Bab 29

1.1K 78 0
                                    


Sehari setelah Ian keluar dari rumah sakit.

Kecewa menghampiri langkahnya ketika masuk ke dalam rumah. Sempat Ian berpikir, mungkin Fio memberi kejutan padanya. Mungkin sesampainya di rumah, raga gadis itu tengah berdiri menyambutnya di pintu. Tapi, zonk. Rumah kabinnya tampak sangat sepi. Pun ketika masuk, Ian hanya disambut oleh pemandangan lantai yang berdebu. Rudi tak sempat membersihkan rumah selagi menemani Ian di rumah sakit untuk beberapa hari.

"Apa Fio tidak menghubungi Paman?"

Rudi meletakkan tas berisi beberapa helai pakaian Ian di atas sofa, disusul dirinya yang merebahkan diri di sana untuk mengusir lelah.

"Tidak. Gadis itu pasti sangat sibuk, Ian. Jangan khawatir, lagi pula, ini belum ada seminggu. Belum tiba di akhir pekan juga," jawab pamannya.

"Apa dia melupakan janjinya? Aku sungguh sangat ingin melihat wajahnya. Padahal, hanya dia gadis pertama yang ingin kulihat, bukan wajah suster genit yang setiap hari datang ke kamarku mengantar makanan. Ugh!"

Ian ikut duduk di hadapan Rudi, ekspresinya terlihat jijik. Membayangkan bagaimana cara suster itu merayu Ian agar segera makan. Heran, ternyata suster semacam itu bukan hanya ada di sinetron, melainkan di kehidupan nyata.

"Bagaimana kalau sambil menunggu Fio berkunjung ke mari, kamu mempersiapkan sesuatu untuknya. Kejutan atau apa gitu?" ide Rudi yang tiba-tiba mampir di kepalanya.

"Kejutan? Memang dia suka apa? Aku belum cukup mengenalnya, Paman."

"Karena itu Ian, kamu yang harus maju lebih dulu. Selama ini, Fio yang selalu nemenin kamu di rumah, ngajak kamu jalan-jalan, tapi kamu malah nggak tau apa-apa soal dia. Jadi, coba pikirkan sesuatu. Apa yang bisa membuat gadis itu kagum selama bersamamu? Biasanya, anak cewek suka tersentuh sama hal-hal yang sederhana."

"Halah, Paman ngomong kayak gitu, seolah-olah Paman ahli dalam berhubungan dengan wanita. Tante Merry aja suka ilfeel karena Paman nggak peka-peka."

"Peka? Soal apa? Apa yang kamu dan Merry bicarakan?"

"Menurut Paman, Tante Merry akan selamanya mau bersabar dan mau menjadi perawan tua?"

Ian menggeleng-gelengkan kepalanya. Rudi sudah berkepala empat. Ian tahu, pamannya itu lebih dari ganteng, tapi sampai kapan akan membujang? Jelas, satu hal yang paling diinginkan oleh seorang wanita ketika sudah dekat cukup lama dengan pria adalah hubungan yang serius. Melangkah ke jenjang yang lebih jauh, menikah, punya keluarga, dan punya anak untuk dirawat bersama sampai hari tua.

"Oh, Merry udah punya calon yang lain?"

"Nggak tau, deh! Aku mau ke kamar, malas bicara sama Paman yang nggak connect!"

"Loh, Ian! Kok malah pergi?"

***

"Ayo, Ian! Pikirkan, sesuatu apa yang disukai cewek? Yang bikin cewek kagum?"

Ian bermonolog sambil berjalan mondar-mandir di dekat jendela kamarnya.

Aku bekerja di sana. Di kantor depan rumahmu. Ruang kerjaku sejajar dengan kamarmu. Setiap hari aku memerhatikanmu melukis.

Sesekali Ian mengintip ke gedung raksasa yang ada di seberang rumahnya, teringat perkataan Fio sebelumnya. Tapi, wajah yang ia nantikan tak muncul juga. Bagaimana mau muncul? Tahu wajahnya saja tidak!

Dan entahlah ... sepertinya aku mulai terobsesi untuk mengenalmu lebih jauh. Anggap saja aku sebagai salah satu pengagum rahasia.

Imperfection ✔ #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang