Semenjak pertemuan perdananya dengan Megan, Fio jadi sering menjumpai gadis itu di rumah Ian. Megan rupanya sahabat Ian sewaktu kecil yang baru pulang menyelesaikan program studi S2-nya di Inggris. Gadis itu mengambil jurusan Psikologi. Tergambar dari sikapnya yang kalem dan penuh pengertian, cara bicara gadis itu juga termasuk lemah lembut. Menenangkan.Megan dan Ian membicarakan masa kecil mereka. Ketika mereka diam-diam bermain di halaman belakang, dan Megan yang menangis karena dikejar-kejar anjing. Mereka berdua tertawa lepas, menimbulkan semacam kejutan listrik yang menggetarkan hati Fio. Fio di sana, tapi rasanya ia terlempar di sebuah negeri asing tak berpenghuni. Kesepian. Dunia seolah milik Ian dan Megan saja. Fio cuma mampir dan sebentar lagi mau diusir.
Gadis itu berdeham, barulah ia mendapat perhatian dari Ian.
"Astaga, maaf. Aku terlarut dalam nostalgia. Maklum, Megan dan aku sudah tak bertemu selama belasan tahun. Aku takjub karena ia masih ingat wajahku."
Wah, lihat. Kalimatnya panjang lebar saat membahas si Megan.
"Hei, kamu pikir cuma kamu yang takjub? Aku pun juga. Coba deh, pikir. Anak pendiam kayak kamu, dan dari kecil kelihatan cuek banget. Setelah gede, kamu makin ganteng. Kamu ngenalin wajah aku juga, itu tuh udah amazing tahu nggak?"
Mereka ngobrol berdua lagi. Aku beneran dianggep angin yang nggak terlihat?
Fio menyerah. Ia menatap arlojinya. Sudah saatnya ia pulang. Sebentar lagi, Aaron menjemput. Fio sudah harus kembali ke depan gerbang kantornya agar Aaron tak curiga. Selama ini, Fio menyiasati Aaron. Gadis itu mengatakan, jam pulang kantornya mundur setengah jam. Dan Fio gunakan waktu itu untuk berkunjung ke rumah Ian. Walau ujung-ujungnya jadi obat nyamuk di sana—setelah tiga hari ini dijejali orang ketiga.
"Hei, aku pulang dulu, ya. Sebentar lagi aku dijemput."
"Oh, ya, udah. Hati-hati."
Hati-hati aja? Nggak dianterin ke depan gitu? Dia asyik lagi sama Megan.
Fio cemberut. Ia berjalan tanpa menengok ke belakang. Matanya malas ketika harus melihat pemandangan yang luar biasa memerahkan telinga. Tahan, Fi. Ada apa sih denganmu? Kenapa jadi panas begini?
***
"Jujur, deh. Kamu masih sering main ke sana, 'kan?"
"Ke mana, Kak? Jam pulang aku emang mundur, kok. Jangan mikir yang aneh-aneh."
"Kamu pikir aku nggak tahu, Fi? Selama ini aku diem, supaya denger pengakuan dari mulutmu sendiri. Aku tahu, kamu anaknya jujur. Nggak pernah bohong, apalagi nipu aku kayak gini. Kamu kenapa? Kok perubahanmu drastis banget?"
"Kak Aaron, aku udah dewasa. Please, Kakak hilangin sifat Kakak yang terlalu posesif, aku ngerasa tertekan."
"Oh, jadi kamu nggak suka aku perhatiin, Fi?" tanya Aaron. Mobilnya direm mendadak di tepi jalan raya. Ketegangan kini menyelimuti keduanya. Hanya deru mesin mobil yang terdengar. Keduanya saling mematung.
"Kapan kamu peka, Fi?"
"Maksud Kakak apa? Oke. Aku berterima kasih karena selama ini Kakak merhatiin aku. Ngelindungi aku. Tapi Kakak berlebihan, dan itu yang bikin aku risih. Aku bosen hidup dalam bayang-bayang Kakak terus. Aku mau bebas."
Aaron melonggarkan dasi yang mencekik lehernya. Tangannya meremas kemudi, mengurangi loncatan emosi yang membakar kesabarannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/195523850-288-k259117.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfection ✔ #ODOCTheWWG
RomanceIan adalah lelaki tampan yang menjalani hobi melukis di tengah ketidakberdayaannya untuk melihat. Tak banyak orang yang menghargai karyanya yang terkesan abstrak. Hingga, seorang gadis muncul dan memotivasi hidupnya, membuat Ian jatuh cinta. Ketika...