya.

Melangkah pelan, Taeyong berjalan kearah tangga. Ruang tengah telah gelap, tanda jika kedua orang tuanya telah terlelap. Namun, ia sedikit heran mengapa Ayah juga Ibunya tidur secepat ini. Padahal, jam masih menunjuk kearah angka 11 malam.

"Kau baru datang?"

Baru dua anak tangga yang berhasil Taeyong pijaki, namun suara sang Ayah menghentikan langkahnya. Meneguk ludah kasar ia berbalik menatap sosok itu. "Iya Appa, pertandingannya baru selesai jadi..."

"Hm, Appa mengerti. Lagipula Jaehyun akan kembali ke Seoul besok bukan?" Taeyong mengangguk lemah.

Tuan Lee mendecakkan lidah. "Kau seperti seorang istri yang akan ditinggal wajib militer saja." Cibirnya lalu menarik pelan lengan anaknya.

Taeyong hanya mengikuti langkah sang Ayah yang menuntunnya ke Sofa ruang tengah. Setelah menyalakan lampu, Tuan Lee menghampiri anak semata wayangnya. "Tadi Appa dan Eommamu melihat pertandingan Jaehyun di TV," Ia menyandarkan punggung pada badan sofa "tapi wanita tua itu ketiduran. Jadi pria tua ini harus mengangkatnya ke kamar."

"Appa..." Taeyong memukul pelan lengan Ayahnya. Terkekeh meskipun dalam hatinya ia tengah merapalkan beribu ribu kata maaf.

Ia ingin memberitahu semua kebohongan Jaehyun pada Tuan Lee, namun mengutarakan hal itu ternyata tak semudah memikirkannya. Taeyong takut jika saja Ayah juga Ibunya akan membenci Jaehyun, tapi bukankah mereka tak akan bertemu lagi?

Tidak, takdir bisa saja mempertemukan mereka kembali.

Sehingga membongkar kebohongan sang atlet saat ini hanya akan membuat Ayahnya berang, fikir Taeyong. "Kau baik baik saja?" Tuan Lee menyadarkan lamunan singkat sang anak.

"Tentu Appa, tak ada yang perlu dikhawatirkan." Ucapnya lalu memeluk pria paruh baya itu. "Maafkan aku Appa."

Menautkan alis, Tuan Lee menjauhkan diri dan beralih menatap Taeyong heran. "Maaf? Untuk apa nak?"

"Maaf karena aku belum bisa menjadi anak yang baik." Taeyong kembali memeluk Ayahnya. "Aku berjanji tak akan mengecewakanmu lagi Appa." Lirihnya dan berusaha menahan air mata yang lagi lagi memaksa ingin keluar.

Mengusap punggung anaknya, Tuan Lee menggeleng pelan. "Kenapa tiba tiba? Apa kau baru saja melakukan kesalahan Taeyong-ah?"

Taeyong tak bergeming.

"Sudahlah, masuk ke kamarmu sekarang. Besok pagi kau sekolah kan?" Tuan Lee melepaskan dekapan Taeyong.

Mengusap surai kecoklatan pria mungil itu sembari tersenyum tipis "Selama kau tak bersedih dan menangis karena seorang pria brengsek, Appa tak akan kecewa dengan anak manis kebanggaan keluarga Lee ini." Sambungnya sebelum mencubit pelan pipi Taeyong.

Distance | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang