1. Tidak Terduga

551 90 62
                                    

Ada banyak orang di luar sana. Ramai sekali. Berdoa saja, semoga beruntung di pertemukan dengan orang-orang hebat.

***

Hembusan napas itu terdengar lebih berat dari sebelumnya. Lewat desah napasnya, gadis itu seolah mengisyaratkan asa yang terhempas dalam.

Terhitung tiga orang duduk mengelilingi meja di ruang keluarga, lalu ditambah dirinya sendiri. Meski berkumpul bersama, tidak terdengar suara obrolan di dalamnya. Sampai akhirnya seorang pria paruh baya dengan gurat wajah tegas memecah keheningan beberapa saat yang lalu.

"Papa sudah buat keputusan, kamu akan pindah sekolah segera."

"Ha? Kenapa Pa? Airen-"

"Jangan membantah ya, sekali saja."

Suara penuh kelembutan itu memotong perkataan putrinya. Airen mengatupkan mulutnya kembali, sekalipun dia pernah membantah ucapan orangtuanya, tetapi itu tidak menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak pernah menuruti kemauan keduanya. Gadis itu sangat tahu seberapa banyak harapan Papa dan Mama yang telah dia penuhi.

"Papa dan Mama sudah memikirkannya dengan matang. Kamu tidak cocok di sekolah lama. Kami ingin kamu sekolah di sekolah kakakmu," lanjut Mama Airen.

"Ma... ini masih awal tahun ajaran baru. Dan Airen belum sampai seminggu sekolah di sana. Bagaimana Mama tahu sekolah itu tidak cocok untuk Airen?" protes Airen dengan muka cemberut.

"Airen."

Panggilan itu sukses membuat wajah cemberut Airen menoleh pada lelaki yang duduk di sebelahnya. Berbeda dengan sebelumnya, riak muka gadis itu mencerah seketika. "Kamu dengar kan tadi, Mama dan Papa sudah memikirkannya dengan matang."

"Kak Lai, tapi Airen nggak mau," rengeknya, tak mengindahkan sorot tajam mata Mama dan Papanya. Orangtua yang sebenarnya bukan tipe orangtua yang sangat peduli dan protektif sampai rela melakukan ini-itu untuk anaknya. Namun bukan pula tipe orangtua yang tidak peduli dan terkesan mengabaikan.

"Airen mau ya, kan bisa satu sekolah sama Kakak," bujuk Lai pada adiknya.

Dalam hati, Airen tersenyum miris. Sebetulnya percuma saja Lai membujuknya untuk setuju. Karena sekalipun Airen menolak, keputusan bulat Papanya tidak bisa diubah kembali.

Airen mengalihkan tatapan pada jendela yang tidak tertutup di ruangan itu. Meski tidak melihatnya, dia tahu di luar sana bulan menggantung dengan ribuan bintang menyertai. Gadis itu tahu langit sedang ramai. Dan entah kenapa tiba-tiba dia meneguk ludah sambil mencengkram bantal sofa dalam pangkuan.

***

Sepertinya Airen tidak bisa dipisahkan dengan helaan napas berat. Sudah lebih dari lima kali hela napas berat itu lolos dari mulutnya. Ya bagaimana tidak? Sekarang cewek itu berdiri di luar kelas, menunggu dipersilahkan masuk sebagai murid baru.

Airen gugup, terlalu gugup sampai tidak mendengar Pak Azfar telah memanggilnya dari dalam kelas. Dia baru beranjak ketika mendengar teriakan kompak dari dalam kelas. Airen mengelus dada, benarkah calon teman-teman barunya baru saja berteriak "WOYY MASUKK!!" padanya? Yang benar saja?!

Dengan muka yang sedikit memerah menahan malu, Airen berjalan memasuki kelas, berdiri di depan. Pak Azfar meminta Airen segera memperkenalkan diri. Airen mengangguk, ditatapnya siswa-siswi di dalam kelas yang akan menjadi teman barunya.

Gadis berambut kecokelatan dengan bola mata hijau yang semula tersenyum lebar itu mengendurkan senyumnya. Tidak disangka, respon mereka ketika melihat dirinya sama sekali tidak berlebihan. Bahkan terkesan cuek. Berbeda dengan sekolah lamanya yang langsung ribut saat dia menampakkan diri waktu itu. Diam-diam, Airen merasa lega, lebih baik seperti ini.

All You Need Is A Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang