"Menurut Mbak, apa Ian beneran suka diriku apa adaya?""Ayolah, Fi, berapa kali lo nanya ini ke gue? Dan dalam berapa kali itu jawaban gue selalu sama. Ian sepertinya bukan tipe cowok seperti yang lo pikirkan."
"Tapi, seorang cewek cantik menyatakan cinta padanya kemarin malam. Lalu ... lalu ... m-mereka ... berciuman."
"Ha! Lo serius? Ian gimana? Responsnya?"
"Ian diem aja, sih. Tapi aku yakin, dia nerima cinta cewek itu berhubung si cewek adalah sahabat masa kecilnya. Mereka juga deket banget, udah kayak pasangan."
"Hei, lo sedih karena ini?"
"Menurut Mbak?" balas Fio agak jengkel.
Jadi selama setengah jam mereka mengobrol, Jenni baru mengerti kalau itulah penyebab Fio cemberut seharian ini.
"Haha!"
"Kok Mbak Jenni ketawa? Nggak ada yang lucu, Mbak!"
"Fi, lo nggak tahu alesan gue ketawa-ketiwi kayak gini?"
Fio menggeleng.
"Itu artinya, lo suka sama Ian, Fi. Suka! Lo cemburu karena ada cewek yang deket sama Ian."
"Mana ada, Mbak? Nggak mungkin aku suka," elaknya, padahal selama ini Fio susah tidur gara-gara memikirkan kenyataan bahwa ia telah jatuh hati pada Ian.
"Nggak usah malu-malu kucing gitu sama gue, gue tahu, lo pun sadar kalo lagi suka sama Ian. Pake nolak fakta lagi, gue ini udah pengalaman, Fi. Lo nggak bisa nipu gue!"
"Ya, deh. Mbak Jenni menang. Aku emang suka sama Ian. Tapi ... nggak mungkin kalau Ian juga suka sama aku. Kayaknya, ini bakal jadi cinta sepihak. Mirip kisah cinta aku di zaman SMA dulu."
"Ya udah, Fi. Kalo jodoh nggak bakal ke mana. Gue yakin, lo dan Ian itu udah ditakdirin hidup bersama. Tinggal menunggu waktu aja. Eh, lo inget, dulu waktu lo lagi ambil libur gara-gara sakit, Ian selalu ke sini buat nyariin lo. Dan akhirnya gue kasih deh alamat rumah lo yang di Pondok Indah."
"Iya, terus? Dia cuma penasaran sama wajah aku aja, Mbak. Nggak lebih."
"Nggak, Fi. Cowok itu gue rasa tingkah lakunya mulai berubah pas kehilangan lo. Dia kayak lebih stres gitu, mirip orang putus cinta."
"Entahlah, Mbak. Lagi pula, aku udah mutusin ini sejak semalam, kalau aku akan mulai ngelupain dia dan ngebiarin Ian memilih pilihannya sendiri."
Fio mengakhiri percakapannya dengan Jenni. Ia meneguk habis kopinya yang dingin, kemudian beranjak dari sana untuk kembali ke ruangannya.
"Mbak, aku balik. Sekalian mau beres-beres. Ini hari terakhirku, 'kan."
Jenni hanya memandangi punggung gadis itu sampai menghilang dari balik pintu.
"Kisah cinta karena perjodohan memang rumit. Tapi lebih rumitan itu kalo nyari jodoh sendiri. Adaaaa aja kendalanya. Semoga, lo dapetin deh cowok yang baik seperti yang lo harepin, Fi."
***
"Aduh, berat juga, nih."
Fio kesulitan membawa kardus berisi barang-barang kantornya. Ia baru saja keluar dari lift, sekarang menuju ke luar gedung untuk menunggu jemputan.
Sesampainya di luar, pemandangan rumah berdinding kayu itu mengupas sedikit demi sedikit kenangannya. Ia yang seringkali mampir ke sana sepulang kantor, atau memandangi jendela lantai dua rumah itu dari ruangannya di jam makan siang. Semua kegiatan itu akan berakhir hari ini juga. Setelah sebuah mobil menjemputnya, Fio berjanji, tidak akan pernah menginjakkan kakinya di tempat ini lagi. Tempat yang hanya akan membuatnya susah move on.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfection ✔ #ODOCTheWWG
RomanceIan adalah lelaki tampan yang menjalani hobi melukis di tengah ketidakberdayaannya untuk melihat. Tak banyak orang yang menghargai karyanya yang terkesan abstrak. Hingga, seorang gadis muncul dan memotivasi hidupnya, membuat Ian jatuh cinta. Ketika...