31. Tekad Arru

106 16 0
                                    

Haii, selamat pagi😄

Finally, aku up lagi. Jangan lupa kasih vote dan komen yak^^ makasih

Happy reading:)

***

Tiap orang sudah pasti memiliki kemauan yang besar. Tekad namanya. Dan aku bertekad untuk menarikmu dari lubang hitam. Setidaknya, kamu harus tahu di luar sini ada seberkas sinar.

***

Selepas Ezka pergi, masalah tidak serta-merta selesai begitu saja. Tetapi ada hal lain yang perlu diurus. Arru menoleh pada Hita, Sasmi dan Shiren. Mana mungkin lelaki itu melupakan keberadaan mereka bertiga. Sepertinya dia juga harus mengulik, bertanya lantas mengurai kerenggangan tiga cewek itu dengan Airen.

"Jadi si Ezka yang nempelin kertas tentang Airen di mading?" Sasmi bertanya, memastikan.

"Ya gitu deh, kayak yang lo liat tadi," jawab Arru.

Hening seketika merajai langit-langit kelas. Jia masih menenangkan diri dibantu Dal yang sigap menyodorkan botol minum. Arru diam, sedangkan Hita, Sasmi dan Shiren sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ehm, btw, kok akhir-akhir ini kalian kayak ngehindarin Airen?" Suara Arru merobek lengang yang panjang.

Hita berdecih. "Ngehindar? Siapa yang ngehindar coba?"

"Kalian lah. Gue perhatiin kalian bertiga jarang banget ngobrol sama Airen lagi."

"Kita tuh nggak ngehindar Ar. Cuman ... eumm kecewa mungkin," sahut Shiren.

"Lah, kenapa?" tanya Dal yang bergabung dalam obrolan.

"Dia tertutup banget orangnya. Padahal kita udah anggap dia teman. Dia bebas cerita sama kita. Tapi apa? Dia justru selalu diem. Sebaliknya kalau ke lo, Ar, dia pasti mau ngomong."

"Kita tuh pengen tau apa arti gue, Shiren sama Sasmi di mata Airen. Dan liat aja, setelah kita cuekin dia bahkan nggak merasa ada yang aneh. Sama sekali nggak merasa kehilangan." Hita menambahi kalimat Shiren sebelumnya.

Sasmi manggut-manggut. "Jelas, kita nggak dianggap penting sama Airen."

Arru menggusah napas berat, jadi karena itu. Sifat tertutup Airen memang menjadi boomerang bagi gadis itu. Dia enggan berbagi cerita pada Hita, Sasmi dan Shiren. Lalu ketika sekarang membutuhkan tempat cerita, Airen justru kehilangan ruang itu. Jangankan bercerita pada mereka, menampakkan batang hidung di depan mereka bertiga saja rasanya sulit. Tiga cewek itu terlanjur menolak.

"Tapi, kalian bisa kan kalau nyamperin Airen duluan? Nggak harus nunggu Airen peka." Jia membuka suara setelah dari tadi hanya menyimak. Lagipula siapa dia yang mencampuri urusan pertemanan Airen dengan tiga cewek itu.

"Harus sampai kapan kita yang mulai duluan? Kita juga perlu timbal balik. Minimal Airen percaya kalau kita ini temen dia dan dia nggak sungkan cerita apapun ke kita."

Jia mengangguk, setengah setuju dengan ucapan Hita. Kasus ini ibaratnya kamu memiliki teman yang tertutup. Kamu berkali-kali memancing, menghampiri dan menemani temanmu agar tidak sendiri. Namun temanmu itu tak pernah melakukan hal yang sama padamu. Dia tidak menghampiri, menemani atau memancing obrolan padamu.

Rasanya seperti, usahamu untuk berteman sia-sia belaka. Rasanya seperti, dia tidak mau berteman denganmu. Di sisi lain, kamu memiliki batas kesabaran. Ketika stok sabarmu menipis, kamu letih hingga ingin menyerah untuk berteman dengannya. Bukankah itu artinya sudah masanya kamu berhenti. Berhenti peduli dan memaksa pada temanmu. Barangkali dia tidak menemukan kenyamanan padamu.

All You Need Is A Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang