Happy Reading^^
Jangan lupa tekan ⭐ dan tulis komentar:)***
Menyenangkan rasanya ketika mendengar kalimat itu. Bukan saja karena kata-kata penuh keyakinan dan janji, tetapi karena kamu yang mengucapkannya. Menyenangkan rasanya.
***
Airen tidak melihat kilasan itu lagi, tubuhnya lebih dulu ambruk ke lantai, hilang kesadaran. Regas yang tadi ditabrak oleh Airen bergegas menggendong gadis itu ke UKS. Mengabaikan seruan terkejut dari orang-orang di sekitarnya.
Petugas UKS tak kalah kagetnya saat melihat Airen di gendongan Regas. Eh, bukan soal itu. Hanya saja, Airen selalu datang dalam keadaan sadar dan selalu menyapa, tersenyum tipis. Kali ini gadis itu justru masuk UKS dalam keadaan pingsan.
Regas meletakkan tubuh Airen di salah satu brankar dengan hati-hati, membiarkan petugas memeriksanya. Wajah lelaki itu tetap datar, meski ada perasaan aneh di hatinya. Entah apa? Dia merasa... um, sedikit cemas mungkin? Airen pingsan tepat di depan matanya. Gadis itu juga bertindak aneh setelah menabrak pundaknya tadi.
Regas memilih duduk di kursi sebelah brankar, menunggu Airen sadar setelah diperiksa oleh petugas. Baru semenit duduk, lelaki itu tiba-tiba berdecak, ada apa dengan dirinya? Baru kali ini dia merasa bertindak tak sejalan dengan otaknya. Kenapa? Seharusnya Regas langsung pergi setelah Airen di bawa ke UKS. Atau seharusnya Regas tidak perlu menggendong Airen, cukup panggilkan petugas PMR di lapangan. Lihatlah apa yang justru dia lakukan!
Di tengah lamunannya, Regas mendengar keributan di luar. Ternyata Lai yang datang, disusul seorang lelaki dengan pakaian putih-putih khas petugas upacara. Mendorong bahu Lai di ambang pintu, lantas mendekati ranjang Airen.
Lai berdecak kesal, siapa pula laki-laki salah kostum yang menerobos masuk itu? Tidak sopan sama sekali!
"Lo yang bawa Air ke sini, Gas?" tanya Arru pada Regas.
Dahi Regas berkerut, tidak paham maksud pertanyaan Arru. Kapan dia bawa air ke UKS? Sedetik kemudian, Regas menggeram kecil, teringat Arru lagi-lagi memanggilnya 'Gas'. Itu membuatnya enggan bicara pada Arru.
Lai berjalan mendekat, berniat mengusir dua cowok tidak berkepentingan ini. Namun, belum sempat bicara, teriakan nyaring lebih dulu terdengar. Memanggil nama Arru.
"Ar, buruan ke lapangan! Upacara udah mau mulai, elah." Ternyata yang datang Ezka, cowok itu mencak-mencak sendiri, sebal pada Arru yang selalu membuat masalah.
"Jangan teriak bisa? Lo pikir ini di hutan? Lo berisik banget, kalau sampe Airen bangun awas lo ya," peringat Lai sambil melotot pada Ezka.
"Lo juga, siapa sih? Udah nggak sopan, buat ribut lagi," tunjuk Lai ke Arru.
"Dan lo, okay, gue mau bilang makasih karena udah bawa Airen ke UKS. Sekarang biar gue yang nunggu adik gue. Lo upacara sana," kali ini pada Regas.
"Adik?" Beo Arru dan Ezka, sedangkan Regas masih memasang muka datar. Tidak mau terlibat percakapan. Juga belum berniat beranjak dari duduknya.
"Ya, Airen adik gue. Baru tau lo?" tanya Lai, dibalas anggukan kepala oleh Arru dan Ezka. Mereka baru tahu Airen punya kakak di sini. Terlebih fakta bahwa kakak Airen itu ternyata Laihan, senior yang banyak dibicarakan siswa perempuan.
"Udah sana keluar, upacara gih," suruh Lai setengah mengusir. "Lo juga, Regas, ngapain bengong mulu. Itu muka datar tolong kondisikan ya." Lai tidak begitu kenal dengan Regas, hanya sebatas tahu nama saja. Mereka beda kelas walaupun satu jurusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
All You Need Is A Friends [END]
Teen FictionTakut pada keramaian, Airen hanya bisa bersembunyi sepanjang hidupnya, sendirian, kesepian, tak punya teman Kemudian di sekolah barunya, Airen bertemu dengan Arru, cowok ganteng, humoris, ekspresif dan baik hati Arru menawarkan hal-hal indah untuk A...