32. Classmate

104 16 2
                                    

Holla, good morning😄
Akhirnya Rei up lagi, kuy langsung baca aja. Jangan lupa voment dan krisar nya ya. Makasiiiiiih:)
Happy Reading^^

***

Perhatikan orang-orang di sekelilingmu, mereka adalah alasan. Kamu selalu tahu kapan harus bertahan hingga memutuskan untuk tidak menyerah.

***

"Aw!" Airen meringis saat merasakan sesuatu menusuk kakinya.

"AIRENN!" pekik Hita, Sasmi dan Shiren bersamaan.

Mereka bertiga merangsek masuk ke kamar dengan langkah hati-hati, menghindar dari benda-benda yang berserakan. Dihampirinya Airen yang jatuh terduduk dengan kaki bersimbah darah. Gadis itu menginjak pecahan kaca dari cermin rias. Bukan hanya satu pecahan, tapi banyak sekali. Dia seperti baru saja berjalan di atas beling yang kemudian membuat telapak kakinya terkoyak.

Sasmi memanggil Asisten Rumah Tangga Airen yang langsung menelpon dokter ketika melihat kondisi majikannya. Lalu satpam rumah Airen datang menggotong Airen ke kamar yang lain. Setidaknya gadis itu harus dijauhkan dari sumber bahaya.

Sedari tadi Airen hanya meringis kecil, beruntung dia tidak sampai pingsan. Airen tidak mengeluarkan kata apapun bahkan ketika dokter datang dan mengobati luka-lukanya. Jangan harap Airen menjerit kesakitan, mengaduh saja tidak. Gadis itu hanya meringis sesekali sambil meremas bantal. Sedangkan Hita, Sasmi dan Shiren kentara sekali menatap jerih telapak kaki Airen. Mereka kompak menggigit bibir bawah, mencegah agar tidak berteriak panik.

Dokter yang menangani Airen bekerja dengan telaten, kini kaki Airen sudah dilapisi perban. Dokter itu menyarankan agar Airen istirahat dan dia juga mengatakan kalau Airen kekurangan asupan hingga terlihat lemas, apalagi matanya yang sembap semakin memperburuk keadaannya.

Dan itu berita buruk bagi Hita, Sasmi dan Shiren. Kenapa? Karena mereka gagal bicara dengan Airen hari ini. Setelah dokter pergi, mereka bertiga juga pergi--diusir secara halus oleh asisten rumah tangga Airen.

"Ren, kita pulang dulu ya. Lo jangan nangis lagi." Hita memberi nasihat.

"Sekarang lo bebas cerita apapun ke kita. Jangan sungkan Ren. Justru kalau lo pendam sendiri, kita jadi merasa gagal sebagai temen lo." Kali ini Shiren yang mengeluarkan suara, sedikit menyentil perasaan Airen.

"Semoga lo cepet balik lagi ke sekolah, ke kelas kita. Cepet sembuh ya." Yang terakhir, Sasmi menyemangati sambil mengangkat tangan ke udara.

Airen tersenyum, tipis. Dia tidak menjawab selain mengangguk sampai tiga temannya hilang keluar dari kamar. Hening lagi. Airen suka sekaligus benci. Dia menyukai kesunyian karena ia tidak pernah mengancam dirinya. Namun di sisi lain, perasaan aneh itu muncul yaitu ketika dirinya ingin menerobos keramaian. Otomatis gadis itu jenuh sendiri terkurung dalam keheningan.

Getaran ponsel memecah lengang di langit-langit kamar. Airen menoleh ke arah nakas, heran kenapa ponselnya tiba-tiba ada di sini? Padahal jelas sempat ia lempar di kamarnya yang serupa kapal pecah itu.

Ada satu pesan masuk dan itu dari AR. Kak Regas. Dia hanya mengirimkan sepenggal kalimat. Dilihat dari kata-katanya, Airen menebak mungkin seniornya itu sudah membaca rumor tentang Airen di mading. Sudut bibir Airen terangkat sedikit. Sosok AR benar-benar spirit booster baginya. Dengan magis setiap kata lelaki itu selalu menyihir Airen, merasuk sendi-sendi tubuhnya, membangkitkan asa yang terpendam. Dan terakhir, menghembuskan udara panas pada relung hatinya yang kosong.

Airen tidak membalas pesan Regas dan sepertinya Regas juga tidak menunggu balasan Airen. Di sekolah saja Regas selalu malas berbicara dan tidak suka basa-basi. Maka sekarangpun sepertinya begitu. Airen tidak tahu saja di rumahnya, Regas justru sedang memelototi ponsel, menunggu, mengabaikan latihan soal untuk ujian.

All You Need Is A Friends [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang