23. Broken Wings

119 22 4
                                    

Jangan lupa tekan ⭐ dan komen yang banyak. Makasih:)
Happy Reading^^

***

Jangan tangisi sayapmu yang patah. Percaya saja, ada lega di ujung lelah. Sayap baru untuk kamu yang pantang menyerah.

-AR-

***

Lelah menunggu telepon dari Lai, Mama dan Papa, Airen tanpa sadar malah tertidur di sofa ruang tengah. Gadis itu terbangun karena mendengar dering ponselnya yang amat keras. Airen tanpa pikir panjang langsung menyambar handphone-nya.

"Hallo!" ucapnya penuh antusias, sebelum suara di seberang sana membuat senyumnya perlahan memudar.

"Hai." Suara perempuan. Jelas bukan suara Mama karena suara di seberang sana terdengar ceria dan kekanak-kanakan. Apalagi suara Lai atau Papa.

Airen menjauhkan ponsel guna melihat siapa yang menelepon. Dan memang bukan salah satu dari tiga orang yang ia harapkan. Justru ini panggilan dari nomor tidak dikenal.

"Dengan siapa?" tanya Airen seramah mungkin.

"Gue Jia, formal banget deh lo," kekeh gadis itu.

Airen mengangguk, lupa kalau Jia tidak bisa melihatnya. "Kenapa Ji?"

"Besok bisa ngobrol nggak? Pulang sekolah gue ke kelas lo deh."

"Hm, boleh," jawab Airen setelah menimbang. Dia enggan bertanya lebih lanjut ada urusan apa. Toh, besok Jia akan membicarakannya.

Seusai bicara satu-dua kalimat lagi, Jia mengakhiri telepon, menyisakan Airen dengan perasaan kosong. Lagi-lagi matanya memanas, salahkah dia berharap mendengar suara Mama, Papa dan Lai?

***

Hita, Sasmi dan Shiren menyadari betul perubahan tingkah Airen. Gadis itu jadi lebih murung dan sering kedapatan melamun. Bukankah kemarin dia masih baik-baik saja? Tersenyum, mengobrol, bahkan sampai pulang bareng Arru. Lalu, sekarang kenapa Airen berubah?

Jika ada yang perlu diinterogasi atas perubahan sikap Airen, maka Arru adalah orangnya. Karena di antara mereka, cowok itu yang terakhir kali bersinggungan dengan Airen. Ketika bel istirahat berbunyi, mereka bertiga langsung menghadang jalan Arru dan Dal. Sedangkan Airen berjalan mengendap keluar, entah kemana.

"Wes, ngapain nih? Mau minta tanda tangan?" tanya Dal.

"Najis," rutuk Hita dengan tampang jengah.

"Kita nggak ada urusan sama lo, pergi sana Dal," usir Shiren sembari menggerakan tangannya seolah mengusir ayam.

"Kok kamu jahat sih, beb? Aku salah apa sampe diusir?" Dal memegangi dada lantas memasang tampang memelas layaknya orang tersakiti.

"Beb? Eww amit-amit."

Sumpah, Shiren ingin muntah sekarang juga. Berurusan dengan Arru dan Dal memang perlu ekstra sabar. Mereka berdua menyebalkan. Apalagi Arru yang saat ini tengah terbahak akibat drama kacangan Dal dan Shiren.

"Malah ketawa lagi ni bocah," tunjuk Sasmi pada Arru yang ketawanya keras sekali.

"Lo bertiga kenapa sih sinis banget sama gue? Kenapa? Awas loh ya kalau gue udah sukses nanti, lo pada jangan ngaku-ngaku kenal," ancam Arru melantur.

"Lo liat nggak Airen tadi? Dia berubah, pasti ada hubungannya sama lo. Kemarin lo apain dia?" Jika biasanya yang paling sewot adalah Hita, kali ini giliran Shiren. Cewek itu bahkan sampai melotot seperti sedang melabrak orang lain. Eh, kan memang sedang melabrak. Sedangkan Hita hanya memperhatikan sambil melipat tangan di dada.

All You Need Is A Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang