Bab 26

931 89 0
                                        

Fio sudah tampil cantik dengan sebuah halter neck off shoulder berwarna hitam di bagian atas, dan berwarna putih motif bunga-bunga di bagian bawah. Dress dengan panjang di atas lutut bermodel A-line itu ia beli sudah lama, kira-kira hampir setahun dan baru sekali ini ia pakai. Dulu, sering ada perasaan malu untuk mengenakannya dikarenakan tubuhnya tak seindah model yang ia lihat di katalog majalah. Namun, ia telah putuskan harus tampil anggun malam ini.

Fio tak lupa membawa bingkisan yang sudah ia persiapkan, yang ia beli di jam makan siang. Sebab, tak mungkin ia mengajak Aaron sepulang dari kantor untuk membeli barang itu. Lagi pula, Fio memilih untuk pergi diam-diam malam ini. Tanpa sepengetahuan Aaron. Hanya sang mama yang ia beritahu.

Fio melangkah dengan gugup. Rumah yang biasanya tampak sunyi itu sekarang sesak akan para tamu undangan. Fio menatap ke sekelilingnya, para gadis tampil cantik dengan gaun-gaun yang tak kalah indah darinya. Fio pun menarik napasnya dalam. Mengenakan make up dan membuatnya jauh lebih berkilau dari biasanya, bukan berarti menambah besar rasa percaya dirinya yang ciut. Di sini, di tengah-tengah pesta, keringat dingin seolah mengucur dari keningnya. Bibirnya kaku, untuk tersenyum saja—yang sudah jadi kebiasaannya sebagai customer service—ia tak mampu. Kakinya yang tak terlalu panjang itu juga tampak gemetaran. Wedges putih yang ia kenakan sampai-sampai tak kuat menahan beban tubuh Fio yang nyatanya seringan bulu. Fio sangat gugup, jari-jarinya menggenggam erat bingkisan yang ia bawa.

Di satu sisi, kelegaan muncul dalam hatinya. Akhirnya ia menemukan Rudi, laki-laki yang sedari tadi ia cari. Pria itu terlihat tampan dengan setelan kasualnya. Tidak berlebihan, sesuai umur, Rudi terlihat jauh lebih bijaksana dari biasanya. Fio pun akhirnya dapat mengukir senyum, meskipun setipis benang.

"Dek Fi, nggak ikut gabung ke tengah?"

Ya, gadis itu masih berdiri di ambang pintu. Ia rasa, dirinyalah tamu yang paling akhir datang. Fio hanya bisa menyaksikan para tamu yang asyik berbicara di dalam tanpa mau melangkah dan membaur bersama mereka. Hingga, Rudi pun datang sebagai sosok malaikat penyelamat yang membebaskannya dari rasa canggung.

"Kamu wajahnya kok pucet?"

"Anu ... gugup, Om."

Rudi terkekeh, lucu saja melihat gadis yang se-ekspresif Fio harus menahan gugup seperti itu.
Dengan satu kali tarikan, Rudi berhasil menyeret Fio ke tengah. Bergabung bersama keponakannya, Ian, dan Megan yang ternyata sudah berdiri di sebelah sahabatnya.

"Hai, Vi. Kamu cantik malam ini," sanjung Megan yang ditanggapi senyuman kecil oleh Fio.

Sedangkan Ian, lelaki itu melirik Fio pun tak mau. Ia mengalihkan pandangan dan tetap seru mengobrol bersama Megan.

Berkali-kali Fio dibuat terperangah, Megan begitu sempurna. Jika malam ini adalah ajang kecantikan, maka Megan adalah pemenangnya—bintangnya. Gadis itu tampil menarik dengan mini dress berwarna maroon yang melekat pas di tubuhnya. Memperlihatkan lekukan indah yang ia miliki. Rambut Megan yang panjang dan hitam tergerai menawan, juga kaki Megan yang jenjang dan panjang, membuat Fio yang bertubuh pendek lagi-lagi iri. Kulit Megan yang seputih susu adalah yang menjadi ciri khas gadis itu. Fio seperti melihat sosok Snow White di kehidupan nyata, hanya saja kali ini tokoh Disney itu berambut lurus dan panjang sepunggung.

"Ian, ayo mulai acaranya."

Rudi menyalakan lilin berbentuk angka 25 yang sudah di letakkan pada kue balck forest berbentuk persegi dengan whipped cream warna putih dan hiasan beberapa buah ceri di atasnya. Semua orang menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

Selesai sesi tiup lilin, Ian memotong kuenya. Rudi mendapatkan potongan pertama disusul Megan. Hati Fio sedikit nyeri saat ia sempat mengira bahwa dirinyalah yang mendapat potongan kue setelah Rudi. Tapi, ternyata Megan yang jauh lebih pantas mendapatkannya. Bahkan, Ian tak berniat memberikan kue sepotong pun pada Fio, hal ini memunculkan reaksi terkejut dari Rudi.

Imperfection ✔ #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang