Indira tersenyum lebar di depan cermin.Ia mengenakan baju terbaiknya untuk hari pertamanya kuliah. Tak lupa, Indira merias sedikit wajahnya. Ia terlihat begitu cantik. Ia menghela napas ketika mengingat kejadian kemarin di kamar Stefano. Senyumannya langsung lenyap membayangkan bagaimana Stefano berani menciumnya seperti itu.
Indira menggelengkan kepalanya. Berusaha menepis ingatan tersebut dengan menyiapkan buku-buku yang akan dipelajarinya hari ini.
Menuju ruang makan untuk sarapan, Indira berpapasan dengan Stefano yang sedang merapikan lengan kemejanya di ruang tengah. Lelaki itu memandangnya, mencoba bersikap ramah. Namun, Indira segera memalingkan pandangan darinya,dan berjalan dengan cepat.
Mereka duduk di meja makan yang sama, namun tak berbicara sepatah kata pun. Stefano tampak kurang menikmati sarapannya. Ia kelihatan bersalah pada Indira.
"Apa kau mau kuantar?" tanya Stefano, memandangnya dari balik bulu matanya yang indah.
"Tidak usah. Barbazan yang akan mengantarku hari ini," jawab Indira cepat.
"Berarti hanya hari ini kan, nona. Bisakah besok dan seterusnya aku yang mengantarmu?" tanya Stefano dengan senyuman menggodanya.
Indira menatap Stefano tajam. Gadis itu masih menyimpan dendam kepada Stefano soal kejadian di kamar lelaki itu kemarin.
"Maafkan aku atas peristiwa kemarin, nona. Tapi, itu merupakan hukuman yang pantas untukmu," kata Stefano. Lelaki itu berjalan ke seberang meja, tempat Indira duduk. Ia berdiri di belakang Indira, lalu berbisik pelan.
"Sebagai permintaan maafku, izinkan aku memakaikan ini di lehermu, nona," Stefano menyematkan sebuah kalung berlian dengan hiasan batu ametis berwarna ungu. Indira tidak dapat menyembunyikan kebohongannya bahwa ia begitu menyukai kalung tersebut.
Stefano kembali ke tempat duduknya,mengambil tas kerjanya yang mewah.
"Tidak apa jika hari ini aku tidak bisa mengantarmu. Tapi kuharap, permintaan maafku barusan bisa memperbaiki hubungan kita sebagai teman baik lagi," kata Stefano sambil berbalik.
Indira hanya menatap kepergian lelaki itu. Ia menyentuh kalungnya, merasa senang bisa memiliki kalung seindah itu. Dan merasa tersanjung, Stefano lah yang memberikannya. Dalam hati, gadis itu sudah memaafkan Stefano.
***
Mengambil jurusan sastra merupakan keputusan Indira sejak awal. Sastra merupakan sebuah keistimewaan tersendiri baginya.Sejak remaja,ia memang sudah banyak mempelajari sastra dari sang Ayah.Ia juga sangat suka menulis.Tak heran ia begitu bersemangat hari ini.Berjalan menuju ruang kelasnya,Indira tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria.Pria itu mengenakan jas putih panjang,seperti yang dikenakan para doktor.Indira mendengarnya meminta maaf dan mengambilkan barang Indira yang terjatuh.
"Maaf,nona.Ini bukunya"Lelaki itu tersenyum ramah.Lelaki itu bertubuh tinggi,dengan kulit putih berkilau,mata cokelat yang dalam,rambut yang sedikit berantakan,namun tidak mengurangi karisma pada wajahnya yang tampan.Ia mengenakan jam tangan Rolex keluaran terbaru,kacamata berbingkai emas dari Dolce Gabbana yang di sematkan pada saku jasnya,dan sepatu yang begitu mengilap.Indira balas tersenyum,lalu mengambil bukunya.
Menyadari bahwa Indira bukan ras setempat,lelaki tersebut tertarik untuk berkenalan lebih jaub dengannya.
"Apa kau pendatang baru disini,nona?"tanyanya sambil melipat kedua tangannya,sikap khas seorang doktor.
"Ya,sir.Saya berasal dari Indonesia"jawab Indira tenang,tidak menyembunyikan sikap ramahnya.
"Indonesia.Ok,banyak mahasiswa disini juga yang berasal dari Indonesia"kata sang lelaki."Perkenalkan,aku Scotty Joe Preston,dosen termuda disini.Kutebak,usiamu tak lebih dari 20?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Accident Of My Imagination Praised By Her(REVISI)
RomanceBerawal dari pertemuan seorang gadis desa dengan majikannya.Semenjak tinggal bersama,keduanya saling mencintai dan berjanji tak akan saling melespaskan.Hingga ketika takdir berubah menjadi mimpi buruk bagi keduanya yang harus berpisah....